SABIRA MENOLAK PUNAH DENGAN KELOLA SAMPAH
Seperti daerah-daerah lainnya di Indonesia, sampah juga menjadi permasalahan yang dihadapi masyarakat di Pulau Sabira, Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Setiap bulannya, sekitar 600 jiwa penduduk pulau paling utara di DKI Jakarta itu menghasilkan sampah 600-700 kilogram.
“Selama bertahun-tahun kami hanya menimbunnya di dalam tanah,†kata seorang warga Sabira, Agung. Alhasil, sekitar 20 persen dari pulau seluas 8,8 hektare itu merupakan timbunan sampah. Warga khawatir bila penimbunan ini terus dilakukan, sampah-sampah akan menutupi seluruh pulau.
Titik cerah atas permasalahan tersebut mulai muncul. Pada awal 2020 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai mengoperasikan Kapal Motor (KM) Samtama yang berfungsi mengangkut sampah dari Pulau Sabira ke tempat pembuangan akhir (TPA) di dataran Pulau Jawa.Â
Namun, upaya itu belum cukup. Sampah masih sering kali menumpuk di Pulau Sabira karena KM Samtama hanya datang selama sekali dalam satu bulan.
Oleh karena itu, mulai Februari 2020 masyarakat setempat dengan dukungan Suku Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kabupaten Kepulauan Seribu mendirikan Bank Sampah Sabira Bersih Gembira untuk lebih mengoptimalkan upaya mengurangi volume sampah. Sistem pengelolaan limbah ala bank sampah membuat kebiasaan menimbun limbah perlahan ditinggalkan masyarakat. Kini, masyarakat Sabira beralih ke kebiasaan memilah sampah organik dan bukan organik.
Dari hasil pemilahan itu, masyarakat Sabira pun mendapatkan manfaatnya. "Setiap tahun tiap nasabah mendapatkan Rp100.000-150.000 dari sampah plastik yang mereka setorkan," kata Agung yang juga menjadi pengurus Bank Sampah Sabira Bersih Gembira.
Sebagian sampah plastik yang disetorkan kepada bank sampah selanjutnya dijual ke pengepul di Jawa dan sebagian lainnya didaur ulang menjadi ecobrick atau hasil daur ulang sampah plastik yang dapat dimanfaatkan menjadi kursi atau meja.
Tak hanya itu, sampah organik rumah tangga warga pun juga diolah menjadi pupuk kompos yang dapat dimanfaatkan warga dalam bercocok tanam. Sebagian sampah organik lainnya, terutama sampah sisa dapur, juga mereka manfaatkan sebagai makanan ulat maggot. Ulat-ulat maggot atau larva lalat BSF (Black Soldier Fly) itu sendiri dimanfaatkan masyarakat setempat sebagai pakan ternak ayam.Â
Setelah adanya pengelolaan sampah yang lebih intensif tersebut kini jumlah sampah residu atau yang tidak bisa dimanfaatkan lagi semakin sedikit. Dari rata-rata 700 kilogram sampah yang diproduksi warga Sabira setiap bulan, sekitar 500 kilogram di antaranya bisa didaur ulang dan diambil manfaatnya.
"Pulau Sabira kini tampak lebih bersih dan asri," kata Ali, Ketua RW 03 Pulau Sabira. Semangat menjaga pulau untuk bersih dari sampah akan terus digelorakan demi kelangsungan masa depan generasi penerus maupun makhluk-makhluk hidup lainnya di ekosistem Pulau Sabira.
Foto dan Teks : Aditya Pradana Putra
Editor : Andika Wahyu
Pewarta: Aditya Pradana Putra | Editor:
Disiarkan: 07/12/2021 18:10