AROMA KOPI RAKYAT BANYUWANGI
Aroma wangi menyebar ke seluruh jalan di desa Gombengsari, Banyuwangi. Bunyi sangrai dan tumbukan biji kopi terdengar seperti lantunan nada. Tampak seorang perempuan paruh baya menumbuk biji kopi dengan sangat telaten.
Menurut petani yang juga pemilik merek kopi Kahyangan, Sahnawi, perkebunan ini telah dikelola secara turun-temurun dan telah berumur 40-50 tahun. Bahkan semua pekarangan rumah-rumah ditumbuhi pohon kopi yang rindang dengan tinggi sekitar satu hingga dua meter.
Luas perkebunan kopi rakyat di kawasan Gombengsari sekitar 853 hektar yang terletak di dataran tinggi dengan bentuk tanah berbukit di ketinggian 400-600 meter di atas permukaan laut (mdpl) yang menyebabkan daerah tersebut menjadi penghasil kopi robusta dengan kualitas terbaik.
"Pengelolaan kebun dan produksi kopi di kampung ini sudah bertahun-tahun lamanya dari kakek nenek saya dulu", ujar Sahnawi.
Dalam menjalankan produksinya Sahnawi turut dibantu ibunya, Jumaira, yang berumur 100 tahun, serta anaknya Rizki. Mereka meneruskan tradisi pembuatan kopi yang menghasilkan kopi bercita rasa tersendiri.
Kopi Gombengsari memiliki ciri aroma khas buah kelapa dan cara memasaknya yang berbeda yaitu menyangrai dengan kuali tanah liat dan menumbuk biji kopi dengan kayu hingga jadi bubuk.
"Kopi di sini asli tanpa campuran, di sekeliling perkebunan kopi banyak pohon kelapa, mungkin juga itu yang menyebabkan ada aroma kelapanya", ujar Sahnawi.
Selain kopi yang dipanen dari memetik, warga juga memanen kopi luwak yang dihasilkan secara alami atau liar. Kopi luwak dijual dengan harga 500 ribu per kilonya dan kopi lanang 200 ribu per kilo.
Saat ini Sahnawi secara mandiri anak-anaknya dan pemuda setempat untuk meneruskan dan mencintai kopi dengan mengajarkannya memasak, mengemas dan menjual secara daring serta membuka edukasi wisata proses dan pengolahan kopi untuk wisatawan dalam dan luar negeri.
Teks dan foto : M Agung Rajasa
Editor : Fanny Octavianus
Pewarta: M Agung Rajasa | Editor:
Disiarkan: 05/12/2018 11:20