BENTENG IDENTITAS SUKU SAKAI RIAU
Siang hari di awal Januari 2016 lalu, ratusan warga Suku Sakai di desa Kusumbo Ampai, Riau meramaikan pesta adat yang digelar pada saat peresmian rumah adat yang baru. Mereka bersuka cita atas rampungnya rumah adat yang baru menggantikan yang lama yang sudah rusak berat, dengan bantuan perusahaan industri kehutanan APP-Sinar Mas Forestry yang wilayah kerjanya berbatasan dengan pemukiman Suku Sakai.
Sejumlah lelaki Sakai memperagakan pencak silat dan tarian perang dengan asesori selendang warna-warni dan lonceng kecil di tangan mereka. Pakaian tradisional Sakai berbahan kulit kayu yang selama ini tersimpan kembali digunakan dalam pesta adat sederhana itu.
Suku Sakai merupakan salah satu suku asli Riau yang menyebar di sejumlah kabupaten, yaitu Bengkalis, Kampar, Indragiri hulu, serta Siak yang totalnya ada 13 bathin. Permukiman terbanyak berada di Desa Kesumbo Ampai, yakni mencapai sekitar 300 kepala keluarga. Mereka termasuk suku Melayu Tua (proto Melayu) dengan garis keturunan erat dengan kerajaan Pagaruyung di Sumbar, sehingga banyak adat dan tradisi mereka identik dengan budaya Minangkabau.
Suku Sakai "dipaksa" kehilangan akar budayanya saat pemerintah Indonesia pada masa Orde Baru mulai memberikan izin usaha kepada perusahaan kehutanan. Hutan yang menjadi sumber hidup dan identitas mereka mulai dikapling-kapling untuk para pebisnis. Tradisi ladang berpindah Suku Sakai dicap merusak lingkungan, dan mereka dipaksa menempati rumah permanen bantuan Kementerian Sosial agar tidak lagi hidup nomaden.
Butuh waktu lama sampai akhirnya pemerintah mulai memahami kearifan lokal Suku Sakai, dan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sekitarnya mulai memberikan bantuan untuk memperbaiki kehidupan Suku Sakai. Meski begitu, Suku Sakai sudah terlanjur kehilangan identitas karena hutan adat, yang menjadi apotek hidup dan warisan bagi anak-cucu mereka, nyaris musnah.
Karena itu, rumah adat yang baru itu diharapkan bisa menjadi "benteng" terakhir bagi Suku Sakai. Rimbo adat seluas 300 hektare disekitar rumah adat itu akan terus dijaga dengan aturan adat yang keras.
Selain itu, rumah adat baru itu juga bisa mengukuhkan kembali identitas Suku Sakai, karena itu bangunan utama juga digunakan seperti museum yang berisikan peninggalan bersejarah Sakai tempo dulu. Tempat itu seakan bisa "bercerita" tentang sejarah nenek moyang Suku Sakai, dan perjuangan mereka yang menolak menjadi suku terpinggirkan.
Foto dan Teks: FB Anggoro
Pewarta: Fb Anggoro | Editor:
Disiarkan: 12/02/2016 12:00