PR besar dari bencana banjir Demak
Suwardi, warga Desa Ketanjung, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, masih belum lupa suara gemuruh air yang menggerus tanggul Sungai Wulan hingga jebol pada Kamis 8 Februari 2024, menjelang fajar, sekitar pukul 03.30 WIB saat banjir pertama terjadi. Pria 53 tahun itu merupakan satu dari sekian banyak warga yang selama bertahun-tahun tinggal di wilayah sisi kiri tanggul Sungai Wulan.
Tanah yang terendam banjir pada awal Februari itu belum sepenuhnya kering, namun petaka kembali melanda. Kejadian itu bermula dari hujan ekstrem yang turun di sebagian besar wilayah Jateng pada bulan Maret 2024 pekan pertama bulan Ramadhan, tepatnya Rabu (13/3) hingga Sabtu (15/3) akibat adanya tiga bibit siklon tropis dan sejumlah fenomena anomali iklim. Tingginya debit air membuat enam tanggul sungai jebol dan debit air beberapa sungai meluap. Kala itu, Sungai Wulan yang berdaya tampung sekitar 800 meter kubik per detik harus menampung air hingga 1.300 meter kubik per detik hingga membuat tanggul kembali jebol di titik yang sama, serta adanya sejumlah titik tanggul jebol dan limpasan air sungai dari daerah aliran sungai (DAS) Jragung-Tuntang (Jratun).
Untuk kedua kalinya, tragedi banjir merendam ribuan rumah warga dengan ketinggian 1,5 meter hingga sekitar 2,5 meter. Petaka itu pun kembali memutus jalan nasional pantura Demak-Kudus. Jalur alternatif menuju Kudus melewati wilayah Welahan, Jepara macet total hingga 30 kilometer. Atas petaka susulan itu, Pemerintah Kabupaten Demak kembali menetapkan status Tanggap Darurat dan manjadi daerah pertama di Indonesia yang menetapkan status tersebut hingga tiga kali untuk bencana alam banjir dalam kurun waktu kurang dari 1,5 bulan.
Bupati Demak Esti'anah menyampaikan, banjir kedua yang terjadi menenggelamkan 13 kecamatan dari total 14 kecamatan yang ada di wilayahnya. Alun-alun Kota Demak lumpuh, air pun hampir masuk sampai ke halaman Masjid Agung Demak. Sejumlah pompa air dikerahkan untuk melindungi salah satu simbol Kota Wali itu agar terhindar dari rendaman banjir. Kompleks peristirahatan Sunan Kalijaga yang merupakan salah satu Wali Songo (Sembilan Wali) penyebar agama Islam yang tersohor pun tak luput dari air bah. Kota Wali benar-benar terkepung banjir. Kondisi ini seolah memutar masa ke abad 16, saat Kerajaan Demak menjadi kerajaan maritim Islam pertama yang ditakuti di Nusantara.
Berbagai upaya dilakukan oleh Pemkab Demak, bekerja sama dengan berbagai instansi, seperti TNI-Polri, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Basarnas, Kementerian Sosial, Kementerian PUPR, Kementerian Pertanian, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dari berbagai wilayah di Jateng, potensi SAR gabungan, hingga sukarelawan dari sejumlah organisasi kemanusiaan dan kesehatan. Ribuan personel dikerahkan untuk menolong dan mengevakuasi korban bencana banjir. Sejumlah titik pengungsian beserta dapur umum didirikan sebagai bentuk upaya penanganan darurat.
Tak hanya pemerintah daerah, pada banjir pertama, BNPB yang merupakan representasi dari pemerintah pusat juga turut menurunkan dana siap pakai (DSP) untuk operasional penanganan banjir sebesar Rp 2,15 miliar. Ribuan paket logistik untuk pengungsi maupun perlengkapan lapangan penanganan bencana banjir juga disalurkan. Tidak berhenti di situ, BNPB berkoordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan instansi terkait juga melaksanakan teknologi modifikasi cuaca (TMC) pada bulan Februari dan Maret. Upaya itu untuk mengurangi intensitas hujan tinggi di wilayah hulu, sehingga perbaikan tanggul jebol yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dapat berjalan lebih cepat. Selain itu, puluhan unit pompa bergerak (Mobile Pump) milik berbagai instansi terkait dioperasikan untuk mempercepat pengurangan genangan.
Menurut data akumulasi Posko Terpadu Penanganan Darurat Bencana Banjir Kabupaten Demak sejak 5-15 Februari 2024, banjir pada bulan Februari menyebabkan sebanyak 29.701 jiwa mengungsi. Dua nyawa turut terenggut dalam bencana hidrometeorologi itu. Peristiwa itu juga merendam 3.427 hektare lahan persawahan dan 1.975 hektare tanaman padi di wilayah setempat puso atau gagal panen. Sedangkan banjir kedua pada bulan Maret, data sementara BPBD Demak akumulasi 20-24 Maret 2024 menyebabkan sebanyak 24.991 warga yang tersebar di 126 desa di 13 kecamatan mengungsi, dan 9.442 hektare sawah terendam banjir. Potensi kerugian dari kedua tragedi tersebut diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah, yang saat ini masih dalam tahap penghitungan BPBD Demak.
Kabupaten Demak yang terletak di wilayah pesisir pantura Jateng merupakan salah satu daerah rawan banjir. Selain banjir rob akibat limpasan air laut ke daratan karena adanya penurunan muka tanah (land subsidence) disertai kenaikan air laut (sea level rise) sebagai dampak dari krisis iklim, wilayah setempat juga dilintasi sejumlah sungai besar yang mana sebagian besar tanggulnya dalam keadaan kritis atau rawan jebol.
Data yang dihimpun Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan (Pusdatinkom) BNPB menyebut, sejak 1998 hingga 2023, terdapat 89 kejadian banjir di Kabupaten Demak. Dari jumlah tersebut, enam di antaranya merupakan banjir rob besar yang tercatat dan sisanya akibat intensitas curah hujan tinggi, serta adanya sejumlah titik tanggul jebol. Dari puluhan kejadian banjir itu, total korban jiwa ada sebanyak 5 orang, total warga terdampak sebanyak 450.942 jiwa, serta total warga yang mengungsi sebanyak 34.658 jiwa.
Belajar dari dua pengalaman tersebut, ancaman banjir belum berakhir. Banjir masih mengintai wilayah Demak dan sekitarnya karena masih ada tanggul-tanggul sungai yang kritis bersamaan dengan menurunnya daya tampung sungai akibat pendangkalan. Presiden Joko Widodo saat meninjau penanganan banjir di Demak pada Jumat (22/3) lalu, memberikan arahan kepada pemangku kepentingan tentang program penanganan jangka panjang untuk mencegah banjir di Demak, yakni penanganan sedimentasi sejumlah sungai dan waduk dari hulu ke hilir, penanaman pohon, dan pencegahan alih fungsi lahan hijau.
Pemkab Demak bersama BPBD Demak, BPBD Jateng, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juana di bawah Ditjen Sumber Daya Air - Kementerian PUPR tengah melakukan kajian pasca-banjir untuk memperkuat sejumlah tanggul-tanggul sungai yang kritis agar banjir, yang menurut warga menjadi tragedi banjir terbesar dalam kehidupan mereka, setidaknya dalam 50 tahun terakhir itu tidak lagi terulang.
Foto dan teks : Aji Styawan
Editor : Fanny Octavianus
Pewarta: Aji Styawan | Editor:
Disiarkan: 28/03/2024 09:20