Gugurnya Tiga Singa

Legenda sepakbola Jerman yang disanjung dengan Sang Kaisar, Franz Beckenbauer, agak gusar melihat hasil akhir klasemen grup C yang mendudukkan kesebelasan "anak bawang". Paman Sam nangkring di pucuk pimpinan. "Mestinya Inggris dong yang ada di sana", ujar sang libero dengan ketus dalam suatu percakapan dengan pers. Komposisi itu akhirnya mempertemukan skuad muda negerinya sebagai juara grup D dengan salah satu musuh bebuyutannya, tim Inggris alias Tiga Singa, yang cuma bertengger sebagai runner-up grup C. "Suatu pertemuan yang terlalu prematur, mestinya tarung itu berlangsung dalam partai semifinal," komentarnya lagi.

Runner-up grup D, Ghana, akhirnya memastikan diri melaju ke babak perempat final setelah menyudahi perlawanan gigih AS, sang anak bawang - meskipun didukung mantan presiden AS Bill Clinton dan rocker gaek Mick Jagger dari tribun kehormatan - dengan skor 2-1 dalam laga yang membutuhkan perpanjangan waktu karena kedudukan seri 1-1 hingga 2 x 45 menit, di Royal Bafokeng Stadium, Rustenburg, Minggu dinihari. Satu-satunya wakil Afrika itu akan berhadapan dengan Uruguay yang sebelumnya menekuk wakil Asia, Korea Selatan, juga dengan skor 2-1 di Nelson Mandela Bay Stadium, Sabtu malam. Akankah Jerman mampu menyusul runner-up-nya, Ghana, malam ini di Free State Stadium, Bloemfontein, dengan merontokkan tim Tiga Singa?

Belakangan, Sang Kaisar termasuk yang paling lantang mengkritisi anak-anak asuhan Don Fabio yang penuh bintang kejora, tapi permainannya melempem macam mercon yang terendam di parit. Sebagai pemerhati dan tokoh sepakbola yang sangat dihormati publik Jerman, Franz kerap membuat kolom di media massa yang tidak melulu menelisik pola dan skema permainan sepakbola semata-mata . seperti yang juga dilakukan mantan pelatih Argentina Cesar Luis Menotti . tapi juga membicarakan perihal kehidupan yang sesungguhnya merupakan refleksi dari belantara sepakbola kita yang penuh misteri. Sepakbola adalah representasi masyarakat di manapun mereka berada.

Penampilan buruk Inggris sejak laga perdana mereka digelar tentu sangat menjengkelkan Franz. Kini apa yang dikuatirkannya, yakni perang yang prematur Jerman vs Inggris sudah pasti akan digelar di Free State Stadium, malam nanti. Sepakbola selalu menarik karena di sana ada misteri yang mengatur nasib. Perancang jadwal telah menentukannya lebih dahulu demi adilnya setiap laga dalam perhelatan seakbar Piala Dunia. Setelah semua persiapan rampung, barulah Dewi Fortuna gentayangan ikutan andil memastikan takdir setiap peserta. Karenanya, Franz tentu tak adil jika undian mengacu pada hasrat hatinya. Sebab bisa jadi tak ada wakil Afrika di perempat final.

Sebagai pendukung tulen sepakbola Jerman, Franz mungkin merasa berkepentingan untuk memotivasi Inggris agar jadi pemuncak grup C, dan dinihari tadi mestinya Ghana yang dibiarkan berkelahi dengan Tiga Singa sementara kesebelasan kesayangannya .cukup. berhadapan dengan AS. Sesungguhnya optimisme Franz adalah untuk melajukan jalan tim Panzer yang kini dilatih pria dandy mantan asisten pelatih Juergen Klinsmann bernama Joachim Loew yang sebelumnya tak begitu dikenal, apalagi saat masih menjadi pemain dia hanya tampil di kesebelasan divisi dua Jerman. Franz menaruh harapan besar pada kesebelasan Jerman yang multi-ras ini, juga karena usia mereka yang rata-rata masih muda.

Sang Kaisar sejak undian Piala Dunia digelar sesungguhnya melihat kemungkinan pertemuan dini itu. Dia memuji sambil mengolok-olok Inggris sesuka hatinya. Satu waktu Franz menyebutkan bahwa Inggris di bawah Capello pantas difavoritkan untuk menjuarai Piala Dunia Afrika Selatan ini. Acuannya tentu adalah jejak-rekam partai-partai persahabatan Inggris yang bagus. Namun ketika dia melihat penampilan perdana Inggris yang tanpa greget itu, dia mulai mengomentari bahwa skuad Capello ternyata tak memperagakan sepakbola Inggris kontemporer dimana klub-klub elitenya begitu disegani di Eropa. Kata Franz lagi, Capello berusaha menghidupkan gaya Inggris jadul yang dikenal sebagai kick'n rush.

Tiga Singa memang tampil puritan. Mereka seperti pesulap yang kehabisan keahlian. Tak ada kreasi, miskin improvisasi. Franz benar, Capello hanya mematut diri di bench dengan setelan jas desainer Inggris Paul Smith sambil mengamati anak-anaknya memainkan warisan tradisi sepakbola Inggris kick'n rush dengan sedikit gaya baru. Glen Johnson di kanan dan Ashley Cole di kiri adalah dua pemain yang ditugasi beban untuk sebanyak mungkin mengumpan ke gawang dengan umpan silang. Biarkan penyerang Inggris yang menggenapinya menjadi gol, jika Dewi Fortuna menginginkannya. Kesewotan Sang Kaisar barangkali juga berhubungan dengan romantika 44 tahun lalu ketika dia masih berusia 21 tahun.

Hari itu, 30 Juli 1966. Lokasinya di stadion keramat Inggris, Wembley Stadium. Franz adalah bakat baru yang cemerlang temuan Helmut Schoen yang delapan tahun kemudian sama-sama mereguk sukses, Schoen tetap sebagai arsitek dan Sang Kaisar sebagai kapten timnas. Frans adalah anggota termuda tim Panzer yang ketika itu masih bernama Republik Federasi Jerman alias Jerman Barat. Mereka baru saja menyanyikan lagu kebangsaan di lapangan hijau. Jerbar menantang tuan rumah Inggris yang diasuh oleh Alf Ramsey yang tersohor, salah satunya karena permainan kick'n rush itu. Sebentar lagi pertarungan akan tercatat sebagai salah satu partai yang final Piala Dunia yang menghebohkan.

Laga final yang sekaligus juga melahirkan dendam kesumat tak berujung di antara dua negara karena sejumlah keputusan kontroversial wasit Swiss Gottfried Dienst dan hakim garis Tofik Bakhramov. Selain permusuhan, Piala Dunia Inggris menjulangkan nama penyerang Geoff Hurst yang berhasil menyarangkan hat-trick ke gawang Jerbar. Helmut Haller memulai gol pada menit ke 12 babak pertama. Pertarungan menjadi sangat terbuka, Bobby Moore berhasil meneruskan operan kepada Hurst yang berhasil merobek jala Jerbar. Pada paruh terakhir babak kedua, tepatnya di menit 77, Martin Peters membuat Inggris memimpin sebelum disamakan oleh Wolfang Weber pada menit-menit terakhir laga. Kiper kawakan Inggris Gordon Banks murka karena menurut matanya, sebelum terjadinya gol, bola sempat menyentuh tangan Karl-Heinz Schnellinger. Wasit tak bergeming, skor tetap 2-2. Dan laga dilanjutkan dengan extra-time.

Pada babak perpanjangan waktu, Hurst melanjutkan kegemilangannya dengan mencetak gol keduanya. Gol yang kontroversial karena bola sesungguhnya belum melewati garis gawang namun wasit Dients mensahkannya, apalagi ketika hakim garis Bakhramov (Uni Soviet) meyakinkan bahwa bola telah melewati garis gawang. Pemain-pemain Jerbar merasa wasit telah merampok hak mereka. Dalam tayangan ulang di televisi, gol itu seharusnya dianulir karena bola memang belum melewati garis gawang Jerbar. Setelah Hurst menggenapi hat-tricknya, Jerbar menyerah dengan skor akhir 4-2. Wembley tentu saja meledak oleh tangis dan eforia keriaan. Inggris yang perkasa. Negara penemu sepakbola itu akhirnya meraih mimpinya.

Namun anak-anak Helmut Schoen sangatlah terpukul. Mereka telah berjuang habis-habisan dalam partai yang sesungguhnya menarik untuk ditonton namun berantakan oleh keputusan wasit yang dinilai menguntungkan pihak tuan rumah. Mereka nelangsa karena determinasi dan perjuangan saja ternyata tak cukup. Keperihan itu juga melanda Sang Kaisar dan sahabat-sahabat seangkatannya seperti Wolfgang Overath, gelandang elegan yang cerdas, dan Juergen Grabowski, penyerang setajam belati. Baru delapan tahun kemudian mereka berjaya. Helmut Schoen akhirnya meraih mimpinya memenangi Piala Dunia 1974 di tanah airnya, Jerman Barat, tepatnya di kota Munich. Saat itu Franz Beckenbauer telah menyandang ban kapten dan menjadi libero paling terkenal di seantero dunia.

Malam nanti Free State Stadium akan menjadi arena laga pembuktian sekaligus pelunasan dendam kesumat anak-anak Jerman. Franz pasti menghembuskan kembali di kuping Philip Lahm, perihal romantika perjuangan mereka melawan ketakadilan para penghakim di lapangan hijau Wembley Stadium tempo hari. Kendati secara individu tim Jerman masih di bawah para pentolan Inggris, namun Lahm (26) yang kali ini menjadi kapten termuda tim Jerman pasti akan berjuang secara kolektif dengan sejawat mudanya dengan harkat, determinasi, kepaduan, dan kepercayaan diri yang tinggi. Elemen yang belakangan tak lagi dimiliki Inggris dalam perhelatan ini. Hanya dengan itu mereka dapat membinasakan Tiga Singa yang pongah. Tak ada kata lain.

oscar motuloh
kurator Galeri Foto Jurnalistik Antara

(Ilustrasi: Dodo Karundeng)

Pewarta: Oscar Motuloh | Editor:

Disiarkan: 27/06/2010 19:38