Sang Kala Menelan Spanyol
Kiper yang sekaligus kapten Spanyol, Iker Casillas, tak bisa lagi menyalahkan Jabulani saat sang kontroversi bergetar di jala gawang yang dijaganya, Rabu malam, di Stadion Moses Mabhida Durban. Nasib berkata lain, akhirnya sang Juara Eropa 2008, ditaklukkan gol semata wayang Swiss yang sebelum laga perdana mereka dimainkan, hanya dipandang sebelah mata.
Spanyol kini benar-benar harus merangkak dari bawah, mereka harus menjejak bumi untuk lolos dari neraka penyisihan. Seperti bertarung dari kampung ke kampung. Misi mereka adalah merebut enam poin dari laga sisa versus Honduras dan wakil Amerika Selatan, Chile. 62.453 penonton langsung adalah saksi dari kejutan terbesar dari grup H ini yang sekaligus menggenapi penampilan perdana 32 peserta Piala Dunia kali ini.
Meskipun dilatih figur sekelas Vicente del Bosque, ditambah penguasaan bola sampai 74 persen, plus 25 tembakan ke gawang dan menghasilkan 12 kali tendangan sudut, tidaklah membuat tim matador itu dapat serta merta meraih gol. Jangan dilupakan, Swiss adalah negeri mini yang terkenal dengan kala alias waktu, karena produk arlojinya yang sangat prestisius dan terpercaya.
Anak-anak kesebelasan Swiss beruntung. Mereka kini ditangani pelatih kharismatik yang pernah memenangi dua Piala Champions dari dua klub yang berbeda, Ottmar Hitzfeld namanya. Tangan dinginnnya meramu bakat multi-etnik yang dimiliki Swiss menjadi kekuatan berlandaskan persamaan dan persaudaraan. Keberadaan yang sesungguhnya telah ditanggapi dengan tingkat kewaspadaan oleh Xavi Hernandes.
Dalam satu pergerakan bola yang berawal dari tendangan gawang kiper Diego Benaglio yang bermain gemilang malam itu, Jabulani bergulir ke ke dekat Gerard Pique yang saat itu berkejaran merebut bola dengan Gelson Fernandes. Sialnya, bola memantul dan kembali ke rumput, sementara Pique terjatuh dan Iker sudah terlanjur maju. Tanpa ampun penyerang berkulit gelap itu memanfaatkan bola liar tadi, menembakkannya ke gawang Iker yang melompong kendati ada bek Joan Capdevilla yang sia-sia saat mencoba menghalaunya. Menit ke 52 yang menentukan nasib Spanyol...
Spanyol seperti tersengat setelah gol itu. Mereka lalu melancarkan agresi secara berelombang namun hingga wasit Howard Webb meniupkan peluit penghabisan tak ada pemain Spanyol yamg berhasil menggedor pertahanan berlapis Swiss. Sehingga beberapa tembakan coba dilesakkan dari lini kedua. Hanya satu tembakan yang benar-benar berbahaya dari Xabi Alonso yang membentur tiang kanan atas Benaglio.
Tambahan lima menit pada injury time tak juga menyelamatkan tim Spanyol. Pemain-pemain Swiss berpelukan. Fernandes yang kerempeng itu dielu-elukan rekan-rekannya. Sementara del Bosque yang pastinya sangat kecewa, secara sportif mendatangi kubu Swiss dan memeluk Hitzfeld sembari menyalaminya dengan erat. Inilah sepakbola. Selalu ada drama di dalamnya. Dan itu yang membuatnya dicintai begitu banyak orang.
Setelah laga mengejutkan ini, makin ramailah orang membahas keberadaan Jabulani yang sesungguhnya diciptakan untuk membuat pertandingan jadi menarik dengan permainan terbuka dan menghasilkan banyak gol. Namun hingga detik ini, Jabulani hanya mempermalukan sejumlah penjaga gawang, termasuk Robert Green (Inggris), Fouzi Chaouchi (Aljazair) dan Ri Myong-Guk (Korut).
Jumlah gol boro-boro terangkat, jika tak bisa dikatakan minim. Hingga hari ke-6 hanya tercipta 28 gol. Rata-rata hanya 1,6 gol setiap laga. Kurang seru untuk disaksikan. Tentunya tak adil hanya menghakimi sang Jabulani yang punya andil, namun dari penampilan perdana seluruh tim Piala Dunia kali ini, tim papan bawah memang kebanyakan menerapkan taktik bertahan yang fanatik. Katakanlah Korut yang membentengi gawangnya dengan pola enam pemain bertahan.
Piala Dunia kali ini memang menakutkan bagi tim underdog. Mereka pasti tak ingin gawangnya jadi bulan-bulanan tim yang di atas kertas jauh lebih unggul kastanya. Penonton ingin banyak gol, mereka sebaliknya. Jadilah partai-partai perdana turnamen akbar ini menjadi semacam unjuk jagoan bertahan di garis benteng mereka.
Entah itu yang dilakukan Afsel saat keok oleh Uruguay yang memang terkenal defensif "dari sononya", apalagi karena kartu merah yang diterima penjaga gawang Itumeleng Khune. Jadilah gawang mereka diberondong tiga gol tanpa balas. Jerman juga belum dapat dikatakan top, karena banjir gol juga datang karena andalan Australia Tim Cahill diusir dari lapangan pada paruh pertarungan.
Frustrasinya tim Spanyol juga karena Swiss membentengi diri mereka dengan pertahanan yang bisa dikatakan terbaik di antara tim defensif Piala Dunia kali ini. Dari sekian banyakpeluang, tak ada yang dilakukan dengan jarak tembak yang cukup karena begitu banyak pemain bergerombol di sekitar gawang Swiss. Jika peserta turnamen seratus persen hanya memikirkan bagaimana bertahan untuk menang, maka Piala Dunia di tanah Afrika ini hanya akan dikenang sebagai kembalinya kejayaan sepakbola gerendel luarbiasa.
oscar motuloh
kurator Galeri Foto Jurnalistik Antara
(Foto: Antara/Reuters/Paul Hanna)
Pewarta: Oscar Motuloh | Editor:
Disiarkan: 17/06/2010 17:15