Kursi Panas Mark Hughes

Queens Park Rangers (QPR) memasuki Liga Primer Inggris (EPL) musim ini dengan harapan membuncah. Dengan skuad yang dimiliki sekarang, sang manajer yang baru, Mark Hughes, teramat yakin timnya mampu memperbaiki posisi mereka di klasemen setelah beberapa musim bercokol
di divisi satu.

Dengan gelontoran dana melimpah dari pemilik QPR Tony Fernandes, Mark Hughes digadang-gadang bakal mampu meningkatkan performa skuad-nya. Hughes didapuk menjadi manajer menggantikan posisi Neil Warnock yang dipecat karena gagal mengangkat posisi tim yang terus tenggelam di dasar klasemen. Hughes pun bergerak cepat dengan mendatangkan sepuluh 10 pemain anyar dengan nilai mendekati 200 juta pounds. Terbukti, sang manajer berhasil menggaet Julius Cesar, Park Ji Sung, Jose Bosingwa, Bobby Zamora dan beberapa pemain terbaik lainnya.

Bersama sang manajer anyar, tujuh laga sudah dilakoni QPR. Sayang, hasilnya masih jauh panggang dari api alias tidak beda jauh dengan raihan Warnock. Poin yang diperoleh cuma dua dari dua hasil seri dan lima kekalahan. Nasib QPR juga tak membaik dalam perebutan Piala Liga (Carling Cup). Meski sempat mengalahkan klub asal divisi satu Walsall FC dengan skor 3-0, langkahnya lalu terhenti saat takluk di tangan Reading 2-3.

Mendiami posisi paling bawah klasemen sementara EPL ternyata tak membuat Hughes panik. Meski belum pernah sekalipun memungut tiga poinn dari enam laga yang dilakoni klub asal kota London barat ini, Hughes tetap yakin bahwa dirinya masih bisa menyelamatkan The Hoops dari dasar jurang klasemen. Sekedar catatan, QPR musim lalu menutup musim di posisi 17.

Hughes mengatakan kekalahan beruntun jelas membuat pihaknya kecewa, meski sebenarnya mereka pantas mendapatkan hasil positif. Di beberapa pertandingan sebelumnya, kualitas tim ini terlihat begitu bagus. Musim lalu, QPR mengalami masa sulit namun tetap bisa bertahan. "Cidera pemain adalah salah satu kisah kelam ini, namun klub ini harus segera bangkit," kata pelatih yang musim lalu menukangi Fulham, seperti dikutip skysport.com.

Menghadapi kondisi ini, asisten pelatih QPR Mark Bowen mengaku pihaknya tidak dapat menjelaskan mengapa klubnya mengawali kompetisi
musim 2012/13 ini dengan sangat buruk. Sungguh konyol melihat klub dengan kualitas yang kami miliki berada di dasar klasemen, kata Bowen.

Menurut striker Bobby Zamora, para pemain perlu waktu untuk beradaptasi satu sama lain, apalagi di musim ini QPR mendatangkan banyak pemain berkelas dengan nilai transfer lumayan mahal. "Di klub, normalnya Anda mulai beradaptasi dengan pemain baru ketika mereka datang dengan jumlah satu atau dua orang, tapi bukan dengan 12 pemain secara bersamaan," ujarnya.

Lima kekalahan yang dialami QPR adalah hasil terburuk yang didapat Mark Hughes. Ia dinilai gagal mengangkat performa tim, sehingga isu pemecatan dirinya dari kursi manajer mulai berembus. Kursi Hughes disebut-sebut akan diambil alih mantan pelatih Tottenham Hotspur, Harry Redknapp. Namun sang pemilik klub masih menjamin Hughes masih akan tetap berada di Loftus Road.

Tony Fernandes, konglomerat negeri jiran Malaysia, sejak Agustus 2011 memang memegang kendali penuh atas QPR dengan menguasai 66 persen saham Bernie Ecclestone, yang juga pemegang Formula One Management.

Namun beredar kabar pula bahwa sang pemilik memberi tenggat hingga akhir tahun kepada eks-pemain Manchester United itu untuk memperbaiki performa tim. Jika QPR masih berada di zona degradasi, maka surat pemecatan akan diterima Mark Hughes di akhir tahun ini.

Manajemen melihat Hughes sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas performa buruk QPR. Jika performa buruk ini terus berlanjut, bukan tak mungkin QPR akan terdegradasi kembali ke divisi satu. Surat kabar lokal London Evening Standard melansir bahwa Tony Fernandes sudah bertemu empat-mata dengan Hughes.

Menilik sejarahnya, Queens Park Rangers dibentuk pada 1882 di London Barat. QPR dulunya merupakan pecahan dua tim dari kota itu, yakni
St. Jude's dan Christchurch Rangers. Nama QPR terpilih karena sebagian besar pemainnya berasal dari daerah Queen's Park di barat laut London. Stadion kebanggaannya adalah Loftus Road yang digunakan sejak 1917. QPR juga pemegang rekor sebagai klub sepakbola Inggris yang paling nomaden, yakni bermain di 20 stadion berbeda.

QPR mencetak sejarah pada tahun 1966/67 saat menjuarai Piala Liga setelah mengalahkan West Bromich Albion 3-2 di stadion Wembley, sehingga pada musim 1968/69 mereka bisa tampil di kasta tertinggi liga sepakbola Inggris. Salah satu pemain lagenda QPR saat itu adalah mantan pelatih timnas Inggris, Terry Venables, sebelum hijrah ke White Hart Line Stadium, kandang The Spurs.

Ternyata masa keemasan klub biru-putih itu cuma sekilas saja. Empat musim QPR kembali menghuni divisi dua liga Inggris. Namun manajer saat itu, Dave Sexton, berhasil membawa QPR menuju prestasi tertinggi di liga hingga kini, yakni peringkat dua divisi satu pada musim 1975/76. Sexton juga sempat membawa QPR ke semifinal Piala Liga dan perempatfinal Piala UEFA. Namun sepeninggal Sexton pada 1977, QPR kembali terjerembab ke divisi dua pada 1979.

Saat masih berada di divisi dua pada 1982, QPR lolos ke final Piala FA untuk pertama dan terakhir kali dalam sejarah mereka hingga saat ini, dan kemudian menjadi juara divisi dua di musim berikutnya 1982/83 untuk kembali ke Divisi Satu. Venables akhirnya hijrah ke Barcelona setelah QPR sukses duduk di posisi kelima dan lolos ke Piala UEFA pada musim berikutnya. QPR yang pernah dua kali berkunjung ke Indonesia menjadi bagian dari tim-tim yang berlaga di musim perdana era liga primer Inggris pada 1992/93, dan merupakan lima tim terbaik asal kota London.

Kursi yang diduduki Mark Hughes tampaknya akan semakin panas, karena akhir pekan ini QPR akan menjamu tim asal Liverpool, Everton. Hughes harus terus memutar otak karena dua tekanan siap enghimpitnya. Pertama, memecahkan rekor tak pernah menang dan kedua, isu soal akan didepaknya dari Loftus Road.

Kemana arah tujuan QPR? Sepertinya mereka tak tahu arah jalan. Padahal manajemen klub sudah membekali dengan pemain-pemain berbakat dan pelatih hebat. QPR harus mengevaluasi kembali arah tujuannya. Jalan memang terjal dan tak mulus. Namun keinginan bisa menjadi klub terhormat dan kembali menapaki arah tujuan adalah suatu keharusan, meski buat Hughes ini tugas maha berat.

Imung Murtiyoso
penikmat liga primer Inggris

Foto: Reuters/Dylan Martinez

Pewarta: Imung Murtiyoso | Editor:

Disiarkan: 16/10/2012 15:16