Bianglala Kebebasan

Jalan panjang masyarakat Singkawang menuju kemerdekaan jiwa yang menenteramkan masih belum mencapai ruas ujung. Arak-arakan alias parade budaya tatung keliling kota yang dilaksanakan untuk menghalau bala dan mengusir roh jahat akan kembali hadir pada perayaan Cap Go Meh tahun ini. Sebentuk perayaan rakyat yang menghadirkan antara lain asimilasi tatung dalam konten lokal dari suku bangsa Dayak dan etnik Melayu. Parade kebudayaan masyarakat Singkawang, yang pada era Orba adalah kegiatan terlarang, kembali memperoleh kebebasannya saat Gus Dur menjadi Presiden RI. Sesungguhnya konvoi para tatung itu merupakan simbol ritual fiesta Cap Go Meh, yang memuncaki peringatan Tahun Baru Imlek. Kegiatan agar kotamadya Singkawang terbebaskan dari roh jahat pada tahun kelinci logam nanti.

Perkumpulan budaya terbuka Liga Merah Putih bekerjasama dengan Panitia Cap Go Meh Singkawang menyadurkan fenomena kemerdekaan ritual ini dengan menggelar pameran foto Singkawang "Jade of Equator". Tajuk yang mencoba menegaskan keberadaan budaya masyarakat Singkawang sebagai suatu manikam kekayaan bangsa kita yang majemuk penuh ragam. Dari beraneka rupa manikam terserak itulah rangkaian permata bernama Indonesia terlahirkan. Republik yang janinnya terjadi dari bersatunya perbedaan-perbedaan budaya nusantara. Kegiatan pameran dan festival Singkawang tersebut di gelar di komunitas Salihara, Jakarta Selatan, setahun silam. Tema kebhinekaan negeri kita adalah landasan perhatian Liga Merah Putih yang terdiri dari Jay Subyakto, Yori Antar, Enrico Soekarno, Sigi Wimala, John Suryaatmadja, Julian Sihombing, Sjaiful Boen, Asfarinal St. Rumah Gadang, Oscar Motuloh dan Bina Bektiati.

Pada seri kedua kegiatan kebudayaan Liga Merah Putih dalam peringatan Hari Raya Imlek menyambut datangnya tahun kelinci pada tahun 2011 ini, fokusnya diarahkan pada jeruji-jeruji tersisa yang berserak di sejumlah belahan bumi yang lain. Mereka adalah warga Singkawang yang tersingkir dari tanah kelahiran mereka dan berpuluh tahun kemudian secara berkelompok hidup di desa pinggiran Guangdong dan Hongkong. Keberadaan mereka terekam oleh lensa fotografer John Suryaatmadja dan Sjaiful Boen, sementara Bina Bektiati yang merangkum sejumlah bahan dan wawancara yang terhimpun dari reportase perihal mereka. Orang-orang biasa yang mencintai tanah kelahirannya.

Kisah-kisah mereka tercuplik dalam pameran foto bertajuk MEMOAR ORANG-ORANG SINGKAWANG. Suatu kerjasama Galeri Foto Jurnalistik Antara dengan Liga Merah Putih serta Panitia Festival Budaya Cap Gomeh Singkawang 2011 meneruskan langkah selanjutnya. Di samping digelar untuk menyambut Tahun Baru Imlek, pameran foto MEMOAR ORANG-ORANG SINGKAWANG akan dilengkapi dengan suguhan tarian multi etnis Singkawang, atraksi para tatung dan juga festival kuliner Singkawang yang khas dan lezat. Badan jalan Antara, lorong-lorong gedung bersejarah bagi pers Indonesia, akan menjadi ajang simbol keragaman tersebut. Pergelaran musik bertajuk Blues4Freedom juga akan digelar menghadirkan Harry Pochang Blues United, Bonita and the hus Band, Rico and the Stones Apostles dan Skanking Circle mengusung "empat kemerdekaan" yang seharusnya menjadi hak setiap warga Indonesia yang wajib dilindungi oleh negara sesuai amanat gerakan Reformasi.

Pameran foto MEMOAR adalah semacam "soft-launching" yang juga merupakan cuplikan dari rencana penerbitan buku fotografi berjudul sama yang dijadwalkan peluncurannya tepat pada 20 Mei 2011 saat kita memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Kegiatan budaya ini akhirnya dipersembahkan bagi kebhinekaan Indonesia sekaligus meneruskan pemikiran mendiang Gus Dur (1940-2010) yang gigih memperjuangkan dan mengawal keberagaman dan perbedaan yang membuat Indonesia kokoh dan kreatif.

Oscar Motuloh
kurator pameran


Pewarta: Oscar Motuloh | Editor:

Disiarkan: 20/01/2011 14:50