Humor Gelap yang Garing

Memanfaatkan liburan hari kemerdekaan AS 4 Juli, Walt Disney Production merilis satu film non-animasi andalannya yang telah lama digadang-gadang sebagai suatu sajian keren setelah serial "Pirates of Caribbean" yang sukses secara komersial dan menjadi salah satu merek dagang produksinya. Diedarkan dengan rating bagi remaja ke atas, "The Lone Ranger", kisah wild west daur-ulang yang diproduksi dengan biaya lebih dari 200 juta dolar AS itu ternyata bukanlah film hiburan yang menghanyutkan. Secara subyektif malah jauh dari hasrat penonton.

Dengan durasi 149 menit, sinema sarat efek-khusus arahan Gore Verbinski ini gagal mengikuti jejak petualangan kapten senewen Jack Sparrow yang juga dibintangi Johnny Depp. Efek-khusus untuk adegan yang juga daur-ulang serta banjir darah yang tak perlu menambah panjang daftar humor garing yang terbuang percuma padahal produksi Lone Ranger ditangani oleh Jerry Bruckheimer, produser spesialis film box office.

Sesungguhnya film dengan pengarah fotografi (DoP) senior kelahiran Montenegro, Bojan Bazelli, dalam penggarapan artistiknya cukup meyakinkan dan mampu membangun sebentuk tontonan, namun adegan aksi berkuda sambil jumpalitan ala sinema John Woo di atas kereta api bukanlah pakem yang mendebarkan lagi karena jagoan kung-fu Chen Lung pun sepuluh tahun silam pernah melakukannya tanpa efek-khusus segala. Bazelli bukanlah Dariusz Wolski yang amat sukses mengarahkan artistik dan kamera dalam serial "Pirates".

Intisari dari seni produksi film, yakni membangun cerita dalam drama seni peran dan karakter yang matang, juga tak terbangun pada film recycle ini. Drama suka-duka persahabatan dua suku bangsa yang sama-sama ingin menegakkan hukum tak maksimal mencuat ke permukaan. Bahkan karakter slebor Keith Richard, gitaris Rolling Stones dalam keseharian yang dicontek Johnny Depp dalam serial Pirates, ikutan terbawa-bawa dalam karakter Tonto, partner sang pahlawan bertopeng di film ini.

Di tangga box office, "Lone Ranger" digilas oleh film animasi keluarga "Despicable Me 2" (sutradara Pierre Coffin dan Chris Renaud dengan pengisi suara Steve Carell dan Benjamin Bratt) yang Rabu (11/7) ini, menurut pengawasan IMDB.com, terus meraup keuntungan (83,5 juta dolar AS dalam pasar domestik, sementara secara global meraup 142,1 juta dolar AS hanya dalam lima hari pada pekan pertama, catatan ini menggusur rekor film animasi yang dipegang "Toy Story 3", pada tahun 2010, sebesar 141 juta dolar AS), meninggalkan John Reid (29,4 juta dolar AS secara domestik, global hanya 48,8 juta dolar AS) yang tengah berdebat kusir soal martabat manusia dengan Tonto, tokoh nomer dua versi orisinil, tapi oleh Verbinski diposisikan lebih tinggi dari John Reid dengan pertimbangan komersialisasi nama Depp.

John Reid alias Lone Ranger kali ini perannya sengaja diparkir sebagai pelengkap penderita, apalagi Armie Hammer yang memerankannya adalah aktor baru yang harus beradu akting dengan Depp yang meskipun belum meraih Oscar namun punya reputasi bagus di blantika film-film box-office internasional apalagi dalam arahan sutradara Tim Burton. Para pengamat memperkirakan Lone Ranger bakal menjadi salah satu peringkat atas dalam kategori film flop tahun ini.

Hammer yang jangkung adalah cucu seorang filoantropis dan industrialis kaya raya berdarah Yahudi-Rusia. Penampilannya yang naïf sebagai seorang ranger dadakan karena kakak kandungnya, Danny, serta beberapa ranger kawakan lainnya terbunuh dalam suatu jebakan yang dirancang gerombolan bandit pimpinan Bart Cavendish, sesungguhnya cukup menolong aktingnya. Dalam scene itulah John bersua dengan seorang Indian Comanche yang nyentrik, Tonto namanya. Mereka secara unik saling berkenalan dan bertekad menjadi pembela kebenaran.

Pada saat yang sama untuk pertama kalinya John Reid mulai mengenakan topeng hitam dan berkolaborasi dengan kuda putih bersih yang konon adalah kuda spiritual orang-orang Comanche. Mereka adalah penguasa kawasan yang sebentar lagi bakal berantakan komunitasnya karena pengusaha kereta api bernama Cole akan merintis jalur baru yang sesungguhnya dibangun untuk merambah tambang perak yang menjulang di perbukitan-perbukitan batu curam di kawasan Utah. Secara singkat, akting Hammer hanya mengingatkan kita pada imaji yang diperankan komedian Brendan Fraser dalam serial "Mummy", atau bahkan dalam "George of the Jungle" dan "Air Wave".

Kehadiran duo satria pembela kebenaran itu menimbulkan banyak kekonyolan. Saat film serial televisi "Lone Ranger" mengudara di AS, pada awal 1950-an, film itu menjadi identik dengan pemerannya, Calyton Moore. Dalam perjalanannya (1947-1957), jaringan televisi ABC sebagai produsernya berhasil merampungkan 221 episode yang sangat diminati pemirsa. Tonto yang diperankan oleh actor AS berdarah Indian, Jay Silverheel, benar-benar menjadi tokoh sampingan di balik dominasi John Reid, sang pahlawan bertopeng yang menunggang kuda jantan cerdas berwarna putih bernama Silver.

Saat itu diskriminasi ras masih menggelantung di sejumlah kawasan AS dan mendiang presiden Franklin Delano Roosevelt menjadi pemimpin yang sangat berhasrat menuntaskan ideologi perbedaan ras tersebut. Lone Ranger sesungguhnya juga mengemban misi rekonsiliasi ras yang saat daur-ulangnya dibuat lagi pada 2013 saat Barack Obama telah mencatatkan dirinya sebagai presiden kulit hitam pertama di AS. Meskipun bangsa Indian masih terus bergulat untuk kelangsungan hidup suku mereka, namun setidaknya isu ras menjadi semakin terpadukan dalam Lone Ranger.

Dalam kondisi dimana AS tak lagi menjadi satu-satunya poros kekuatan dunia, maka "Lone Ranger" tampaknya perlu dirilis tepat pada liburan hari Kemerdekaan AS, 4 Juli. Saat dimana Lone Ranger sempat berjaya sebelum dibekap oleh tokoh-tokoh animasi berwarna kulit kuning, sekuel dari Despicable Me 2. Kehadiran duo sentral ditambah Silver yang juga menyita karakter, maka lengkaplah karakter protagonis "Lone Ranger" berlandaskan pada karakter mereka bertiga. Mirip dengan keberadaan Kapten Haddock, Tintin dan anjingnya yang cerdas dan lucu Snowy. Atau Jack Sparrow, Will Turner (Orlando Bloom) dan Elizabeth Swann (Keira Knightley), putri gubernur Jenderal Karibia yang dicintai Turner namun juga selalu membuat hati Sparrow dag-dig-dug setiap perjumpaan. Setidaknya begitulah yang tergambarkan dalam edisi pertama serial petualangan "Pirates of Carribean: The Curse of Black Pearl" (2003) yang sukses di pasar sehingga muncul 2 sekuel berikutnya, tetap dengan sutradara Verbinski ("Dead Man’s Chest", 2006 dan "At World’s End" 2007, sekuel terakhir, "Strangers Tight" diarahkan oleh sutradara Rob Marshall, 2011).

Mari lupakan persaingan memburu pundi-pundi dolar bagi "Lone Ranger". Kita kembali ke laptop. Meskipun gagal membangun drama dalam adegan demi adegan, namun Verbinski telah memilihkan lokasi menakjubkan untuk mencitrakan wild-west. Syuting berlangsung di Taman Suku Navajo Lembah Monument di Utah yang berbatasan dengan kawasan serupa di Arizona. Bukit-bukit menjulang vertikal itu segera menghantar kita pada suasana wild-west yang menjadi citra prairi para koboi yang selalu berkonflik dengan orang-orang Indian. Di lokasi itulah sutradara western terbesar AS John Ford (1894-1973) untuk pertama kalinya mengabadikan lokasi tersebut sebagai pencitraan dunia wild-west-nya bangsa AS. Bersama dengan anak emasnya, tokoh western legendaris, John Wayne, sekitar empat karya Ford mengeksplorasi lokasi ini sebagai latar saujana sinematografi film-filmnya.

Ford mungkin terinspirasi dari foto-foto panorama kawasan tersebut yang dipotret oleh etnologis dan fotografer spesialis Indian, Edward S Curtis (1868-1952), yang tak hanya memotret saujana, namun juga masyarakat pribumi, Indian Amerika yang berdomisili di kawasan itu.

Dengan durasi nyaris dua setengah jam, maka penceritaan asal-usul Satria Bertopeng sepertinya menjadi tak perlu dengan memunculkan adegan dialog konyol antar-masa berulang-ulang yang melibatkan seorang bocah berpakaian Lone Ranger dengan Tonto tua yang telah menjadi artefak hidup museum peradaban di suatu kawasan di belahan Barat AS. Pembicaraan yang bertele-tele di antara scene-scene utama film membuat Lone Ranger kehilangan pegangan. Apalagi kejenakaan yang ditimbulkan oleh kelakuan dua jagoan berlainan ras tersebut tak menjadi bahan komedi kehidupan sesuai jaman. Slapstick bermunculan di sana sini, padahal Tonto bukanlah tokoh slebor macam Sparrow. Yang parah mereka bercanda di tepian telaga dimana mayat-mayat orang Comanche bergelimpangan hanyut menjadi cairan sejarah kebinasaan suku mereka. Belum lagi Verbanski memasukkan satu tokoh hitam berseragam tentara federal yang perangainya dibuat mirip Jenderal George Custer (Barry Pepper), sang pembantai Indian yang dalam sejarah dinyatakan tewas dalam pertempuran Little Big Horn.

Kondisi kebanalan film tersebut sepertinya akan menggenapkan ramalan para kritikus bahwa produksi ini bakal masuk dalam catatan sejarah film box-office yang flop. "Lone Ranger", tampaknya akan sendirian berjalan ke dalam gang ketenaran film-film flop macam "Christopher Columbus: the Discovery" (1992, John Glen), "Cutthroat Island" (Renny Harlin, 1995), "Conan the Barbarian" (2012, Marcus Nispel), "John Carter" (2012, Andrew Stanton), dan bukan tak mungkin mengalahkan rajanya, "Waterworld "(1995, Kevin Reynolds, dengan bintang utama merangkap produser, Kevin Costner!).

Kali ini, mungkin Tonto dengan dandanan yang terinspirasi dari lukisan Indian "I am a Crow” karya Kirby Sattler, bakal dengan tengil membiarkan John Reid menjejak "Hall Flop of Fame” itu sendirian. Sementara Johnny Depp yang dipatok sebagai biang box-office untuk film ini mungkin harus ikhlas untuk mengikuti langkah Tom Cruise yang mulai pudar kharismanya. Sebab begitulah dunia hiburan macam Hollywood. Seperti Cavendish akan dengan mudah mencampakkan para "ranger”nya sendiri, seraya mengelus-elus jago barunya.

oscar motuloh
kurator dan penikmat film

Foto: Poster film "The Lone Ranger" (sumber: Wikipedia)

Pewarta: Oscar Motuloh | Editor:

Disiarkan: 12/07/2013 18:45