"Showtime" Buat Matador

Untuk menjinakkan banteng, jangan pegang tanduknya. Gunakanlah gigimu untuk mengigitnya. Pepatah ini berlaku untuk matador Spanyol yang akan bertarung menjinakkan banteng. Intinya, untuk menjinakkan keganasan banteng, sentuhlah dengan perasaan dan jangan gunakan kekerasan, niscaya dia akan menyerah.

Bagi Spaniard, adu banteng atau corrida te torros bukan sekedar hiburan. Pertunjukan ini menunjukkan kebanggaan identitas yang membedakan mereka dengan bangsa lain di Eropa. Tradisi bullfighting melambangkan eksotisme, patroitisme, kejantanan dan semangat pantang menyerah. Permainan ini awalnya merupakan ritual pemujaan sekaligus pengorbanan kepada dewa perang Mirthas yang diperkenalkan bangsa Romawi ketika menguasai Semenanjung Iberia.

Banteng yang akan diadu berasal dari ras khusus dan hanya dibiakkan di peternakan pilihan, umumnya dari kawasan Andalusia. Banteng-banteng dari pesisir selatan Spanyol ini sangat tenar karena agresif, tahan lama di arena, bahkan kerap membuat matador terbunuh. Hanya banteng yang berumur tiga tahun (novilla) atau lebih dari tiga tahun (corrida) yang diizinkan berpentas di gelanggang plaza de torros. Warna, komposisi, dan struktur gelanggang sama, di mana pun lokasinya. Berbentuk bundar, dengan pasir berwarna kuning, dikelilingi tembok pembatas berwarna kemerahan, pintu masuk matador dan pengiringnya serta panggung khusus tempat pengawas pertunjukan.

Show dimulai menjelang senja saat matahari tidak terlalu menyengat. Ketika genderang dan terompet dibunyikan, penonton berdiri dan gemuruh tepuk tangan pun mengiringi iring-iringan tiga matador (torero) dan banderilleros (asisten matador) yang menggenakan topi montera dan setelan traje de luces (jas cahaya) berwarna emas yang flamboyan.

Pertarungan satu lawan satu antara banteng dan matador dimulai. Si matador berjalan pelan ke tengah arena, membekali diri dengan pedang runcing dan sebuah muleta (kain) merah. Sebenarnya banteng yang buta warna tidak akan mengenali warna muleta. Matador lalu mengelilingi arena, matador mengangkat topinya dengan anggun, lalu meletakkan topinya di tanah, mengibaskan lengannya sambil membungkuk dan bersiap.

Matador berdiam di satu tempat, dengan sikap berdiri yang kaku penuh gaya. Ia berkonsentrasi penuh terhadap gerakan banteng, sekecil apa pun. Lalu, muleta dikembangkan, untuk memancing emosi banteng.

Punggung matador melengkung. Matanya tajam memperhatikan gerak gerik banteng sambil memegang pedang tipis berujung silang tajam yang diarahkan lurus ke arah banteng. Saat banteng lengah, secepat kilat matador menusukkan pedang langsung ke jantungnya. Banteng pun roboh di antara matador yang mengelilinginya. Penonton berdiri, melambai-lambaikan tangan sambil berteriak-teriak.

Tercio de muerte (adegan utama) yang sebenarnya akan berlangsung di tempat lain. Tim matador lapangan hijau akan bertarung di plaza de torros stadion Moses Mabhida, Durban, untuk mencoba menjinakkan .pasukan banteng. dari ras Arya, Jerman. Banteng-banteng yang muda ini bukan hanya agresif tapi juga terkenal lincah dengan determinasi yang tinggi.

Kali ini matador harus fokus dan konsentrasi memperhatikan gerakan sang banteng. Ketika banteng menyerang, matador hanya perlu menggeser kakinya, berkelit dengan sangat tipis. Ketika banteng ada di sampingnya, ia perlu membalikkan badan untuk menghindari tanduk.

Lupakan bunyi genderang sejenak karena vuvuzela yang akan mengiringi partai semifinal itu. Tanggalkan muleta karena Jabulani yang akan mereka kibaskan. Tinggal selangkah lagi, Spanyol akan mengukir sejarah dengan bersanding di partai final untuk pertama kalinya di Piala Dunia. Syaratnya cuma satu, jinakkan Jerman

La Furia Roja harus berani tampil dengan ciri khas mereka. Provokasi bisa dilakukan dengan umpan pendek, cebo corto, dengan ritme cepat ditambah kombinasi one-two. Berharaplah Jerman hanyut dalam irama permainan, duet Xavi dan Iniesta di poros tengah hanya tinggal menari mengibaskan Jabulani ke jantung musuh. Xavi mengotaki permainan, lalu Iniesta yang memberikan roh. Ibarat torero dan banderillero, keduanya saling mengisi dan menciptakan peluang. Xavi adalah pemain yang bagus, tapi Iniesta membuatnya lebih baik. Iniesta tidak lengkap tanpa Xavi dan sebaliknya.

Awak media dan fans menyebut Iniesta "The Boy Choir". Nama itu menunjukkan sifatnya rendah hati dan sederhana. Dia memang pengecualian dimana rata-rata pemain sepakbola bersaing untuk perhatian pers.

Pelatih Jerman, Joachim Loew ikut memuji duet ini. "Spanyol tidak memiliki satu Messi. Mereka memiliki lebih dari satu Messi. Banyak pemain yang dapat memutuskan permainan. Lini tengah Spanyol merupakan pusat pergerakan yang dimotori Iniesta dan Xavi. Mereka harus dipadamkan," katanya.

Xavi dan Iniesta akan menjadi penentu sejarah tim matador. Combo maut ini menjadi kartu as untuk meredam keganasan Jerman. Torero akan meliuk-liuk mempermainkan banteng hingga lelah dan menyerah. It.s show time for Matador!



prasetyo utomo
Pewarta Foto Antara dan penikmat sepakbola

(Foto: Antara/Reuters/Brian Snyder)

Pewarta: Prasetyo Utomo | Editor:

Disiarkan: 07/07/2010 09:35