MERDEKA 170805

Sutradara: Yukio Fuji
Penulis Skenario: Ishimatsu Aibutsu
Pelaku lakon: Yundai Yamada, Lola Amaria, Muhammad Iqbal, Naoki Hosaka, Koji Tsukamoto
Musik: Ryouichi Kuniyoshi
Sinematografi: Kenji Takama
Produksi: Tokyo Film Production
Durasi: 123 menit
Dirilis: Awal 2001


Film ini merupakan produksi Jepang dan Indonesia. Landasan ceritanya diangkat dari kisah nyata sejumlah serdadu elit Dai Nippon Tentara ke-16 yang turut bertempur di pihak Republik dalam perang Kemerdekaan. Dengan bumbu romansa percintaan yang melibatkan seorang prajurit kekaisaran dengan perawat Indonesia dalam medan laga yang sama. Judul "Merdeka 17805" diambil dari angka, bulan, dan penggalan tahun pada penanggalan Jepang (2605 atau 1945 dalam kalender Masehi). Angka yang juga digunakan dalam naskah resmi Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang dikumandangkan Sukarno-Hatta.

Film ini termasuk kontroversial karena Jepang ditampilkan bak dewa penolong hingga kemerdekaan dapat tercapai. Namun sejarah memang penuh paradoks. Kenyataan bahwa lagu Indonesia Raya dengan bebas dinyanyikan hanya bisa terjadi pada era pendudukan Jepang.

Sejarah perang selalu dekat dengan propaganda dari pihak-pihak yang bertikai. Pada masa pendudukan Jepang, propaganda Belanda juga menyelinap bersama angin kesempatan. Duta Besar Indonesia untuk Jepang, Soemadi Brotodiningrat sempat melayangkan surat protes kepada produser film "Merdeka", Katsuaki Asano untuk membuang adegan yang menurutnya merendahkan bangsa Indonesia.

Scene yang dimaksud adalah adegan seorang nenek tua Indonesia yang mencium kaki tentara Jepang sebagai pembuka film. Dia adalah salah seorang penyambut, ketika tentara Dai Nippon mendarat di pantai Jawa (shooting di lakukan di pesisir wilayah Yogyakarta). Pengarah lakon mengaitkan adegan tersebut dengan ramalan Jayabaya tentang akan datangnya orang-orang kuning yang akan menyelamatkan rakyat tanah Jawa dari penderitaan yang seperti tak berujung. Protes sang Dubes tampaknya tak berhasil. Saat premiere pada awal 2001, adegan-adegan kontroversial yang diprotes Dubes tetap tampil merdeka saat penayangan.

Film hanyalah medium eskpresi seni peran. Namun dia juga bisa menjadi wadah atas nama sebentuk misi. Jika ada pengarahan sejarah di balik misi, maka simaklah "Merdeka 17805" dalam konteks yang terbuka. Tak perlu gusar. Karena dari sana mungkin mengalir anak sungai kebenaran, atau samudra propaganda belaka. Film adalah opini dalam lapisan-lapisannya yang subyektif. Dalam konteks histori, arus besar subyektivitas selalu menghanyutkan sampan tanpa nahkoda. Itu sebabnya gelombang sejarah tak pernah berhenti mendeburkan gelombang untuk mencari kebenarannya yang hakiki.

Film ini akan diputar di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Pasar Baru, pada Minggu, 6 September 2015 pukul 15:00 WIB. Usai pemutaran akan ada diskusi oleh pembicara Bonnie Triyana, sejarawan Universitas Diponegoro dan pendiri situs dan majalah Historia, Lola Amaria (aktris, sutradara dan produser film) dan Dyah Sulistyorini dari Kantor Berita Antara sebagai moderator.

Kegiatan tersebut merupakan petikan dari "70th RI: Histori Masa Depan", rangkaian kegiatan merayakan kemajemukan yang diprakasai Kantor Berita Antara dan Museum Bronbeek Belanda yang didukung Yayasan Bung Karno untuk memperingati 70 tahun kemerdekaan Republik Indonesia.


oscar motuloh
Galeri Foto Jurnalistik Antara

Pewarta: Oscar Motuloh | Editor:

Disiarkan: 03/09/2015 07:53