Fesyen ramah lingkungan dari Pasuruan
Suara kayu beradu dari alat tenun bukan mesin (ATBM) memecah kesunyian pagi di sebuah rumah konveksi, Kecamatan Purwosari, Pasuruan, Jawa Timur.
Beberapa pekerja pun sibuk memilah dan memintal benang dari ulat sutra hasil budi daya. Sementara di sudut lain, ada pekerja yang menjemur, membatik dan memotong kain. Mereka bekerja berkelompok sesuai tugas masing-masing.
Industri rumahan itu bernama Kain Indonesia atau KaIND yang didirikan Melie Indarto pada penghujung tahun 2014.
UMKM ini berfokus pada industri fesyen ramah lingkungan atau fesyen berkelanjutan. Mereka mengklaim menjadi satu-satunya di Indonesia yang dapat memproduksi serat eri menjadi benang fabrikasi dan tidak menyisakan bahan atau zero waste.
Rumah produksi KaIND memberdayakan puluhan warga desa setempat dengan memberikan pelatihan untuk terampil dan professional dalam bekeraja. Meraka dilatih teknik tenun tangan, batik tulis dan pewarnaan alami.
KaIND yang telah menembus pasar Singapura, Amerika Serikat dan Australia ini memiliki visi untuk menghadirkan Batik Pasuruan sebagai salah satu warisan budaya bangsa yang modis dan memberi dampak pada dunia dengan tren mode fesyen yang berkelanjutan.
Tak lupa, KaIND menghadirkan simbol-simbol ikonik seperti Gunung Bromo, Pasir Berbisik, Chrysanthemum, Asoka dan Bunga Sedap Malam dalam karyanya.
Eksistensi UMKM ini tampil pada puncak pertemuan G20 di Bali, dimana produk KaIND berupa Batik Pasuruan dan syal tenun buatan tangan terpilih menjadi salah satu suvenir resmi G20.
Pemerintah terus mendorong dan berharap industri fesyen Tanah Air, khususnya yang berasal dari produk-produk UMKM dapat berkembang dan menjadi produk kebanggaan Indonesia.
Foto dan teks : Umarul Faruq
Editor : Puspa Perwitasari
Pewarta: Umarul Faruq | Editor:
Disiarkan: 19/07/2023 22:42