Neraka Tak Jadi Mampir di Bernabeu

Berbeda dengan tarung El Clasico jilid 1 di Camp Nou yang terbuka dan menyajikan taktik serta seni permainan sepakbola berkelas yang menakjubkan, karenanya pantas dikenang sebagai salah satu laga terbaik sepanjang sejarah pertarungan kedua seteru abadi itu meskipun sarat suasana politisnya dan aroma etniknya, sequel Clasico jilid dua yang digelar di Estadio Bernabeu, Minggu dinihari tadi sungguh hambar, kurang determinasi dan tak perlu diingat sebagai partai klasik dua raksasa Spanyol yang selalu menyita perhatian penggila sepakbola sejagad. Akibat penuh gembar-gembor media.

Hasil seri 1-1 yang masing-masing dipetik dari eksekusi penalti akibat kesalahan pemain belakang el Clasico menggambarkan betapa partai itu jauh dari harapan sebagai tontonan bermutu yang sekaligus menghibur. Tempo dan determinasi tak setinggi jilid satu. Laga jilid 2 jelas penuh perhitungan, akibatnya dua kesebelasan, khususnya Real, bermain agak dalam dan hati-hati. Los Galacticos masih gentar atas kekalahan 0-5 tempo hari. Itu terlihat dari pergerakan pola penyerangan yang rendah semangat agresivitasnya. Karim Benzema, Angel di Maria dan maskot mereka CR7 malah bermain pada lapis kedua. Kehadiran Puyol yang di luar perkiraan juga agak membuyarkan pola serangan Real yang agaknya mudah terdeteksi sektor belakang Barca.

Seperti kebiasaan Pep, Azulgrana tetap turun dengan formasi 4-3-3. Untuk keamanan operasi sektor penyerangan sang maestro dengan riskan memaksakan bek poros Carles Puyol untuk masuk skuad meskipun dirinya belum sepenuhnya sembuh dari cedera. Keputusan Pep amatlah tepat karena Puyol berhasil menjadi jenderal pertahanan Barca meskipun hanya sampai menit ke 77. Setelah itu Puyol harus ditandu keluar lapangan karena cederanya kambuh lagi. Pertarungan yang sesungguhnya memang baru meningkat suhunya dipenghujung babak pertama. Gaya tiki-taka ala Barca memang mengharuskan mereka membangun permainan dengan menguasai bola selama mungkin. Babak pertama Barca menguasai 69 persen dan Real hanya 31 persen.

Gelandang Jerman keturunan Turki, Mezut Oezil, yang pegas sebagai gelandang modern, diserep Mou di bench. Adebayor yang kemudian masuk menggantikan Karim Benzema menjadi sebuah keniscayaan yang agak terlambat. Kehadiran Adebayor dan Oezil di babak kedua akhirnya berhasil membuat CR7, tepat pada menit 82:52, menyarangkan bola melalui tembakan penalti yang keras di pojok kanan gawang Victor Valdez yang bermain sangat baik dinihari itu. Sebelumnya neraka ganda nyaris mampir lagi di Bernabeu ketika David Villa yang berhasil merangsek depan ke gawang Iker Casillas dibekap dan dijatuhkan dengan sengaja oleh defender tangguh Raul Albiol. Wasit tak segan segera menunjuk titik penalti dan mengacungkan kartu merah ke arah Albiol. Di bench, Mou yang sejak menit pertama tampak begitu tegang segera berdiri seraya membentuk gestur khasnya ke arah pemimpin pertandingan. Lionel Messi menendang ke tengah, ke arah posisi Casillas yang sudah terlanjur berspekulasi melompat ke kiri. Barca unggul 1-0 tepat pada menit 52:02.

Neraka jilid dua tampaknya bakal melanda markas besar orang-orang Kastilia. Untung kelebihan materi, Barca malah menurunkan tempo mempermainkan bola berputar-putar dari utara-selatan ke timur-barat, sementara anak-anak Galacticos malah bermain agresif dan tampak sangat terlecut oleh gol itu. Melihat semangat anak-anak asuhnya, Mou mengambil keputusan yang tepat kendati terasa telat, memasukkan Oezil dan Adebayor. Sejak kehadiran mereka Bernabeu kembali jadi milik anak-anak Real. Agresivitas mereka disambut dukungan penonton yang membahana di stadion kebanggaan mereka. Sampai akhirnya gol itu datang dan Mou tampak begitu lega karena neraka paling tidak tak jadi mampir di Bernabeu. Sejauh ini dari seratus limapuluhan laga kandang di seluruh ajang, Mou baru merasakan sekali kekalahan justru oleh kesebelasan promosi Dijon beberapa waktu lalu.

Pertandingan berakhir setelah empat menit tambahan waktu berakhir dengan angka sama, anak-anak Barca tak terlihat kecewa. Pep hanya senyum-senyum saja. Hasil seri ini jelas fair bagi kedua pihak. CR7 yang begitu berambisi untuk menekuk Barca yang disebutnya sebagai "mereka bukan alien, mereka manusia seperti kita, karenanya bisa dikalahkan". Toh pembuktian yang sesungguhnya masih ada di dua ajang, Champions (2 kali) dan Copa del Rey (final). Yang jelas, hasil ini memperpanjang usia La Liga dan membuka kemungkinan bagi Mou untuk mengukir sejarah pribadi sebagai pelatih pertama yang meraih trofi Champions untuk tiga klub yang berbeda.

Above us only sky.

Oscar Motuloh
penikmat sepakbola dan kurator GFJA

Pewarta: Oscar Motuloh | Editor:

Disiarkan: 17/04/2011 17:32