Fajar Dekade Baru

Negara tercipta dari kota-kota dan penduduknya. Negeri kita merupakan bagian dari peradaban yang lahir dari kebudayaan. Janin kebudayaan ada karena manusia memiliki jiwa dan kecerdasan untuk mencipta karya. Kreativitas menjadi bentuk karena umat manusia memiliki imajinasi. Kebebasan berekspresi membuat mata berfungsi sebagai rambu-rambu analisis visual yang nantinya membuahkan karya fotografi.

IMATAJINASI, adalah tajuk pilihan peserta Workshop Angkatan XVII yang mereka kutipkan dari pendapat fotografer kondang asal California, Ralph Gibson yang mewacanakan perkawinan penglihatan dan imajinasi menjadi sebentuk frasa visual baru yang ditafsir kembali oleh anak-anak workshop Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) sebagai identitas angkatan XVII, dan sekaligus menjadi penanda pameran foto mereka. Gibson sendiri adalah salah satu fotografer kelas dunia yang sangat memperhatikan estetika yang kerap dimanfaatkannya sebagai metafora ataupun simbol-simbol dari subyek yang ternyata penuh makna dan juga gairah. Sejak perjalanan fotografinya pada 1961 sampai sekarang, Gibson hanya menggunakan kamera Leica dengan lensa tunggal, fix 35mm, dalam mencipta karya-karya yang dicuplik dari dunia realita sehari-hari. Konsisten, intim, imajinatif, dan cerdas itulah style yang mencuat dari Gibson.

Kehadiran pameran foto IMATAJINASI tahun ini menjadi istimewa karena bertepatan dengan 20 tahun GFJA mengabdi, yang jatuh pada 27 Desember 2012 mendatang. Momentum tersebut digunakan sebagai simbol progresif dari dapur kreativitas yang diusung pengelola GFJA untuk terus mengembangkan edukasi pers visual khususnya bagi generasi muda di tanah air. Sebentuk ideologi yang diusung sejak pameran foto pertama bertajuk KILAS BALIK ANTARA yang digelar di ruang pamer GFJA Pasar Baru, 27 Desember 1992. Pameran fotografi jurnalistik yang merupakan penanda resminya Museum dan GFJA, dan kompleks gedung bersejarah yang terletak di jalan Antara 57, 59, dan 61 itu lalu dinamai Graha Bhakti Antara. GFJA sendiri dibentuk sebagai institusi nirlaba yang bergerak di blantika edukasi dan apresiasi di bidang fotografi jurnalistik yang mengemban misi agar kawula muda nusantara berminat menjadi wartawan dengan menjadikan fotografi sebagai medium dan bahasa.

Sejak pendiriannya, program GFJA seolah terlahirkan untuk mengisi tanggung jawab menyebarkan pewartaan dalam semangat keberagaman seperti yang telah diperjuangkan dengan segenap jiwa-jiwa oleh para pendiri Kantor Berita Antara, Adam Malik, AM Sipahoetar, Pandoe Katriwigoena dan Soemanang Soeriowinoto. Menjadi lebih istimewa lagi, karena seluruh program dan kegiatan tersebut berlangsung hingga saat ini dan seterusnya di gedung tempat dipancarluaskannya Proklamasi Indonesia pada 17 Agustus 1945 ke seluruh penjuru dunia melalui perangkat Morse.

Meskipun dengan susah payah dan dengan segala keterbatasannya, GFJA dalam kiprahnya sepanjang dua dekade itu terus berupaya membangun komunitas fotografi yang egaliter, yang menghormati keberagaman pemikiran dan kebebasan berpendapat dalam mengekspresikan karya. Program dan kegiatan institusi nirlaba ini hidup sepenuhnya dari sebagian subsidi Kantor Berita Antara dan dukungan luar biasa dari para "volunteers" dan sahabat GFJA sejak berdirinya. Galeri foto jurnalistik satu-satunya di Asia Tenggara ini (versi majalah Photo Asia, 1995) juga didukung oleh sejumlah institusi yang memiliki kesamaan dalam misi dan falsafahnya.

GFJA juga menjalin kemitraan program diantaranya dengan DKJ, Salihara, Galeri Nasional, serta Yayasan Kelola. Tak ketinggalan bekerjasama di bidang program dengan pusat kebudayaan asing macam Goethe, Erasmus, CCF (sekarang IFI), Instituto Italiano serta sejumlah kantor berita asing dalam pertukaran program fotografi pilihan. Eksistensi GFJA juga sangat terdukung oleh kemitraan yang konsisten seperti yang terbina dalam Paperina Dwijaya yang sejauh dua dekade ini tak terputuskan secara konsisten mendukung publikasi GFJA hingga mencapai pada standar produksinya seperti yang sekarang. Dalam satu dekade belakangan ini produksi GFJA juga sangat terbantu dengan bantuan tulus dari Globe Digital Printing, Indonesia Printer, Jayakarta serta percetakan Harapan Prima. Dan tentunya simpati media partner baik cetak, online dan televise yang selalu setia meresensi dan memberitakan program dan produk GFJA pilihan mereka sehingga dikenal masyarakat.

Saat kita menyimak karya para fotografer muda yang terhimpun dalam IMATAJINASI ini, maka kita sesungguhnya melihat bayangan profesi kita pada cermin-cermin di dinding. Cermin yang merefleksikan bahwa generasi fotografi jurnalistik konvensional kita telah tiba di penghujung jalan secara teknologi. Dan simbol rejuvenasi fotografi jurnalistik Indonesia telah menemukan muara kreativitasnya untuk dikembangkan seluas-luasnya. Muara yang juga bisa dibaca sebagai oase di gurun nan tandus. Semacam shelter bagi siapapun yang menyimak dahsyatnya hibrida jurnalisme visual yang kita kenal sekarang sebagai jurnalisme multimedia. Sayangnya "human behind the gun" tak diturunkan dari langit, mereka harus terbentuk karakteristik pewartaannya dari institusi dan komunitas jurnalistik yang tepat.

oscar motuloh
kurator

Pewarta: Oscar Motuloh | Editor:

Disiarkan: 16/03/2012 17:13