Tenun ikat Kediri yang abadi

Pekerja menyambung benang saat proses pemintalan benang katun.
Perajin tenun di Kampung Tenun Ikat Bandar Kidul menyambung benang katun pada alat tenun bukan mesin (ATBM).
Sejumlah benang warna warni digantung saat proses pengeringan usai pencelupan cairan pewarna.
Pekerja melakukan pencelupan benang ke dalam cairan pewarna yang sebelumnya telah diikat sedemikian rupa.
Perajin menggambar pada palet benang saat proses desain motif tenun di Kampung Tenun Ikat Bandar Kidul Kediri.
Pelatihan pembuatan tas berbahan baku kain tenun ikat yang diselenggarakan pemerintah Kota Kediri.
Sejumlah sepatu berbahan kain tenun yang dapat digunakan dalam berbagai aktivitas.
Model membawa tas berbahan kain tenun ikat saat peragaan busana Doho Street Fashion.
Sejumlah model mengenakan busana tenun ikat khas Kediri pada kegiatan tahunan Dhoho Street Fashion di Gua Selomangleng.
Aparatur sipil negara (ASN) mengenakan kain tenun ikat di kawasan Balai Kota Kediri.

Suara musik elektronik memecah keheningan Gua Selomangleng, Kota Kediri saat gelaran tahunan Doho Street Fashion. Dari balik pepohonon sejumlah model berjalan bergantian mengenakan baju kekinian berbahan baku kain tenun ikat. Sementara di sudut yang lain beberapa alat tenun bukan mesin (ATBM) terpajang yang sebagian digunakan menenun. Doho Street Fashion ini merupakan upaya pemerintah daerah setempat mempromosikan tenun ikat khas Kediri.

Tenun ikat merupakan produk unggulan usaha mikro kecil menengah (UMKM) Kota Kediri. Salah satunya ada di Kelurahan Bandar Kidul dimana tenun dengan berbagai motif diproduksi. Sedikitnya terdapat 14 perajin dengan 10 merek di kawasan yang juga terkenal dengan nama Kampung Tenun Ikat Bandar Kidul. Tidak hanya menawarkan kain tenun ataupun produk pakain jadi, di tempat ini pengunjung dapat melihat langsung proses hingga mencoba menenun.

Pembuatan tenun ikat tradisional melalui proses panjang dan lama. Ada 14 tahapan, dimulai dari proses lungsi atau kenteng, pencelupan benang, pemintalan benang, skeer atau penggulungan benang, grayen (penyambungan benang), pemintalan benang putih sebagai dasar, reek (menata benang), desain motif melalui pengikatan, pencelupan, colet, pelepasan tali, mengurai benang, pemintalan benang pada palet dan proses tenun hingga menjadi kain.

Produksi kain tenun ikat di Kediri mengalami pasang surut dan pernah mencapai masa kejayaan pada tahun 1950-an ketika seorang pengusaha Tionghoa yang mampu mempekerjakan ratusan warga sekitar dengan produk sarung tenun.

Pada tahun 1985, kejayaan tenun ikat mengalami penurunan karena munculnya mesin tenun modern yang mampu memproduksi secara cepat dengan produk kain tenun pabrikan berharga lebih murah. Pada tahun 1965 terpaksa berhenti produksi karena pergolakan politik nasional. Kemudian para eks karyawan perusahaan tenun yang mayoritas tinggal di wilayah Bandar Kidul memulai usaha tenun dengan bekal keterampilan semasa menjadi buruh tenun dan menjadi keahlian turun temurun hingga sekarang.

Kini kampung tenun Bandar Kidul kembali mengeliat, tidak hanya sebatas memproduksi sarung. Berbagai produk turunan dari kain tenun ikat terlahir di sini, seperti busana dengan model kekinian lengkap dengan tas, syal, hingga sepatu tenun.

Pemerintah daerah setempat secara berkelanjutan melakukan pendampingan dan pelatihan-pelatihan untuk kemajuan produksi tanpa meninggalkan cara tradisional menggunakan ATBM. Seperti pelatihan pewarnaan, lomba desain motif tenun, pelatihan pembuatan tas dari kain tenun, hingga pada proses pemasaran.

Dukungan pemerintah terhadap perkembangan Kampung Tenun Bandar Kidul tidak hanya sampai di situ, melalui event tahunan Doho Street Fashion berupaya menampilkan produk turunan dari tenun ikat yang jauh dari kesan kuno. Desainer nasional ternama dilibatkan untuk merancang busana yang ditampilkan pada kegiatan tersebut. Peragaan busana tenun ikat juga dipadupadankan bersama wastra lainnya seperti dengan kain batik.

Tenun ikat menjadi busana wajib digunakan setiap hari kamis oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan sejumlah instansi swasta lainnya sebagai upaya menyerap produksi perajin tenun. Kini, tenun ikat tidak hanya identik dengan sarung tenun selera golongan tua. Tenun ikat telah menjelma menjadi busana prestisius yang bernilai tinggi dan anak-anak muda tidak malu lagi menggunakan tenun bahkan bangga memiliki dan mengkoleksi.
 

Foto dan teks: Prasetia Fauzani

Editor : Prasetyo Utomo

Pewarta: Prasetia Fauzani | Editor:

Disiarkan: 29/07/2024 20:55