Air Mata Bahagia dari Neraka
Stadion Metalist di Kharkiv membuka lembaran laganya dengan kejutan besar. Favorit juara yang juga finalis Piala Dunia 2010, Belanda, dihancurkan Denmark, tim yang paling tak dianggap di "Grup Neraka", alias grup B, oleh para pengamat sepakbola. Melalui gol tunggal di menit ke-24 dari sayap kiri, pemain lincah bertubuh gempal berusia 29 tahun, Michael Krohn-Dehli yang bermain untuk Brondby. Semua prediksi tumbang berantakan. Julukan "Dinamit" yang membuat Denmark meledak pada 1992 itu masih ada, bahkan sekarang sumbunya lebih pendek lagi.
Kekalahan itu membuat Arjan Robben, Robin Van Persie, Wesley Sneijder dan Rafael Van Der Vaart hanya dapat berjalan gontai dengan wajah tertunduk lesu di ujung peluit wasit Damir Skomina. Mereka mewakili derita Belanda. Kemenangan Denmark menjadikan persaingan di grup neraka ini makin mendidih. Bert Van Marwijk harus mengevaluasi taktik kunonya, yang meninggalkan "Totaal Voetbaal" padahal mereka memiliki talenta dan materi pemain yang amat mumpuni. Sayang jika kemampuan mereka hanya dimanfaatkan untuk memainkan strategi defensif, sambil melirik atraksi serangan balik yang sungguh suatu dekadensi bagi kesebelasan yang memiliki citra agresif, atraktif nan menghibur.
Apalagi di laga kedua, Jerman mampu mengatasi bombardir serangan Portugal dan mengalahkannya juga dengan skor 1-0 yang dicetak oleh ujung tombak andalan mereka, Mario Gomez di menit ke-72. Laga sesungguhnya kedua grup B ini belum sepenuhnya "tune-in" hingga menit ke 60. Serangan silih berganti membuahkan peluang yang rata-rata kandas di sektor belakang kedua kontestan. Jerman sendiri baru panas memasuki menit ke-70 saat Mats Hummels yang menjadi poros halang di depan Manuel Neuer mampu mengkoordinasi sektor berbahaya mereka. Kombinasi serangan tajam Jerman kemudian berbuah hasil setelah Gomez menanduk dengan terarah ke tiang jauh Rui Patricio yang tak mampu diselamatkannya.
Porto yang dipimpin kapten mereka yang flamboyan, Cristiano Ronaldo, nyaris tak beroleh kesempatan. Nasibnya mirip salah satu kiper terbaik dunia Petr Cech yang kebobolan empat gol dalam laga pertama saat Rusia menghancurkan timnya dengan mencolok 4-1. Jika sektor belakang Rep Ceska rapuh karena berani bermain terbuka, maka bek Jerman berhasil menutup gerakan Helder Postiga yang bermain sebagai striker dan menghentikan Luis Nani, sementara Jerome Boateng yang bermain cemerlang sukses menutup semua gerak Ronaldo. Bintang Real yang mampu mencetak 60 gol dari 55 laga klubnya itu tak berdaya, sehingga Porto tak mampu menyamakan kedudukan hingga peluit akhir dari Stephane Lannoy tertiupkan memenuhi cakrawala stadion yang disambut riuh membahana yel-yel pendukung Jerman yang kegirangan.
Di bench tampak penyemangat tim Portugal yang juga pelatih kontroversial, Jose Mourinho. Dia hanya tertegun menyaksikan laga yang melibatkan lima anak asuhnya yang saling baku hantam. Kelima pesepakbola itu menjadi pemain inti Real Madrid. Tiga di Porto (Cristiano Ronaldo, Fabio Coentrao dan Pepe) serta dua di Jerman (Sami Khedira dan Mesut Oezil). Kemenangan penting pada laga ini membuat Jerman memimpin klasemen bersama Denmark dengan masing-masing mencuri tiga poin. Belanda akan berhadapan dengan Belanda yang terluka (12 Juni dinihari) dan berupaya meredam dinamit Denmark pada penutup laga grup B (18 Juni, dinihari). Kondisi ini membuka seluasnya peluang keluar dari neraka jahanam sepakbola Piala Eropa kali ini.
Kekalahan tak terduga negeri kincir angin membuat mereka wajib memenangkan dua pertandingan sisa, melawan Jerman (12 Juni) dan Portugal (19 Juni, dinihari) nanti. Sama seperti kekalahan kontroversial legenda hidup Filipina, Manny Paquaio atas Tim Bradley (AS) yang tak diunggulkan di Grand Arena, Las Vegas, Minggu pagi, maka statistik boleh berpihak pada tim oranye yang sesungguhnya bermain di bawah form mereka. Statistik hanyalah alat ukur. Belanda menguasai 53 persen permainan, dan yang hebat, menciptakan 28 peluang. Namun, itu bukanlah jaminan kemenangan tanpa mencetak gol. Kekalahan di laga perdana Eropa ini mestinya menampar wajah Marwijk sendiri. Sejak menduduki posisi pelatih timnas dari tangan Marco Van Basten yang agresif, pelatih ortodoks ini mengubah jiwa permainan menyerang Belanda. Hukumnya sama dengan dalil Jose Mourinho, kemenangan adalah segalanya. Bukan permainan indah. Tapi kalah dengan permainan negatif di final Piala Dunia di Afsel lalu adalah aib yang lebih buruk lagi, sebab dia tak menyisakan sedikitpun kehormatan. Dalam sepakbola selalu ada penghormatan bagi tim yang menghargai seni sepakbola yang menghormati citarasa penggemarnya.
Meskipun gagal di final Piala Dunia 1974 dan 1978, Belanda tetap dikenang sebagai pionir sepakbola modern dengan memperkenalkan "Totaal Voetbaal" yang legendaris itu. Begitu juga dengan Brasil 1982 dan 1986 yang dicap sebagai sepakbola "sexy" sepanjang masa. Belanda tetap memainkan citranya saat menjadi kampiun Eropa pada 1988 dengan tridente terbaik Belanda Rijkaard, Gullit dan Van Basten. Kegagalan total di Piala Dunia lalu mestinya menjadi bahan evaluasi Marwijk untuk merevisi strategi kunonya yang memainkan pola serangan balik persis seperti gaya sepakbola tarkam di gang-gang jalanan kita. Padahal talenta pemain Belanda saat ini tak kalah dengan yang dipunyai tim asuhan Rinus Michels pada 1988.
Marwijk tak bisa menyebut kemenangan Denmark karena Dewi Fortuna nangkring di gawang tim Dinamit yang dikawal kiper nomor dua Stephan Andersen yang bermain sangat cemerlang malam itu. Belum lagi Daniel Agger (Liverpool) berhasil menjadi panglima di garis belakang Denmark yang bermain dengan semangat dan disiplin yang tinggi. Pelatih gaek Morten Olson menggunakan taktik yang tepat untuk meredam permainan kuno Marwijk. Sejak menit awal, Morten sengaja menguji kedisplinan sektor belakang dengan penguasaan bola yang terkontrol. Olson membiarkan anak-anak Denmark bertarung satu lawan satu seraya memperlambat tempo dengan nama-nama besar Belanda seperti Sneijder, Van Persie, Van Bommel dan Arjan Robben. Taktik itu membuat penjagaan wilayah Denmark terkontrol sehingga aliran bola meskipun jarang namun merepotkan pertahanan Belanda yang tak setangguh jika Joris Mathijsen (Malaga) tak cedera pada detik-detik akhir. Gol Krohn-Dehli adalah petaka bagi Belanda, begitu juga dengan tandukan Gomez yang memasung Portugal. Sepakbola telah memperlihatkan sisi seni dan hiburannya sejauh penampilan delapan tim yang telah memainkan perannya sejauh ini.
Malam ini arena akan mempertemukan dua kekuatan poros Eropa. Tak tanggung-tanggung, juara bertahan dan juga kampiun dunia Spanyol akan bertarung melawan tim Italia yang mewakili sepakbola gerendel apalagi dengan pelatih macam Cesare Prandelli, bekas pelatih klub Fiorentina yang cita rasanya tak jauh berbeda dengan Marwijk dan Dino Zoff mantan kiper timnas, yang memimpin tim gembok-nya memenangi Piala Dunia 1982.
Kita akan menyaksikan dua tipe tiki-taka yang khas Eropa Selatan. Yang satu meramunya menjadi variasi serangan frontal yang penuh magis, yang lainnya bertahan dengan gerendel tua bernama "cattenaccio". Kita juga akan menjadi saksi keagungan sepakbola dan siapa sesungguhnya dewa peracik malam ini. Masihkah Vicente del Bosque atau malah Prandelli yang mampu membunuh saat kita lengah? Atau malah mereka memilih tabir misterius dan membiarkan laga berakhir seri?
Karena kejuaraan masih panjang dan adegan sihir tak harus diumbar dalam semua pada laga pembukaan, sisanya masih harus dsimpan untuk menjadi senjata pamungkas pada saatnya nanti.
oscar motuloh
penikmat sepakbola
Foto: Pemain Jerman Bastian Schweinsteiger (kanan) menekel Helder Postiga dari Portugal dalam laga di Grup B Piala Eropa 2012 di Lviv (9/6). REUTERS/Thomas Bohlen
Pewarta: Oscar Motuloh | Editor:
Disiarkan: 10/06/2012 19:39