KETIKA KEBAKARAN ANCAM KEBERADAAN PARU-PARU MANUSIA DAN DUNIA
Asap membubung tinggi dari titik kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di sejumlah lokasi di Pulau Kalimantan. Pulau yang disebut Borneo pada zaman kolonial tersebut merupakan pulau terbesar ketiga di dunia, di mana hutan tropis berada sebagai salah satu paru-paru dunia.
Api pun tak luput membakar pepohonan beserta keanekaragaman hayati yang ada di taman nasional yang merupakan kawasan pelestarian alam dengan ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.
Berdasarkan studi terbaru dari 12 peneliti asal Universitas Harvard dan Columbia, Amerika Serikat, yang dipublikasikan di jurnal Environmental Research Letters (2016) menyebutkan pada kurun waktu bulan September-Oktober 2015, ada sedikitnya 90 ribu kasus kematian di Indonesia akibat kabut asap Karhutla dengan kerugian mencapai Rp221 triliun berdasarkan riset Bank Dunia.
Di tahun 2019 ini bencana Karhutla pun kembali terjadi dengan jumlah titik panas paling banyak sejak kebakaran tahun 2015. Hal tersebut terjadi akibat pola cuaca El Nino yang memperburuk musim kering tahunan.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB) yang dipublikasikan pada Senin, 30 September 2019, luas Karhutla di seluruh Indonesia telah mencapai 328.724 hektare dan terus meluas yang mengakibatkan kabut asap pekat dengan aroma menyengat melanda kota dan kabupaten di sejumlah provinsi di Indonesia.
Sejumlah kota di negara tetangga pun terkena imbas dari kabut asap Karhutla seperti Kuala Lumpur dan Singapura.
Dampak karhutla di dua pulau di Indonesia yaitu Kalimantan dan Sumatera pun menjadi perhatian baik dari dalam negeri maupun kalangan Internasional karena kabut asapnya telah melumpuhkan aktivitas warga dan menyebabkan terganggunya kesehatan bahkan menyebabkan kematian manusia termasuk hewan yang menghuni hutan.
Pemerintah Indonesia terus berusaha menanggulangi bencana tersebut dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Karhutla dari TNI, Polri, BPBD Provinsi , masyarakat dan pihak berkepentingan lainnya baik dari jalur darat maupun udara dengan total 29.039 personel. 45 helikopter pun dikerahkan untuk patroli udara dan "water bombing" dalam upaya memadamkan dan mencegah Karhutla meluas.
Karhutla akan terus terjadi meski Pemerintah pusat maupun daerah berusaha mencegah. Hal itu terjadi akibat dua faktor yaitu alam dan manusia.
Pembakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh oknum tidak bertanggungjawab adalah kejahatan lingkungan sekaligus bencana kemanusiaan. Tidak akan ada yang dapat mengelakkan bencana tersebut kalau tidak dari kesadaran diri sendiri. Oleh karena itu mari kita jaga hutan beserta isinya agar tetap asri karena hutan merupakan kawasan penting bagi bumi dan kehidupan manusia yang akan menjadi warisan bagi anak dan cucu kelak.
Foto dan teks: Bayu Pratama S
Editor: Widodo S Jusuf
Pewarta: Bayu Pratama S | Editor:
Disiarkan: 11/10/2019 16:30