Nafas kehidupan nelayan kerang hijau Jakarta
Dentuman mesin perahu memecah kesunyian pagi di pesisir Cilincing. Ritual harian para pencari kerang hijau pun mulai berjuang di batas garis pantai Jakarta Utara.
Di tengah kabut pagi yang masih menggantung, sekelompok nelayan kijing - sebutan akrab untuk pemburu kerang hijau - memeriksa peralatan mereka. Rumpon bambu dan jaring sederhana menemani perjuangan mereka hari itu.
"Tak tak tak tak..." suara mesin perahu menderu mengantarkan mereka ke medan pertarungan melawan ombak dan tekanan udara.
Di kedalaman 5-10 meter Teluk Jakarta, tubuh mereka bergerak lincah bagikan ikan. Dengan kompresor yang memompa udara, mereka bertarung dengan waktu. Setiap detik penuh risiko, mereka berusaha menaklukkan alam dengan mencari kerang di antara risiko dekompresi (penurunan tekanan udara) dan kekurangan oksigen.
Ketika matahari mulai tegak, tanda waktu bagi mereka untuk kembali. Karung demi karung terisi, menyimpan harapan untuk bertahan hidup satu hari lagi. Lima hingga enam karung kerang hijau adalah target yang harus mereka raih sebelum matahari semakin membakar kulit mereka. Di tepi dermaga yang berderak, karung-karung itu berpindah tangan, menempuh perjalanan terakhir menuju wajan-wajan besar berisi air mendidih.
Lembaran rupiah ditangan antara Rp100 ribu hingga Rp200 ribu menjadi pundi yang para nelayan kerang hijau kumpulkan setiap hari demi dapur rumah mereka dapat terus mengepul. "Untuk sesuap nasi dan senyum anak-anak," kata Dalih, salah satu nelayan kerang hijau. Di balik gurat-gurat keras di wajah mereka, tersimpan tekad yang tak pernah pudar - melanjutkan tradisi turun temurun meski harus berdansa dengan bahaya.
Di tepi Jakarta yang terus bergerak, cerita mereka seperti ombak kecil di antara gelombang besar pembangunan. Tetap ada, terus bergerak, meski sering luput dari perhatian. Inilah napas kehidupan nelayan kerang hijau perjuangan yang tak pernah berakhir antara harapan dan realitas, antara hidup dan bertahan hidup.
Foto dan teks : pewarta foto magang ANTARA Fathul Habib Sholeh
Editor : Wahyu Putro A
Pewarta: Fathul Habib Sholeh | Editor:
Disiarkan: 09/09/2025 20:32