Perginya Libreto Lapangan Hijau
Gembong kejahatan bertopeng badut itu kegirangan saat rangkaian bom yang dipasangnya meledak di sejumlah lokasi. Apalagi saat darah berceceran dan teriakan sakaratul maut gentayangan di penjuru kota Gotham. Begitulah gaya sang "Joker" yang begitu pas diperankan oleh bintang muda kelahiran Australia bernama Heath Ledger. Dalam sejarah Batman versi layar lebar, dia lah aktor yang paling sukses memerankan musuh bebuyutan Batman tersebut. Tak berlebihan jika Ledger lebih berwatak sebagai Joker ketimbang Jack Nicholson, Jim Carrey atau Danny deVito. Sayangnya saat beliung popularitas mulai berhembus kencang ke arahnya, Ledger tak kuasa mengelolanya. Ledger, pemuda berambut ikal yang sangat berbakat itu bahkan ditemukan tak bernyawa di apartemennya. Dia disinyalir tak mampu mengelola kesuksesan yang segera diraihnya, lalu memutuskan membunuh dirinya menenggak obat penenang dalam takaran yang sangat berlebihan. Tragedi yang diputuskannya sebelum secara de jure para juri Academy Awards mengganjarnya dengan penghargaan atas casting-nya dalam film Batman "Dark Knight" arahan Chris Nolan yang di pasar mendapat respons yang sangat luar biasa tersebut.
Dalam realita kehidupan, takdir tak selalu berjalan beriringan dengan damai. Belum sepekan, bintang sepakbola Inggris asal Wales, Gary Speed, menutup riwayat hidupnya dengan tragedi yang mengharu blantika sepakbola Inggris yang pekan ini suasana belasungkawanya kental terlihat di lapangan hijau. Bintang cemerlang itu pernah menjadi ikon Newcastle United, sebentar di Everton, Bolton Wanderers, sebelum menutup karirnya di Sheffield United. Speed menggantungkan sepatunya pada saat David Beckham masih berjaya dan menjadi ikon paling komersial dari sejarah sepakbola Inggris. Sesungguhnya dengan penampilan dan kualitas sepakbola, Speed pantas untuk menyandang itu semua. Tapi apa lacur, keberuntungan kadang-kadang memilih David Ginola dan Eric Cantona ke headline koran-koran mancanegara ketimbang dirinya. Pada saat dia memilih untuk mengakhiri hidupnya di simpul gantungan buatannya sendiri, Speed masih tercatat sebagai pelatih nasional Wales yang tak berhasil lolos ke kancah Eropa.
Kabar kematiannya yang sungguh tragis di Minggu siang pekan lalu itu menghenyakkan sabahat-sahabat baiknya, termasuk Craig Bellamy, Howard Wilkinson, dan Robbie Savage. Mantan pelatih yang pernah mengasuhnya macam David Moyes dan Sam Allardyce seperti tak percaya bahkan saat membaca namanya di headline media Inggris. "Tak ada alasan yang bisa membuatnya masuk akal" kata Savage. "Apalagi dia adalah pribadi jempolan yang berhati emas," kenang Wilkinson yang mengakui hanya pada diri Speed ada pengakuan yang layak ketika Wilkinson untuk pertama kalinya main untuk timnas Wales. "Semua pemain lain mencibir saya karena saya hanyalah pemain yang datang dari klub gurem bernama Crewe". Speed berusia 42 tahun saat kalender kematian merengut jiwanya.
Selang sepekan berikutnya, kabar tragis juga datang dari Sao Paolo, Brasil, Minggu. Kali ini tak tanggung-tanggung, dirigen alias kapten timnas celecao Brasil yang paling enak ditonton (1982 dan 1986), Socrates, tutup usai setelah tim medis Brasil tak sanggup menyelamatkan dirinya akibat keracunan makanan yang disantapnya bersama istri dan sahabat karibnya. Karena daya tahan tubuhnya belakangan menurun drastis (dia telah empat kali dilarikan ke UGD dalam setahun ini karena haemorrhag, penyakit usus akibat kegandrungannya menenggak alkohol) maka Socrates harus pergi, sementara istri dan sahabatnya berhasil diselamatkan. 57 tahun adalah usianya saat nyawa dia dinyatakan tak tertolong lagi. Dirigen timnas terbaik terbaik setelah era Pele tersebut dinyatakan pergi pada Minggu (4/12) pk.04.30 waktu Albert Einstein Israeli Hospital di Sao Paulo. Socrates adalah dokter medis yang memilih sepakbola sebagai karir semasa hidupnya dimana saat kejayaannya dia tak lupa merokok dan menenggak alkohol sebagai kebiasaan yang bertentangan dengan karakter olahraga.
Seperti umumnya alcoholist, Socrates dalam pernyataannya pada SporTV Brasil menyangkal kebiasaan buruknya itu, "Saya tak pernah nyandu alcohol, saya mengkonsumsinya hanya saat saya membutuhkan sahabat, coba liat sekarang, saya tak nagih saat saya memutuskan untuk meninggalkan miras dalam kehidupan saya". Tragedi Socrates adalah juga drama kehidupan yang dialami Garricha (jagoan timnas Brasil angkatan Pele yang sekarang masih segar bugar) serta juga jagoan Manchester United, George Best yang sangat kontroversial itu. Kebintangan Socrates yang luarbiasa elegan di lapangan adalah sesuai dengan nama filsuf yang direkatkan orang-tuanya kepadanya.
Setelah bergabung di timnas Brasil yang paling menghibur sepanjang sejarah World Cup setelah era Pele, dia kemudian memilih tetap bertahan di klub lokal Corinthians meskipun kemudian sempat merapat di Fiorentina serta menutup karirnya pada usia 50 tahun sebagai gelandang di klub gurem Inggris, Garforth Town. Socrates menyusul mentornya, Tele Santana pelatih timnas pada era yang paling cemerlang dari timnas Brasil, meskipun mereka gagal dalam meraih supremasi tertinggi dalam sepakbola dunia. Tahun 1982 dijegal Italia pada era Paolo Rossi, dan tahun 1986 disudahi Perancis yang kala itu dimotori Michel Platini.
Pekan-pekan ini, saat kita terhenyak atas perginya Speed dan Socrates, dua libreto (pelantun narasi dalam sebuah pertunjukan opera) yang menghibur. Bersama Falcao, Eder, Serginho, Zico, Luisinho dan Junior, timnas Brasil 1982 dan 1986 adalah simfoni sepakbola paling indah di dunia. Mereka adalah para penyihir yang bermain sepakbola demi kepuasan penonton, meskipun trofi kejayaan tak berhasil mereka raih. Ketika berita duka itu datang, sepakbola dunia sesungguhnya tengah terengah-engah tercekik dalam industri bisnis yang luarbiasa bergelimang dolar dan pundi-pundi emas. Tapi, jangan lupa diantaranya juga merebak bau busuk di seputar FIFA yang tak terhindarkan dari isu korupsi yang tengah membahas apakah Qatar masih pantas menjadi tuan rumah perhelatan World Cup nanti? Kasus korupsi yang dimaksud adalah skandal yang menyeruak sebagai buntut dari kasus mantan presiden AFC Mohammed Hamman yang memang berasal dari Qatar yang dinyatakan FIFA bermain uang utuk perebutan pemilihan presiden FIFA yang akhirnya dimenangkan Blatter. Dalam kenikmatan kita menyaksikan keindahan seni sepakbola dunia, bayang bayang industri seharusnya tak pernah luntur oleh hakaket asli sepakbola, seperti yang diperagakan sang libreto dan juga sang dirigen, Gary Speed dan Socrates. Mereka tetaplah simbol yang men-drive kehidupan kita tak hanya pada pengertian sepakbola dalam pengertian harfiah, namun juga pada semangat kebersamaan, memberikan yang terbaik bagi pencinta sepakbola yang semakin kehilangan rasa, aspirasi pada seni dan keindahan sepakbola yang padu dari orkestrasi sebelas atlet berbakat yang bermain demi satu tujuan. Membawa misi opera sportivitas, kreativitas, keindahan yang pada hakekatnya didedikasikan untuk men-drive kehidupan yang kelak menjadi sumbangsih bagi peradaban global kita.
oscar motuloh
kurator dan fotografer, serta penikmat sepakbola
(Foto: Reuters//Wilson Melo/Landov)
Pewarta: Oscar Motuloh | Editor:
Disiarkan: 06/12/2011 05:31