SATU TAHUN SUDAH
Tak sampai semenit gempa berkekuatan 5,9 skala Ricjter mengguncang Yogyakarta pada 27 Mei tahun lalu. Setahun berlalu, namun dampak peristiwa memilukan itu membekas dalam.
Ribuan jiwa melayang, puluhan ribu lagi terluka. Sementara tempat bernaung mereka rusak dan ambruk. Bantuan datang dari segala penjuru dengan berbagai macam bentuknya berusaha menerbitkan senyum para korban yang selamat.
Sebagian tersenyum. Sebagian lagi harus menghela nafas sabar. Hingga kini sejumlah masalah mengekor di balik goncangan besar itu. Ada penyakit fisik maupun trauma di jiwa para korban. Juga permasalahan rekonstruksi rumah tinggal yang belum selesai.
Bantuan papan yang merupakan kebutuhan primer ini menyangkut dana yang tidak sedikit sehingga sejumlah kepentingan merecoki prosesnya. Tak heran sebagian proyek bantuan harus mengundur waktu. Sejumlah korban juga mengeluhkan pemotongan dana rekonstruksi, bahkan ada pencoretan nama penerima bantuan yang sudah disosialisasikan, secara sepihak. Salah sasaran juga terjadi.
Runyamnya permasalahan birokrasi yang demikian sudah tidak lagi asing di Indonesia. Tidak sedikit oknum memanfaatkan kelemahan sistem pemberian bantuan yang ada. Akibatnya, masih terdapat ribuan kepala keluarga yang selama satu tahun ini bahkan harus tinggal di tenda atau rumah anyaman bambu dengan atap terpal.
Entah sampai kapan.
Foto & Teks: Fanny Octavianus
Pewarta: Fanny Octavianus | Editor:
Disiarkan: 27/08/2007 16:00