Festival Cap Go Meh Singkawang menyatukan toleransi dan kebersamaan
Kota Seribu Kelenteng Kembali bergemuruh, gegap gempita lautan manusia memadati Kota Singkawang ketika Festival Cap Go Meh 2025 berlangsung.
Festival yang digelar 15 hari setelah Tahun Baru Imlek itu menampilkan tradisi unik berupa budaya Tionghoa dan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
Diawali pawai lampion yang meriah, kemudian ritual cuci jalan dipercaya sebagian masyarakat Tionghoa dapat membersihkan kota dari hal-hal buruk selama setahun ke depan, selanjutnya parade tatung dan ritual bakar naga di Kelenteng Kulor, kegiatan berlangsung selama tiga hari penuh.
Tatung bagian tak terpisahkan dalam perayaan Cap Go Meh, atraksinya sangat menarik perhatian pada festival yang telah menjadi agenda nasional pariwisata Indonesia itu.
Tatung dalam bahasa Hakka adalah orang yang dirasuki roh dewa atau leluhur, dan tidak semua orang bisa menjadi tatung, tetapi bila ditakdirkan maka baik tua, muda, pria dan wanita tidak bisa menolak.
Semerbak tajam harum dupa serta suara gong yang dipukul betalu-talu, menambah kesakralan tatung memainkan sejumlah senjata tajam dalam atraksinya.
Menurut Ketua Panitia Perayaan Imlek 2576 dan Festival Cap Go Meh 2025 Kota Singkawang, Bun Chin Thong, sebanyak 745 tatung dari berbagai daerah turut berpartisipasi.
"Pada puncak perayaan, masyarakat dan wisatawan tumpah ruah menyaksikan pawai tatung yang menjadi daya tarik utama festival," ujar Bun Chin Thong.
Festival Cap Go Meh Singkawang 2025 momentum penting selain mempromosikan tradisi dan budaya, sekaligus mempererat tali persaudaraan serta menjaga toleransi di tengah keberagaman.
Ritual bakar sembilan replika naga di Wihara Tri Dharma Sui Kheu Thai Pak Kung, memiliki makna yang sangat mendalam yaitu menyucikan dan mengusir energi negatif serta mengembalikan roh dari naga ke alamnya di langit, menjadi penutup rangkaian perayaan Cap Go Meh Singkawang.
Kesuksesan kegiatan tersebut menjadi bukti tradisi ini tidak hanya menjadi simbol spiritual bagi masyarakat Tionghoa, tetapi mampu menyatukan berbagai elemen masyarakat dalam semangat toleransi dan kebersamaan.
Foto & teks : Jessica Wuysang
Editor : Saptono
Pewarta: Jessica Wuysang | Editor:
Disiarkan: 28/02/2025 10:53