PARA PENJAGA TABUIK

Foto kolase pembuat Tabuik Pasa Azwar berpose bersama tabuik mini di rumah Tabuik Pariaman, Sumatera Barat (kanan) dan saat beraksi membuat Tabuik (kiri).
Foto kolase seorang pemain gendang tambua dari kelompok Tabuik Pasa Alfino Permana berpose di rumah Tabuik Pariaman, Sumatera Barat (kanan) dan saat beraksi pada perayaan Tabuik (kiri).
Foto kolase Tuo (Tetua) kelompok Tabuik Subarang, Sofyan Mursyid berpose di rumah Tabuik Pariaman, Sumatera Barat (kanan) dan saat mengawal perayaan Tabuik (kiri).


Festival Budaya Tabuik merupakan perayaan budaya tahunan di Kota Pariaman, Sumatera Barat, setiap bulan Muharram. Warga Pariaman sekitarnya menyebut bulan itu sebagai "Bulan Tabuik", bulan di mana sebagian besar perantau memilih untuk pulang kampung menyaksikan perhelatan kolosal paling ramai di provinsi itu.

Perayaan Tabuik diperkirakan muncul di Pariaman sekitar tahun 1826-1828 Masehi, untuk memperingati hari wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, Husain bin Ali yang tewas dalam perang Karbala. Pada tahun 1910 muncul kesepakatan antarnagari (desa) untuk menyesuaikan perayaan Tabuik dengan adat istiadat Minangkabau sehingga berkembang seperti yang ada saat ini.

Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, perayaan Tabuik tidak lagi secara rutin diselenggarakan. Bahkan pada tahun 1969 sampai 1980 sempat terhenti, salah satunya disebabkan adanya perkelahian massal yang mengganggu ketenteraman kota. Perayaan Tabuik kembali dihidupkan tahun 1980.

Kini, Tabuik digelar oleh dua nagari yakni Nagari Pasa dan Nagari Subarang. Pasa merupakan nama wilayah pasar yang berada di sisi selatan dari sungai yang membelah kota tersebut hingga ke tepian Pantai Gandoriah. Wilayah Pasa dianggap sebagai daerah asal muasal tradisi Tabuik. Sedangkan Tabuik Subarang berasal dari daerah Subarang (seberang), yaitu wilayah di sisi utara dari sungai atau daerah yang disebut sebagai Kampung Jawa.

Prosesi Tabuik biasanya digelar selama 10 hari, yakni mulai tanggal 1-10 Muharram. Namun, Tabuik yang kini sudah menjadi bagian kalender pariwisata daerah maka dilakukan berbagai penyesuaian salah satunya waktu pelaksanaan acara puncak. Dimulai pada 1 Muharram saat perayaan Tahun Baru Islam dan momen puncak Tabuik akan disesuaikan bertepatan pada hari Minggu, sehingga acapkali total pelaksanaannya bisa sampai dua minggu.

Prosesi ini terdiri dari 10 tahapan, yaitu mengambil tanah, menebang batang pisang, basalisiah, mataam, maradai, mengarak jari-jari, mengarak sorban, tabuik naik pangkek, hoyak tabuik, dan membuang tabuik ke laut.

Para pewaris keluarga Tabuik bertanggung jawab untuk tetap menjalankan dan menjaga tradisi turun-temurun tersebut. Mereka termasuk orang-orang yang memiliki peran penting dalam pelaksanaan Tabuik di Nagari Pasa dan Subarang.

Penjaga Tabuik terdiri dari pewaris keluarga Tabuik, Tetua Tabuik, Ninik Mamak (kelompok penghulu), pembuat Tabuik, dan Anak Tabuik,meliputi pengusung/penghoyak Tabuik serta pemain gendang tambua dan tasa.

Tuo (tetua) Tabuik merupakan pemimpin pelaksanaan seluruh prosesi Tabuik yang masing-masing ada baik di Pasa maupun Subarang. Tuo merupakan keluarga pewaris Tabuik turun temurun. Tuo Tabuik dan keturunannya turun langsung dalam prosesi mengambil tanah pada hari pertama atau bertepatan dengan 1 Muharram dengan mengenakan pakaian serba putih.

Sementara pada prosesi kedua, menebang batang pisang dilakukan oleh keturunan Dubalang (algojo/pendekar) Tabuik Pasa dan Subarang.

Pada prosesi-prosesi selanjutnya di dua nagari, akan diikuti oleh anak tabuik dan dikawal para tetua dan ninik mamak (penghulu). Hingga tahun berganti, mereka bertekad menjaga Tabuik agar tetap lestari.

Foto dan teks : Iggoy el Fitra
Editor : Puspa Perwitasari


Pewarta: Iggoy El Fitra | Editor:

Disiarkan: 12/09/2022 15:40