MENYUCIKAN DIRI DI GARIS KHATULISTIWA

Taruna AAL tingkat III angkatan 64 mengikuti prosesi "mandi khatulistiwa" di geladak KRI Bima Suci ketika melintasi garis khatulistiwa di Perairan Indonesia.
Taruni AAL tingkat III angkatan 64 mengikuti prosesi "mandi khatulistiwa" di geladak KRI Bima Suci ketika melintasi garis khatulistiwa di Perairan Indonesia.
Taruna AAL tingkat III angkatan 64 mengikuti prosesi "mandi khatulistiwa" di geladak KRI Bima Suci ketika melintasi garis khatulistiwa di Perairan Indonesia.
Taruna AAL tingkat III angkatan 64 mengikuti prosesi "mandi khatulistiwa" di geladak KRI Bima Suci ketika melintasi garis khatulistiwa di Perairan Indonesia.
Komandan KRI Bima Suci Letkol Laut (P) Widiyatmoko Baruno Aji (kanan) menyirami Taruna AAL tingkat III angkatan 64 saat prosesi "mandi khatulistiwa" di geladak KRI Bima Suci ketika melintasi garis khatulistiwa di Perairan Indonesia.
Taruna AAL tingkat III angkatan 64 mengikuti prosesi "mandi khatulistiwa" di geladak KRI Bima Suci ketika melintasi garis khatulistiwa di Perairan Indonesia.
Pungawa Dewa Neptunus memberi "jamu khusus" kepada prajurit KRI Bima Suci saat "mandi khatulistiwa" di geladak KRI Bima Suci ketika melintasi garis khatulistiwa di Perairan Indonesia.
Punggawa Dewa Neptunus memasukkan kepala prajurit KRI Bima Suci ke dalam gentong saat "mandi khatulistiwa" di geladak KRI Bima Suci ketika melintasi garis khatulistiwa di Perairan Indonesia.
Seorang Taruni AAL tingkat III angkatan 64 mengikuti prosesi "mandi khatulistiwa" di geladak KRI Bima Suci ketika melintasi garis khatulistiwa di Perairan Indonesia.
Taruna AAL tingkat III angkatan 64 beserta prajurit KRI Bima Suci mengikuti prosesi "mandi khatulistiwa" di geladak KRI Bima Suci ketika melintasi garis khatulistiwa di Perairan Indonesia.
Dewa Neptunus didampingi Dewi Amfirite serta Kapten Devi Jones dan para punggawa memanggil nama prajurit KRI Bima Suci untuk mandi khatulistiwa di geladak KRI Bima Suci ketika melintasi garis khatulistiwa di Perairan Indonesia.
Taruna AAL tingkat III angkatan 64 beserta prajurit KRI Bima Suci mengikuti prosesi "mandi khatulistiwa" di geladak KRI Bima Suci ketika melintasi garis khatulistiwa di Perairan Indonesia.
Suasana "mandi khatulistiwa" di geladak KRI Bima Suci ketika melintasi garis khatulistiwa di Perairan Indonesia.
Suasana "mandi khatulistiwa" di geladak KRI Bima Suci ketika melintasi garis khatulistiwa di Perairan Indonesia.

“Bangun, bangun, bangun... ! Saatnya kalian menyucikan diri...!”, teriakan membahana dari sejumlah personel TNI AL pengawak KRI Bima Suci, saat membangunkan taruna Akademi Angkatan Laut (AAL) tingkat III angkatan 64 dan yang lain-lain, yang masih tertidur pulas. Laut sangat bersahabat saat itu. Angin berhembus kencang namun tidak sampai menghempas benda-benda yang ada di geladak kapal layar tiang tinggi kelas Bark, buatan Spanyol itu. Tepat pukul 22:00 waktu setempat saat kapal layar tiang tinggi berkelir putih dengan strip panjang berwarna biru itu melewati garis khatulistiwa pada koordinat 0 derajat Lintang Utara Lintang Selatan.

Beberapa prajurit dengan pakaian dinas harian mereka menuju geladak, begitu pun taruna tanpa terkecuali. Mereka diharuskan segera muncul ke geladak kapal dengan berbaris dan jalan jongkok serta merayap mengelilingi geladak kapal. Adegan-adegan dan babak-babak pembuka dimulai. Siraman demi siraman air laut di tengah gelap malam di laut yang seolah tak bertepi karena pekat malam itu membasahi mereka dengan selang yang dialiri air laut. Malam itu menjadi sangat berarti dan membanggakan bagi mereka yang mengikuti ritual mandi khatulistiwa itu dalam operasi penyeberangan Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Bima Suci menuju Indonesia dan Kartika Jala Krida (KJK) 2017.

Mandi khatulistiwa merupakan tradisi pelaut dunia jika melewati ekuator atau garis khatulistiwa. Kegiatan itu merupakan yang perdana dilakukan pengawak KRI Bima Suci baik perwira, bintara, tamtama, taruna, bahkan sipil jika ada. Sebanyak enam perwira, 219 taruna AAL dan puluhan pengawak kapal. Untuk melaksanakan pembaptisan itu, ada peran-peran yang harus dilakoni para personel TNI AL pengawak kapal. Ada yang berperan sebagai Dewa Neptunus (dewa penguasa samudera raya), Dewi Amfirite (permaisuri dari Dewa Neptunus), Kapten Davy Jones (sosok antagonis yang menagih janji Dewa Neptunus untuk membersihkan samudera dari orang orang darat yang masih kotor) dan para punggawa.

Saat pembaptisan pun dimulai, satu persatu nama mereka disebut dan kepala mereka dicelup ke dalam "air khusus" di dalam ember besar sebelum menghadap Dewa Neptunus untuk disucikan agar para pelaut muda yang mengikuti ritual itu suci dan diterima sebagai penghuni dasar lautan. "air khusus" itu lambang penyucian diri, dibuat dari berbagai jenis campuran yang tidak dapat dibayangkan calon-calon manusia yang dibaptis. Jika ini dilakukan memakai drum besar, maka satu hal penting yang harus dilakukan sebelum mereka dicelup ke dalam "air khusus" itu adalah: lubang telinga dan lubang hidung harus ditutup kapas agar "air khusus" itu tidak masuk. Jangan tanya baunya...

Usai prosesi pencelupan dilanjutkan dengan ritual minum "jamu khusus" yang bermakna air kehidupan agar para pelaut muda menjadi segar dan kuat. Diakhir prosesi dilanjutkan dengan pembagian sertifikat oleh Komandan Satuan Tugas Penyeberangan KRI Bima Suci dan KJK 2017, Letnan Kolonel Pelaut Widyatmoko Baruno Aji.

“Selamat. Jiwa kalian telah disucikan oleh Dewa Neptunus, karena untuk mengarungi samudera jiwanya harus bersih,” kata Baruno Aji sebelum membagikan sertifikat kepada mereka yang mengikuti mandi khatulistiwa itu. Sertifikat itu sangat sarat makna... ada nama mereka, dan juga nama baptis samudera, yang diambil dari nama rasi-rasi bintang, di antaranya Sabik, Pegasus dan Orion.


Foto dan Teks: Zabur Karuru

Pewarta: Zabur Karuru | Editor:

Disiarkan: 09/11/2017 16:00