Biografi Bercandaan Abdel
King Funny. Demikian julukan yang diberikan kepada Abdel Achrian oleh pembawa acara dalam suatu acara kompetisi "stand up comedy" di sebuah stasiun televisi. Abdel juga menjadi juri dalam acara itu. Julukan itu tentu berkat kemampuan Abdel menjadikan berbagai hal menjadi lucu, yang acap diperagakannya pada awal acara tersebut. Bagi dia, semua akan lucu pada waktunya.
Abdel memang telah menjadi komedian sejati. Bahkan pentas dakwah yang dibawakan Mamah Dedeh di sebuah stasiun televisi juga menjadi lahan komedi buat Abdel, yang menjadi pendamping Mamah dalam acara itu.
Pasangan Temon dalam serial televisi Abdel dan Temon itu rupanya memang terus berada dalam jalur komedi sejak masa kuliah di Universitas Indonesia. Dia memulainya di Radio SK. Jalur yang dipakai juga oleh trio komedian Warkop DKI dan grup lawak Bagito.
Abdel mengaku kemampuannya melucu boleh jadi karena bakat yang diturunkan oleh ayahnya, Daan Ahliddar Casyim. Bahkan sang ayah dianggap sedang melucu ketika memberi nama pada anak-anaknya dengan nama yang tidak biasa. Bolehlah disebut, nama yang diberikan kepada anak-anaknya itu sebagai plesetan.
Abdel itu plesetan dari Abdul. Di mana-mana nama yang umum itu, kan, Abdul, kata Abdel. Nama dua kakaknya juga plesetan. Si sulung namanya bukan Beni, tapi Ben, tanpa "i". Yang nomor dua namanya bukan Aries, tapi Eries. Adalagi saudaranya yang bernama Retta, bukan Rita.
Nama saudaranya yang sama dengan nama yang dipakai orang lain cuma Mei. Tapi anehnya, dia lahir bulan Agustus.
Tapi bukan Abdel dan ayahnya saja yang lucu. Ada juga cerita lucu di tengah keharuan cerita tentang sang ibu, yang oleh anak-anaknya dipanggil Mamih.
Menurut Abdel, suatu kali Mamih yang punya segudang penyakit, termasuk penyakit diabetes, mengeluhkan matanya yang tidak bisa melihat. Semua hitam. Sehingga anak-anak yang sudah berkumpul di kamar Mamih cuma hening. Abdel mengaku tidak sanggup menengok ke wajah Mamih.
Kemudian tibalah Iyoen, anak kedua yang datang terlambat. Mamih juga mengeluhkan hal yang sama kepada Iyoen bahwa dia tidak bisa melihat. Dan menurut Abdel, suasana kamar itu ketika itu pun makin sunyi.
Namun Iyoen tiba-tiba justru tertawa. Yah Mami, gimana gak gelap, lah Mami dari tadi merem....begitu kira-kira ceritanya.
Begitulah. Keluarga Abdel rupanya sering bercanda. Sehingga buku tentang keluarga mereka juga merupakan kumpulan cerita-cerita lucu tentang anak beranak yang besar di daerah Pisangan Lama, Jakarta Timur itu.
Buku itu berjudul "Keluarga Berencanda". Pasti plesetan dari program pemerintah di zaman Orba: Keluarga Berencana. Cuma nambah satu huruf "d".
Buku itu diterbitkan bulan Oktober oleh penerbit Pinggir dan dijual secara paksa oleh kakaknya Abdel, yang namanya Eries Adlin, mantan wartawan koran Bisnis Indonesia.
Beruntung, Eries punya komunitas anak-anak Panchong alias kawan-kawan nongkrongnya semasa SMP dan SMA, yang sudah paham kelakuan dia sebagai ahli "palak". Sehingga bukunya laku banyak sebelum dijual di toko buku. Hehehe. Belum ada pengumuman, akankah buku ini dijual di toko buku.
Komunitas Panchong itu juga banyak diceritakan dalam buku keluarganya Abdel ini, karena kebetulan Abdel juga termasuk anak Panchong.
Walau buku itu memakai judul "bercanda", sebenarnya bukan melulu berisi candaan semacam buku "Mati Ketawa Ala...". Ini bisa juga disebut buku biografi keluarga yang ditampilkan dengan gaya unik. Gaya bercanda. Boleh jadi karena yang menulis adalah seorang komedian, yang kebetulan keluarganya suka bercanda dan kawan-kawannya juga penuh canda.
Disebut unik, karena kumpulan cerita-cerita pendek itu akhirnya bisa memberikan sebagian gambaran kehidupan keluarga besar Abdel. Potongan-potongan cerita itu juga memberikan gambaran asal-muasal Abdel dan keluarganya, sebagaimana pesan yang biasa disampaikan sebuah biografi.
Sebagai buku biografi keluarga, Abdel leluasa bercerita tentang sejumlah tante dan oomnya. Dia juga bercerita tentang kawan-kawan SMP dan SMA-nya, yang kebanyakan anak SMP 74 dan SMA 31 Jakarta, juga SMP 7, SMP 97, SMP 92, SMP 99, SMA 36, dan SMA 21. Yaitu, anak-anak Panchong, sebuah kios di pinggir Terminal Rawamangun.
Pada bagian lain, cerita dalam buku "bercanda" itu tidak selalu lucu. Juga haru. Jika naskah itu adalah tampilan Abdel di panggung, ceritanya bukan selalu membuat penonton tertawa pecah, tapi juga koor halus "oooo..", sebagai tanda haru dan simpati.
Cerita yang membuat haru dan simpati itu misalnya ketika Abdel menempel tulisan Eries tentang kegiatan reuni anak Panchong yang tidak sekadar kumpul kangen, tapi juga mengumpulkan sumbangan untuk sejumlah kawan.
Juga ketika Eries bercerita tentang menghilangnya Babeh, sang pemilik warung Panchong, dan diduga telah meninggal. Atau cerita tentang meninggalnya istri kedua Babeh, yang jadi pewaris warung Panchong sepeninggal Babeh.
Cerita anak Panchong tampaknya juga sebagai ajang pengumuman bahwa anak-anak nongkrong bukan sekadar anak-anak brengsek yang cuma bisa minum-minum. Anak-anak nongkrong juga anak-anak biasa yang bisa sukses, seperti suksesnya anak-anak Panchong menjadi orang.
Buku ini semakin tampil sebagai biografi dengan cara lain ketika ada juga kisah gelap Abdel yang diceritakan dengan jujur. Kisah kelam si anak paling pintar di keluarga yang juga paling menyulitkan ayah ibunya.
Sapto HP
pewarta Antara
Pewarta: Sapto Hp | Editor:
Disiarkan: 18/12/2017 13:13