BERHARAP BERKAH DARI WARISAN BUDAYA

Seniman membantu rekannya berhias sebelum pentas di Pesta Kesenian Bali ke-39, Denpasar.
Seniman anak-anak menunggu giliran pentas di Pesta Kesenian Bali ke-39, Denpasar.
Sejumlah seniman membawa Gebogan atau sesajen berbahan bunga, buah dan janur pada parade Pesta Kesenian Bali ke-39, Denpasar.
Dua seniman remaja membawakan Tari Sanghyang Dedari yaitu tari sakral dalam parade Pesta Kesenian Bali ke-39, Denpasar.
Sejumlah seniman membawakan kesenian Okokan di Pesta Kesenian Bali ke-39, Denpasar.
Tiga seniman membawakan Tari Joged atau Tari Pergaulan di Pesta Kesenian Bali ke-39, Denpasar.
Seorang seniman membawakan Tari Gambuh di Pesta Kesenian Bali ke-39, Denpasar.
Seorang seniman histeris kesurupan seusai mementaskan Tari Legong di Pesta Kesenian Bali ke-39, Denpasar.
Seniman menggelar doa-doa sebelum pentas di Pesta Kesenian Bali ke-39, Denpasar.
Topeng diupacarai sebelum pentas di Pesta Kesenian Bali ke-39, Taman Budaya Denpasar.

Sidang ke-10 Komite Warisan Budaya Tak Benda UNESCO di Windhoek, Namibia, Afrika pada akhir Tahun 2015 telah menetapkan untuk memasukkan tiga golongan atau genre tari tradisi Bali dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda.

Ada sembilan tari dari tiga golongan tari tradisi Bali itu. Tari Rejang, Sanghyang Dedari, dan Baris Upacara digolongkan sebagai tarian sakral.

Tari Topeng Sidhakarya, Drama Tari Wayang Wong dan Drama Tari Gambuh digolongkan sebagai tarian semi sakral. Sedangkan Tari Legong Keraton, Joged Bumbung dan Barong Ket Kuntisraya digolongkan sebagai tarian hiburan.

Pengakuan tari itu seakan memberi semangat baru di bidang seni budaya bagi masyarakat Bali untuk memantapkan komitmen melakukan pembinaan dan pelestarian budaya secara berkelanjutan.

Pada Pesta Kesenian Bali ke-39 tahun ini, kesembilan tari itu menjadi sebuah ikon kebangaan yaitu khusus dikemas untuk mengawali parade sehingga mampu menyedot perhatian ribuan warga dan wisatawan.

Menurut pakar seni Prof Dr I Wayan Dibya, pengakuan oleh UNESCO itu merupakan sumber inspirasi seni dan tantangan ke depan bagi masyarakat Bali karena pengakuan itu bisa dicabut akibat ulah kita sendiri jika mengabaikannya.

Masyarakat Bali mendapat tantangan untuk menjaga kepercayaan dari UNESCO itu yaitu komitmen melestarikan seni tradisi agar tidak terpengaruh ke hal negatif namun justru memberi hal positif ke depannya.

“Ini sebuah kebanggaan, kesenian Bali berhasil masuk dalam daftar warisan budaya dunia sehingga ada perlindungan, dan juga kesenian kita dipromosikan ke seluruh dunia.”, kata Dibya.

Sejak awal digelar yaitu pada tahun 1978, Pesta Kesenian Bali tujuan utamanya adalah untuk melestarikan kesenian dan tradisi budaya dan memajukan pariwisata Bali.

Dalam Pesta Kesenian Bali ke-39 tahun 2017, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang hadir mewakili Presiden Joko Widodo saat membuka parade mengatakan bahwa Bali harus mampu menjadi inspirasi, bukan bagi Bali saja tetapi bagi daerah lain juga.

"Bali boleh maju, masyarakat Bali boleh semakin modern, tetapi tidak boleh meninggalkan jati dirinya akan adat istiadat, budaya dan keyakinan yang ada di Bali," katanya.

Pesta Kesenian Bali tahun 2017 berlangsung 10 Juni hingga 8 Juli dengan mengambil tema "Ulun Danu" yaitu pelestarian sumber air kehidupan. Kegiatan itu melibatkan sekitar 5.000 seniman dengan menampilkan berbagai kesenian dari 230 kelompok, 10 jenis parade dan 12 jenis lomba/ festival kesenian.

Selain itu sebanyak 216 peserta dari pengusaha industri kecil dan menengah juga ambil bagian dalam pameran berbagai jenis kerajinan.

Dari tahun ke tahun tim kesenian dari berbagai daerah di Indonesia sudah melirik kegiatan itu dengan ikut berpartisipasi. Bahkan kesenian dari negara lain pun memanfaatkannya untuk mempromosikan seni budaya mereka di Pulau Dewata.


Foto dan Teks: Nyoman Budhiana

Pewarta: Nyoman Budhiana | Editor:

Disiarkan: 01/07/2017 23:00