Suku pemburu dan peramu terakhir di Kalimantan

Foto aerial kawasan hutan Gunung Batu Benau, Desa Sajau Metun, Kabupeten Bulungan, Kalimantan Utara.
Warga Punan Batu membuat kode lokasi di mana mereka tinggal.
Foto aerial perkebunan kelapa sawit warga yang berada di kawasan hutan tempat masyarakat Suku Punan Batu berburu mencari makan.
Akim (paman) Asut membawa tombak untuk berburu di kawasan hutan Gunung Batu Benau, Desa Sajau Metun, Kabupeten Bulungan, Kalimantan Utara.
Ngakukop (kanan), Manik (kiri) dan Siti (tengah) menyeberangi jembatan kayu di tengah hutan saat berburu.
Ngakukop (kiri) dan anaknya Siti berjalan di hutan saat berburu.
Salah satu keluarga Suku Punan Batu menggali tanah untuk mengambil umbi saat berburu.
Warga Suku Punan Batu membangun tempat duduk bersama di kawasan pondok mereka.
Warga Suku Punan Batu membuat kanopi untuk pondok dari daun.
Ubi Bulat Abat yang didapatkan saat berburu.
Warga suku Punan Batu memasak hasil buruan di area pondok hunian.
Tiga orang wanita Punan Batu mengenakan pakaian dari kulit kayu.

Dengan cepat tangan Ngakukop dan anaknya Siti menggali tanah ketika menemukan tanaman umbi saat berburu makanan bersama keluarga di kawasan Hutan Gunung Batu Benau, Desa Sajau Metun, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.



Kawasan Hutan Benau itu dihuni oleh masyarakat Suku Punan Batu Benau Sajau yang merupakan suku pemburu dan peramu terakhir di Kalimantan. Mereka menggantungkan kebutuhan hidup dari hasil hutan dengan cara berburu dan meramu.



Suku Punan Batu yang tersisa sekitar 103 individu itu hidup secara semi nomaden di pondok-pondok yang mereka bangun di tengah hutan dan di dalam gua karst kawasan hutan.



Dalam kesehariannya, mereka berjalan kaki menelusuri hutan untuk mencari makan seperti umbi-umbian, binatang, dan madu. Namun, sejak beberapa tahun lalu mereka kesulitan mendapatkan hewan buruan untuk dimakan.



Menurut seorang tetua Suku Punan Akim (paman) Asut, mencari hewan buruan saat ini sudah sulit. Hal ini disebabkan adanya aktivitas perkebunan kelapa sawit dan ladang palawija yang mulai berekspansi ke area hutan. Ditambah belum adanya lagi musim buah di hutan yang menyebabkan madu jadi sulit dicari.



"Kami ingin hutan ini tetap terjaga dan aman. Di hutan ini kami mencari hidup dan mencari makan, mencari hewan buruan dan umbi-umbian", kata Akim Asut.



Ruang hidup Masyarakat Punan Batu saat ini berada di dalam area konsesi HPH (Hak Pengusahaan Hutan) milik PT Inhutani.



Untuk melindungi keberlangsungan hidup Suku Punan Batu Benau Sajau, Pemerintah Kabupaten Bulungan memberikan Surat Keputusan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) sebagai legalitas untuk memperkuat eksistensi masyarakat adat.



Surat pengakuan MHA itu menjadi komitmen pemerintah dalam menjamin hidup masyarakat Suku Punan Batu Benau Sajau mempertahankan kearifan lokal dan budaya agar tidak hilang.



"Kami mendorong komunitas suku asli lainnya bisa mendapatkan pengakuan dan perlindungan seperti yang terjadi pada masyarakat Suku Punan Batu. Hal itu menjadi upaya kami untuk menjaga kearifan lokal, karena kami ingin (suku asli) menjadi sesuatu yang abadi di Kabupaten Bulungan," kata Bupati Bulungan, Syarwani.



Syarwani menambahkan perlindungan terhadap kawasan hutan yang menjadi ruang hidup masyarakat adat Suku Punan Batu adalah prioritas Pemerintah Daerah.

 

"Kami bersama pemangku kepentingan lainnya memperjuangkan jangan sampai kawasan ini menjadi kawasan yang hilang dan tidak ada lagi hutan," ujarnya.



Teks dan Foto : Hafidz Mubarak A



Editor : Andika Wahyu

Pewarta: Hafidz Mubarak A | Editor:

Disiarkan: 04/07/2023 22:55