MEMANFAATKAN PERPUSTAKAAN DESA SAAT PANDEMI COVID-19
"Saya kangen belajar dan bermain bersama teman-teman di sekolah," kata Made Adi Kusuma salah satu siswa yang mengikuti pelajaran nonformal di Perpustakaan Sabha Widya Sradha, Desa Sumerta Kelod, Denpasar, Bali.
Merebaknya wabah COVID-19 di Indonesia mengakibatkan pendidikan formal tidak berjalan normal, sekolah-sekolah menerapkan kegiatan belajar secara daring yang dinilai bermanfaat untuk melindungi peserta didik dari penularan virus itu dan mencegah munculnya klaster sekolah.
Namun di sisi lain, penerapan kegiatan belajar secara daring itu juga memiliki kekurangan yang bisa berdampak buruk bagi perkembangan belajar anak-anak. Banyak orang tua siswa mengeluh mengenai kegiatan belajar secara daring yang dinilai kurang efektif karena keterbatasan akses internet, berkurangnya interaksi dengan pengajar, minimnya pemahaman terhadap materi dan tingginya biaya kuota internet. Aktivitas bekerja orang tua juga ikut terganggu karena harus mendampingi anaknya saat belajar daring.
Desa Sumerta Kelod memanfaatkan perpustakaan desa yang berdiri sejak tahun 2016 untuk membangun budaya membaca membantu siswa belajar di luar lingkungan sekolah dengan menyediakan fasilitas wifi gratis sebagai penunjang kegiatan belajar daring selama masa COVID-19.
Menurut Kepala Desa Sumerta Kelod I Gusti Ketut Anom Suardana perpustakaan tersebut sasarannya untuk mencegah kenakalan remaja agar mereka terhindar dari pengaruh hal-hal negatif saat mengisi waktu di luar jam sekolah.
Perpustakaan desa yang dibuka setiap hari Senin hingga Sabtu pada pukul 09.00 -16.00 WITA tersebut menyediakan sekitar 600 buku kategori untuk pelajar sekolah dasar, SMP, SMA/SMK hingga bacaan umum yang merupakan bantuan CSR dan sumbangan dari masyarakat melalui bank buku.
Belakangan ini sekolah-sekolah di Denpasar mulai membuka pembelajaran langsung atau tatap muka namun belum sepenuhnya seperti sebelum masa pandemi. Siswa masih lebih banyak memiliki porsi waktu belajar di rumah sehingga perpustakaan desa itu menjadi tempat belajar mereka selepas sekolah.
Kegiatan belajar nonformal yang digelar pada masa pandemi di perpustakaan itu melibatkan relawan dari kalangan mahasiwa, aparat desa bahkan polisi untuk memberikan bimbingan dan meningkatkan semangat belajar anak.
Kunjungan siswa ke perpustakaan desa itu saat ini dibatasi maksimal 10 anak dengan menerapkan protokol kesehatan, yakni menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.
Foto dan teks : I Nyoman Hendra Wibowo
Editor : Fanny Octavianus
Pewarta: Nyoman Hendra Wibowo | Editor:
Disiarkan: 29/04/2021 10:00