Menenun asa di Bumi Flobamora
Di tengah hari yang sejuk, Regina Siki mengoperasikan alat tenun kayu miliknya di Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT). Helai demi helai benang ia tenun hingga hampir membentuk kain indah khas Bumi Flobamora itu.
Tak hanya menenun, Regina juga telah membuka usaha dagang sayuran di warung yang ia bangun sejak 2012. Sebelumnya, tak terpikirkan oleh Regina untuk mencari penghidupan di kampung halamannya. Karena pilihan lapangan kerja yang minim, angan menjadi TKI di Malaysia jamak terpikirkan oleh warga di Kefamenanu, termasuk Regina.
Rupanya janji gaji besar bekerja di Negeri Jiran hanya sebatas bualan para makelar tenaga kerja. Alih-alih meraup uang banyak, Regina justru mendapatkan perlakukan tidak manusiawi saat bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART). Gajinya pun dipotong banyak oleh majikan.
Kapok dengan pengalaman kelam itu, Regina akhirnya memutuskan pulang ke NTT. Ia mulai berusaha dengan membuka warung sayur bermodal sisa uang tabungan. Meski sempat tertatih, warung Regina pun perlahan terus meningkat omzetnya.
Sebelas tahun berlalu, kasih Tuhan menyapa Regina melalui program pemberdayaan eks korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan pekerja migran Indonesia (PMI) bermasalah dari Kementerian Sosial.
Dari program itu, Regina tak hanya mendapatkan pelatihan keterampilan, tetapi juga modal usaha sekitar Rp13 juta. "Dari uang itu saya manfaatkan untuk mengembangkan warung dan mewujudkan mimpi lama saya sebagai penenun kain," kata Regina.
Usaha kerasnya itu kini menuai senyum. Bahkan, dua anaknya bisa kuliah dari hasil warung dan menenun itu.
Setali tiga uang, Yohanis Nismeto juga membangun mimpinya kembali di Kupang setelah perjalanan delapan tahunnya bekerja di Malaysia berakhir di penjara. Pria 38 tahun itu sangat geram karena paspor serta visa kerjanya sudah lama kedaluwarsa tidak diperpanjang oleh agen penyalurnya. Padahal, itu adalah kewajiban agen sesuai perjanjian di surat kontrak kerja.
Pemerintah Indonesia akhirnya merangkul Yohanis usai bebas dari penjara Malaysia. Kementerian Sosial melalui Sentra Efata Kupang menjemput dan membawanya pulang ke Tanah Air.
Namun, ia tidak langsung pulang ke kampungnya di Amfoang, wilayah NTT yang berbatasan dengan Distrik Oekusi Ambeno, Timor Leste. Dia dibawa ke pusat rehabilitasi dan pelatihan Kemensos di Naibonat, Kabupaten Kupang.
Di tempat itu ia direhabilitasi dan dilatih keterampilan agar dapat bangkit setelah melalui masa kelam di Malaysia. Selama sebulan dia mendapat pelatihan pertanian, perbengkelan hingga peternakan.
Setelah mencoba belajar sejumlah bidang keterampilan, Yohanis akhirnya memutuskan memilih beternak ayam sebagai bidang usaha di kampungnya. Yohanis bermunajat agar kelak rencana peternakannya dapat sukses di Amfoang sehingga ia tidak perlu lagi merantau ke luar negeri untuk meraih pundi rezeki.
Sementara itu, Kementerian Sosial melalui Sentra Efata Kupang telah merehabilitasi 46 eks korban TPPO dan pekerja bermasalah asal NTT baik yang bekerja di dalam maupun luar negeri sejak 2023.
Ketua Kelompok Kerja Klaster Bencana Sentra Efata Kupang Muhammad Saibuddin mengatakan para penerima manfaat tersebut mendapatkan pendampingan selama setahun sejak mendapatkan bantuan modal. "Setiap tiga bulan sekali kami mengevaluasi perkembangan mereka," kata Muhammad.
Dengan pendidikan yang rendah ditambah tanpa punya ketrampilan khusus, eks buruh migran yang sudah pulang ke NTT ini berpotensi kembali merantau ke luar daerah. Sehingga, Muhammad berharap para penerima manfaat bantuan Kemensos dapat berhasil dan mandiri dengan ketrampilan baru yang mereka miliki.
Tak sekadar menenun asa, perjuangan para eks TPPO dan PMI bermasalah untuk kembali bangkit menjadi mandiri di kampung halaman juga menjadi bagian dari upaya membangun negeri ini.
Pewarta: Aditya Pradana Putra | Editor:
Disiarkan: 08/10/2024 12:40