Tadarus dalam sunyi di Rumah Tuli

Santri saling bercengkrama usai melaksanakan shalat Ashar di Rumah Tuli Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, Minggu (17/3/2024).
Santri penyandang disabilitas tunarungu belajar mengaji di Rumah Tuli, Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, Minggu (17/3/2024).
Ustadz Lutfi Bannani (kanan) memberikan materi kajian ilmu Islami kepada santri penyandang disabilitas tunarungu di Rumah Tuli, Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, Minggu (17/3/2024).
Santri penyandang disabilitas tunarungu belajar mengaji di Rumah Tuli, Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, Minggu (17/3/2024).
Santri penyandang disabilitas tunarungu belajar mengaji di Rumah Tuli, Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, Minggu (17/3/2024).
Santri melakukan persiapan sebelum tadarus Al Quran di Rumah Tuli Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, Minggu (17/3/2024).
Ustadz Lutfi Bannani memberikan materi pengetahuan ilmu keislaman ke santri penyandang disabilitas tunarungu di Rumah Tuli, Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, Minggu (17/3/2024).
Foto kolase sejumlah santri menyampaikan kata Selamat Berpuasa menggunakan bahasa isyarat di Rumah Tuli, Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, Minggu (17/3/2024).
Santri menunjukkan piala lomba membaca Al Quran bahasa isyarat di Rumah Tuli Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, Minggu (17/3/2024).
Santri memberikan salam usai tadarus Al Quran di Rumah Tuli Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, Minggu (17/3/2024).

Dari sebuah bangunan pondok kecil terlihat beberapa pemuda membawa kitab suci Al Quran, mereka bersiap bertadarus yang biasa dilakukan saat bulan suci Ramadhan. 



Berbeda dari tadarus di masjid atau musala, tadarus di tempat itu tak terdengar suara lantunan ayat-ayat Al Quran melainkan gerakan tangan yang teratur mengisyaratkan sebuah makna. Mereka adalah disabilitas tunarungu yang sedang belajar di Rumah Tuli Jatiwangi di Blok Sabtu, Desa Jatiwangi, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.



Keterbatasan pendengaran yang juga membuat kesulitan berbicara tidak menghalangi mereka untuk belajar mengaji dengan didampingi guru agama. Belajar satu demi satu huruf Hijaiyah. 



Menurut pengasuh Muhammad Lutfi Bannani, Rumah Tuli Jatiwangi yang berdiri sejak 2013 ini sejatinya tidak hanya dikhususkan untuk teman tuli saja. 



"Kami sebenarnya inklusif, gabungan antara tuna rungu, yang bisa dengar, santri biasa, bahkan ada teman-teman yang hijrah. Jadi saling belajar antarsesama," jelas Lutfi.



Dalam hal membaca Al Quran dengan bahasa isyarat, Lutfi menjelaskan bahwa Rumah Tuli Jatiwangi menggunakan konsep yang sudah digodok bersama dengan Kementerian Agama. Dalam perjalanannya, Rumah Tuli Jatiwangi pernah diundang Kemenag untuk mencari konsep bagaimana cara belajar bagi teman tuli.



Dan akhirnya mereka menggunakan dua metode, yakni metode Tilawah dan Kitabah. Tilawah itu sendiri mengisyaratkan apa yang dibaca di dalam Al Quran, sementara Kitabah mengisyaratkan apa yang tertulis di dalam Al Quran. Bagi kalangan disabilitas ini, khususnya di Rumah Tuli Jatiwangi, cara tersebut cukup membantu santri saat melaksanakan tadarus.



"Kami diundang tentang rumus membaca Al Quran isyarat. Akhirnya di situ lah lahir metode belajar Al Quran isyarat, baik tilawah maupun kitabah. Alhamdulillah, ini mempermudah," kata dia.



Rumah Tuli Jatiwangi sudah berkiprah bersama teman tuli sudah berjalan sejak lama, yang berawal dari kepedulian keluarga besar Lutfi saat bertemu komunitas tunarungu dan mengajak mereka belajar mengaji di teras rumah, hingga pada tahun 2017 jumlah santri yang mengaji semakin bertambah dan dibangunlah sebuah bangunan yang kemudian dimanakan Rumah Tuli Jatiwangi.



Rumah Tuli Jatiwangi juga tidak hanya menjadi wadah bagi teman tuna rungu untuk belajar mengaji dan mendalami ilmu agama, kaum marjinal yang ingin hijrah pun ditampung di tempat ini.



Foto dan teks : Dedhez Anggara

Editor : Puspa Perwitasari

Pewarta: Dedhez Anggara | Editor:

Disiarkan: 29/03/2024 13:43