YANG TERLUNTA DI TANAH SENDIRI

Perkampungan 'internally displaced persons' (IDPs) atau pengungsi internal di kawasan Kuchigoro, Abuja, Nigeria.
Wanita didampingi anak-anak menyiapkan makan.
Anak-anak dalam sebuah pondok untuk memasak.
Salah satu kondisi dapur di kamp IDPs kawasan Kuchigoro, Abuja, Nigeria.
Ruang dalam sebuah pondok IDPs.
Pintu dan dinding tempat tinggal IDPs dengan bahan bangunan seadanya.
Anak bermain di kamp IDPs, kawasan Kuchigoro, Abuja, Nigeria.
Dinding sebuah pondokan di kamp IDPs.
Ibu menggendong anaknya di kamp IDPs, kawasan Kuchigoro, Abuja, Nigeria.
Perkampungan IDPs mulai terdesak oleh sejumlah tuan tanah yang membangun kawasan tersebut.

Pemberontakan gerakan ekstremis Boko Haram di kawasan timur laut Nigeria yang dimulai 2009 telah membawa maut pada tak kurang sepuluh ribu jiwa dan mengakibatkan setidaknya dua juta jiwa mengungsi, sebagian kecil yang beruntung kini telah dapat kembali ke kampung halamannya.

Mereka yang tidak beruntung harus hidup terlunta, menjadi pengungsi ke sejumlah negara tetangga, juga ke wilayah lain di Nigeria yang dinilai lebih aman.

Sebagian dari mereka, 13.481 warga menurut Internal Displacement Monitoring Centre/Mei 2016, terdampar di ibukota Nigeria, Abuja. Sebuah kota yang dibangun pada 1976, hasil dari masa keemasan minyak Nigeria.

Mereka disebut 'internally displaced persons' (IDPs) atau pengungsi internal dan menempati sejumlah titik kantung penampungan di balik megahnya bangunan-bangunan di Abuja. Salah satunya di sebuah kamp kawasan Kuchigoro, sekitar enam kilometer dari pusat kota menuju arah bandara.

Kamp tersebut ditinggali sekitar 1.500 jiwa dengan kondisi yang memprihatinkan. Ratusan di antaranya adalah anak-anak.

Bentuk bangunan untuk mereka tinggali tampak sangat rapuh. Rata-rata hanya menggunakan rangka kayu seadanya dengan dinding triplek, plastik, spanduk, hingga kantung semen bekas, beralaskan tanah.

Sebagian besar pondok itu tidak berjendela. Kumuh dan gelap. Sebagian membangun pondoknya dengan membagi ruang untuk tempat tidur dan ruang duduk. Dapur terletak di luar, untuk memasak dengan kayu bakar.

Mencari sesuap nasi bagi mereka bukanlah hal yang mudah di Abuja, karena sebelumnya pekerjaan sebagian besar mereka adalah bercocok tanam.

Sejumlah bantuan terus berdatangan untuk mereka. Seperti pembangunan saluran air bersih, listrik tenaga surya, makanan dan obat, pendidikan untuk anak serta bantuan lainnya.

Namun tahun demi tahun berlalu kondisi permukiman itu masih jauh untuk dikatakan layak untuk hidup, terlebih bagi anak-anak yang rentan terkena penyakit.

Hidup terus berjalan dan mereka tak henti berharap agar pemerintah dapat cepat menuntaskan konflik Boko Haram dan mereka dapat kembali ke kampung halaman mereka demi masa depan anak cucu mereka.


Foto dan Teks: Fanny Octavianus

Pewarta: Fanny Octavianus | Editor:

Disiarkan: 03/10/2017 03:00