MEMAKNAI RAMADHAN DI DALAM KEGELAPAN

Santri tuna netra menunggu waktu Salat Dzuhur di Pesantren Tuna Netra Sam'An Darushudur, Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat
Santri tuna netra mendengarkan lantunan ayat suci Al Quran di Pesantren Tuna Netra Sam'An Darushudur, Cimenyan.
Santri tuna netra berjalan menuju masjid di Pesantren Tuna Netra Sam'An Darushudur.
Santri tuna netra berjalan menuju kamar di Pesantren Tuna Netra Sam'An Darushudur, Cimenyan.
Santri tuna netra berbincang dengan rekannya di Pesantren Tuna Netra Sam'An Darushudur.
Santriwati tuna netra menghafal ayat suci Al Quran braile di Pesantren Tuna Netra Sam'An Darushudur.
Santri tuna netra tertidur di Pesantren Tuna Netra Sam'An Darushudur.
Santriwati tuna netra mengikuti kajian Islam di Pesantren Tuna Netra Sam'An Darushudur, Cimenyan, Kabupaten Bandung.
Santriwati tuna netra membawa Al Quran braile di Pesantren Tuna Netra Sam'An Darushudur.
Potrait santri dengan latar belakang Asmaul Husna di Pesantren Tuna Netra Sam'An Darushudur.
Santri tuna netra menunggu waktu Salat Dzuhur di Pesantren Tuna Netra Sam'An Darushudur, Cimenyan, Kabupaten Bandung.
Santri membaca Al Quran braile saat mengikuti pesantren Ramadhan di Pesantren Tuna Netra Sam'An Darushudur, Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Lantunan ayat suci Al Quran menggema di setiap sudut Masjid Darushudur di Pesantren Tuna Netra Sam ’An, Sekegawir, Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Gemaan tersebut berasal dari suara santri-santri disabilitas netra yang dibekali dari mushaf Al Quran standar khusus menggunakan huruf braille.

Pesantren khusus ini didirikan sebagai salah satu gerakan pemberdayaan bagi penyandang tuna netra. Santi-santrinya berasal dari berbagai daerah di Sumatera, Jawa, hingga Kalimantan.

Pesantren Sam 'An yang telah berdiri sejak 2018, saat ini mengasuh 27 santri yang terdiri atas 19 santri laki-laki dan delapan santri perempuan. Santri-santri angkatan kelima tersebut tidak dipungut biaya sama sekali oleh pengurus pesantren.

Pendiri Pesantren Sam ‘An Ridwan Efendi mengatakan, Sam ‘An bermakna pendengaran yang kuat. Nama tersebut selaras dengan metode pembelajaran yang diterapkan kepada santri, yakni metode bunyi-bunyian.

Terdapat dua kelas di pesantren tersebut yakni kelas Mubalighin dan kelas Takhasus. Namun, selama bulan Ramadhan, para santri fokus pada hafalan Al Quran serta kajian ilmu keislaman.

Setiap santri wajib menyetorkan hafalan lima ayat per hari kepada pembimbingnya. Dalam waktu tiga tahun, mereka ditargetkan dapat menghafal 30 juz Al Quran dan lulus sebagai penghapal Al Quran.

Ramdan (23), santri asal Subang yang telah bermukim di Pesantren Sam’ An selama delapan bulan, mengaku tertarik untuk menimba ilmu di pesantren tersebut karena ingin berguna bagi sesama tuna netra di daerahnya.

“Banyak tuna netra di kampung yang masih belum bisa membaca Al Quran braile dan memiliki minat yang minim untuk belajar”, katanya.

Ramadhan tahun ini tentunya sangat istimewa bagi Ramdan karena ia dapat menghabiskan banyak waktu menghafal Al Quran bersama para santri tuna netra lainnya.

Ramdan ingin membuktikan kepada masyarakat bahwa tuna netra bisa setara dengan orang- orang yang dapat melihat.



Foto dan teks : Raisan Al Farisi
Editor : Fanny Octavianus

Pewarta: Raisan Al Farisi | Editor:

Disiarkan: 10/04/2023 23:40