Cahaya harapan di balik keterbatasan

Irene (kiri) dan Tilo (kanan) menjajakan gorengan di Desa Oemasi, Kecamatan Nekamese, Kabupaten Kupang, NTT.
Suasana makan siang di rumah keluarga Irene, Desa Oemasi, Kecamatan Nekamese, Kabupaten Kupang, NTT.
Irene (kanan) menemani ibunya memasak di rumah neneknya di Desa Oemasi, Kecamatan Nekamese, Kabupaten Kupang, NTT.
Seragam sekolah rakyat sementara milik Irene digantung di Sentra Efata, Naibonat, Kabupaten Kupang, NTT.
Irene mencium ibunya sebelum berangkat menuju Sekolah Rakyat Menengah Pertama 19 Kupang, Kabupaten Kupang, NTT.
Potrait Irene (kedua kanan) bersama ibu dan kedua kakak laki-lakinya di rumahnya di Desa Oemasi, Kecamatan Nekamese, Kabupaten Kupang, NTT.
Potrait Irene mengenakan seragam sementaranya di Sekolah Rakyat Menengah Pertama 19 Kupang, Kabupaten Kupang, NTT.
Irene (depan) bersiap di asramanya sebelum berangkat menuju kelas Sekolah Rakyat Menengah Pertama 19 Kupang, Kabupaten Kupang, NTT.
Irene (kanan) bersiap di asramanya sebelum berangkat menuju kelas Sekolah Rakyat Menengah Pertama 19 Kupang, Kabupaten Kupang, NTT.
Irene (kanan) menyantap sarapan di ruang makan sebelum berangkat menuju kelas Sekolah Rakyat Menengah Pertama 19 Kupang, Kabupaten Kupang, NTT.
Irene memegang patung dan rosario yang dibawa dari rumahnya di asrama Sekolah Rakyat Menengah Pertama 19 Kupang, Kabupaten Kupang, NTT.
Irene (kiri) menyapa teman barunya saat hari pertama masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) di Sekolah Rakyat Menengah Pertama 19 Kupang, Kabupaten Kupang, NTT.
Irene (kiri) bermain bersama teman barunya di asrama Sekolah Rakyat Menengah Pertama 19 Kupang, Kabupaten Kupang, NTT.

“Mama, oto su datang (mobil sudah datang)…” teriakan Irene terseru dari mulutnya,

memecah keheningan sore yang hangat. Ia setengah berlari ke dalam rumah, matanya

bersinar, campuran antara semangat dan gugup. Mobil mini bus berwarna putih kini

terparkir di depan rumah, siap membawanya menempuh perjalanan baru dalam hidup:

menuntut ilmu di Sekolah Rakyat Menengah Pertama 19 Kupang.



Sebagai anak bungsu dari empat bersaudara, Irene tumbuh dalam pelukan hangat

ibunya dan ketiga kakaknya. Ayahnya telah lama pergi dari rumah sejak Irene menginjak usia dua tahun. Sejak saat itu, rumah mereka tak lagi mengenal suara dari sosok ayah. Hanya ada sosok ibu, Sisilia Tanenofunan, wanita setengah baya yang mengemban beban keluarga seorang diri.



Sisilia menjelma menjadi tiang terakhir yang menyangga rumah mereka. Mulai dari

menenun kain pesanan hingga menjual gorengan seperti pisang goreng, tempe goreng,

dan makao (bakwan) yang nantinya dijajakan keliling oleh Irene dan Tilo, saudara laki-

laki Irene yang berusia 15 tahun dengan menyusuri kampung demi membantu hidup

keluarga. Keadaan ini menjadi kesulitan bagi Sisilia untuk memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk biaya pendidikan anak-anaknya.





Sekarang, harapan datang perlahan. Pemerintah menghadirkan program Sekolah Rakyat, sebuah jalan terbuka bagi keluarga miskin di pelosok negeri untuk tetap bersekolah. Irene Patresia Monemnasi, gadis dari Desa Oemasi, Kecamatan Nekamese, Kabupaten Kupang, yang bercita cita menjadi biarawati itu adalah satu dari 100 anak terpilih yang berkesempatan melanjutkan pendidikannya di Sekolah Rakyat Menengah Pertama19 Kupang.

 



Sekolah Rakyat merupakan sekolah berasrama yang menyediakan pendidikan 100

persen gratis untuk jenjang SD, SMP, dan SMA. Seluruh biaya pendidikan, akomodasi,

dan kebutuhan dasar siswa ditanggung oleh negara.



Program ini menjadi bagian dari kebijakan afirmatif pemerintah di bawah

kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk memuliakankeluarga miskin dan memperluas akses pendidikan berkualitas bagi anak-anak dari kelompok ekonomi terendah.  Tujuan utama program ini untuk memutus rantai kemiskinan dan membuka masa depan yang lebih cerah bagi rakyat kecil.





Kementerian Sosial menyebut Sekolah Rakyat yang tengah berjalan yakni Sekolah

Rakyat rintisan yang pada akhir Juli 2025 ada di 100 titik, dengan jumlah siswa mencapai 9.755 orang, serta jumlah guru, tenaga pendidik, wali kelas, dan wali asrama mencapai 1.554 orang. Per 14 Juli 2025, ada 63 titik Sekolah Rakyat yang telah melaksanakan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), dengan berbagai kegiatan orientasi yang dilakukan mulai dari tes kesehatan, pengenalan kelas, ruang asrama, laboratorium, perpustakaan, hingga pemetaan bakat atau talent mapping siswa menggunakan teknologi akal imitasi (AI).





Sebanyak 37 Sekolah Rakyat yang lain akan mulai beroperasi sekitar akhir Juli 2025,

sehingga total ada 100 sekolah yang akan berjalan. Selanjutnya, Kemensos akan fokus

membangun Sekolah Rakyat permanen.

Sekolah rakyat hadir sebagai lentera harapan, memberi ruang bagi anak-anak miskin di

penjuru negeri untuk menjangkau pendidikan setinggi-tingginya. Melalui ilmu yang

diraih, mereka diharapkan mampu mengangkat derajat keluarga, menembus belenggu

kemiskinan, dan menapaki jalan kemuliaan.





Foto dan teks : Fauzan

Editor : Puspa Perwitasari



 

Pewarta: Fauzan | Editor:

Disiarkan: 01/09/2025 22:39