Misi Belanda Merengkuh Kejayaan

Bicara tentang timnas Belanda pasti tak lepas dari totaal voetbal, sebuah mahakarya dari Rinus Mitchels yang menghentak dunia di era tahun 70an. Permainan kolektif nan indah menyihir seantero jagad saat diperkenalkan di Piala Dunia 1974 yang digelar di Jerman Barat. Empat tahun kemudian di Argentina. dengan Johan Cruyff sebagai dirigen lapangan, tim Belanda mampu mendominasi irama permainan dengan aliran bola ber-ritme cepat dan menciptakan gol-gol indah yang berkelas.

Tampaknya si jenius Mitchels meramu sistem tersebut setelah terinspirasi oleh bait-bait strategi perang dalam "Art of War" yang ditulis filsuf China, Sun Tzu, 2.300 tahun yang lalu. Sun Tzu menulis: "Dalam bergerak hendaknya secepat angin, dalam gerakan lambat hendaknya seanggun rimba belantara, dalam bertahan bertahanlah sekokoh gunung, dan bila menyerang harus melanda seperti guntur".

Melihat permainan tim Oranje sepertinya tidak akan pernah membosankan. Pemain yang bergerak keluar dari posisinya akan digantikan oleh pemain lain, sehingga formasi tim akan terus terjaga. Tidak ada pemain yang "betah" berada di posisinya. Mereka bisa berganti peran menjadi seorang penyerang, gelandang atau pemain bertahan.

Oranje adalah tim fenomenal. Meski menampilkan permainan yang atraktif sepanjang pertandingan, namun Belanda belum pernah sekalipun mencium trofi Piala Dunia. Dari delapan kali berpartisipasi, prestasi terbaik mereka hanya menjadi runner up pada 1974 dan 1978, serta peringkat ke empat tahun 1998. Bahkan pernah gagal meloloskan diri ke putaran final di tahun 2002.

Ada sebuah lelucon tentang prestasi Negeri Kincir Angin di pentas sejagad itu: "Kenapa anak anak Belanda kupingnya panjang?" Karena sering dijewer sang ibu yang selalu berkata: .Lihatlah ke seberang (Jerman). Di sanalah tinggal tetangga kita yang pernah jadi juara dunia." Sebuah sindiran sarkastik yang hampir mewujud sebagai kutukan yang selalu menyertai timnas Belanda.

Adalah seorang Bert van Marwijk yang kini mendapat kehormatan menjadi "dukun pembaca mantra" untuk menghapuskan kutukan itu. Publik Belanda menaruh harapan besar kepadanya. Bert dipilih bukan semata karena keberhasilannya menjadikan Feyernoord juara Piala UEFA 2002, tapi juga keberaniannya membuat keputusan besar. Dan itu telah dibuktikannya. Di babak kualifikasi Piala Dunia 2010, dia berani menantang arus dengan mencoret gelandang AC Milan Clarence Seedorf dari daftar skuad-nya dan malah memasukkan Mark van Bommel, menantunya sendiri. Hasilnya, Oranje meraih poin penuh di semua laga babak kualifikasi dan menjadi timnas pertama yang lolos ke putaran final.

Di bawah van Marwijk, Oranje datang ke Afrika Selatan dengan sebuah keyakinan bahwa mereka akan berjaya. .Kami siap fisik dan mental dan saya berharap kita bisa mulai sekarang", kata penyerang Robin van Persie dalam sebuah wawancara eksklusif dengan FIFA.com. Optimisme penyerang Arsenal itu memang bukan tanpa alasan. Belanda datang dengan bekal nilai sempurna di penyisihan grup dengan melesakkan 17 gol dan hanya kebobolan dua gol..

Nada optimisme juga diutarakan mantan legenda Belanda yang juga asisten pelatih Frank de Boer. .Kami punya misi ke Piala Dunia 2010. Misi itu adalah menjadi juara," ujar tangan kanan van Marwijk itu.

Pelatih berusia 56 tahun itu sadar betul bahwa skuad yang ada sekarang adalah salah satu yang terbaik yang pernah dimiliki Belanda. Dan saat inilah momentum yang tepat untuk merebut gelar bergengsi ini. Pemain muda Belanda mampu menjalankan wejangan sang pelatih sehingga menciptakan suatu keharmonisan yang mengagumkan.

Sebutlah Wesley Sneijder, pemain berusia 26 tahun ini masih terbalut eforia "treble winner" bersama klubnya Inter Milan. Penampilan yang konsisten dan visi yang mumpuni, membuat Sneijder menjadi ikon sentral di lini tengah. Gelandang mungil ini diplot van Marwijk sebagai jenderal lapangan tengah. Banyak pengamat memprediksi Sneijder akan masuk sepuluh besar pemain yang akan bersinar di Afsel.

Sederet bintang masih bertaburan menghiasi skuad Belanda. Rafael van der Vaart, van Bommel, van Persie adalah jaminan kualitas. Sempat dipusingkan dengan cideranya Arjen Robben, van Marwijk mengambil keputusan tepat dengan tetap membawa winger Bayern Munchen itu ke Afrika. Robben akan menyusul rekan rekannya seminggu kemudian. Kehilangan Robben adalah pukulan telak bagi van Marwijk. Tetapi itulah seni dari sepakbola. Meramu strategi adalah hal yang mengasyikkan.

Pada latihan resmi di stadion Witz University Rugby, ada sesuatu yang berbeda pagi itu. Latihan berlangsung seperti biasa: lari, passing lalu pertandingan kecil. Tim dibagi dua dengan Dirk Kuyt dan Van Persie berada di satu tim, sedangkan Klaas Jan Huntelaar berada di tim lain. Dalam sparing itu Huntelaar dan Sneijder sama sama mencetak gol. Yang menarik, Sneijder dan Van der Vaart secara bergantian diberi rompi berbeda warna hijau dari kedua tim itu. Dalam pertandingan itu, pemakai rompi hijau dibebaskan menerima operan dari kedua tim yang saling berhadapan. Aneh memang.

Wartawan yang meliput latihan itu banyak yang heran dan berusaha mencari jawaban kepada wartawan Belanda. Salah seorang dari mereka berbaik hati menjelaskan. Menurut dia, pelatih memang memposisikan kedua pemain itu sebagai pengatur serangan, tujuannya pemain mencari solusi termudah dan menemukan operan termudah dalam setiap situasi. Itulah inti dari totaal voetbal.

Belanda akan melewati ujian pertama malam ini melawan tim dinamit Denmark di Soccer City stadium pada penyisihan grup E. Partai ini sekaligus sebagai pembuktian hegemoni dari total football. Akankah sepakbola indah ala Belanda akan bangkit kembali? Atau tetap menjadi bagian dari masa lalu?

Prasetyo Utomo
Pewarta foto ANTARA dan penikmat sepakbola

(Foto: Bert van Marwijk, ANTARA/Reuters/Dominic Ebenbichler)

Pewarta: Prasetyo Utomo | Editor:

Disiarkan: 14/06/2010 08:36