Menanti tenggelamnya Kampung Kartan
Hari itu menjelang siang, sunyi menggelayuti pemukiman di Kampung Karian, Desa Calung Bungur, Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, Banten.
Banyak rumah-rumah yang kondisinya sudah rusak ataupun yang rata dengan tanah dan dipenuhi tulisan-tulisan di temboknya dari warga yang pernah menempati rumah.
Ada sebanyak 5 kampung yang berada di 3 desa yang kondisinya sama seperti Kampung Karian karena dalam waktu dekat akan ditenggelamkan guna dapat mengairi Waduk Karian yang akan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Desember 2023.
Dikutip dari laman situs Kementerian PUPR, pembangunan Waduk Karian dilaksanakan sejak tahun 2015 dengan daya tampung bendungan sebesar 314,7 juta meter kubik dan luas genangan mencapai 1.740 hektare. Proyek tersebut didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan total anggaran mencapai Rp1,3 triliun dan masuk ke dalam proyek strategis nasional (PSN) Pemerintah Pusat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.
Meskipun pembangunan waduk tersebut harus menenggelamkan ribuan rumah yang berlokasi dekat area waduk, namun diharapkan Waduk Karian yang dinobatkan sebagai waduk terbesar ketiga di Indonesia memiliki fungsi utama memasok air baku untuk kebutuhan rumah tangga bagi 5 juta penduduk dan industri di 9 kota/kabupaten di Provinsi Jakarta dan Banten.
Tak sedikit warga yang masih berkunjung ke kampung tersebut memanfaatkan sisa-sisa kayu bangunan rumah yang masih utuh untuk dijadikan arang dan dijualnya ke kota. Pembebasan lahan warga di kampung itu telah selesai sehingga warga pun dibolehkan untuk mengambil properti yang ada di rumah.Ada juga warga yang memanfaatkannya dengan menambang pasir di sekitar bantaran Sungai Ciberang yang berada dekat dengan pemukiman Karian.
Walau pemukiman tersebut sudah tidak ditempati oleh warga, namun ternyata masih ada juga yang bertahan di rumahnya, yaitu Wulan dan menjadi satu-satunya keluarga yang menempati rumah di Kampung Somang. Ia menyebut alasannya masih bertahan dengan keluarganya karena dirinya masih membangun rumah di tempat yang baru, sehingga ia terpaksa harus bertahan di tempat itu untuk sementara waktu dengan dibantu biaya listrik gratis oleh pemerintah daerah setempat.
Warga terdampak harus rela berpisah dengan kampung mereka, rumah dan lingkungannya yang telah menjadi bagian kehidupan mereka selama ini, demi kebaikan lebih banyak lagi masyarakat, demi pembangunan.
Foto dan teks : Muhammad Bagus Khoirunas
Editor : Fanny Octavianus
Pewarta: Muhammad Bagus Khoirunas | Editor:
Disiarkan: 09/10/2023 15:45