KALA 18.10 WITA
Ibu Pertiwi kembali berduka. Gempa bumi berkekuatan 7,4 pada skala richter (SR) yang disusul dengan gelombang tsunami dan likuifaksi meluluhlantakkan Kota Palu, Donggala, dan Sigi di Sulawesi Tengah.
Tiga daerah yang berada di wilayah pesisir itu porak poranda. Tak terhitung jumlah bangunan sarana umum, perkantoran, permukiman, yang rata dengan tanah. Sebagian di antaranya bahkan hilang ditelan bumi. Jembatan Kuning yang menjadi ikon dan primadona pariwisata Kota Palu, runtuh.
Lebih dari 2.000 orang dinyatakan tewas. Entah berapa banyak yang hilang tertimbun reruntuhan bangunan dan tanah? Tidak kurang dari 60.000 jiwa mengungsi ke lokasi yang aman di sekitar daerah tempat mereka tinggal. Sementara sekitar 8.000 lebih orang mengungsi meninggalkan kampung halaman menuju provinsi lain.
Duka merebak. Ratapan pilu mereka yang kehilangan terdengar dari balik keheningan puing kehancuran kota.
Tangis penyintas membahana ke seantero Nusantara, bahkan seluruh penjuru dunia. Satu per satu uluran tangan berdatangan, baik perorangan, organisasi, instansi, swasta, dan banyak lagi lainnya. Bahu membahu para penolong melakukan apa yang bisa dikerjakan untuk meringankan duka korban, dan mencoba menyalakan kembali semangat para penyintas yang padam ketika Sang Kala berhenti berdetak pada pukul 18.10 Wita 28 September 2018.
Foto: Muhammad Adimaja
Teks: Ismar Patrizki
Editor: Ismar Patrizki
Pewarta: Muhammad Adimaja | Editor:
Disiarkan: 18/10/2018 16:00