Ritsleting dan Bubarnya Sirkus Perancis

Beberapa waktu silam, Pusat Kebudayaan Perancis menghidangkan pergelaran Sirkus Kontemporer Perancis di Gedung Kesenian Jakarta. Pertunjukan segar dan menarik, semacam versi modern dari pertunjukan .sirkus. kaum Gipsy dalam .Hunchback of Notre Dame. karya klasik Victor Hugo yang pernah diangkat ke layar lebar pada 1956 dengan Gina Lollobrigida memerankan Esmeralda dan Anthony Quinn jadi si bongkok alias Quasimodo. Kisah cinta yang dilatari dengan kegembiraan musikal Esmeralda, sang primadona dan orang-orang Gipsy serta asmara terpendam di lubuk hati Quasimodo, pemuda buruk rupa yang bersembunyi di balik tembok katedral gothic terkenal, Notre Dame.

Sepekan sejak kesebelasan Perancis berlaga melawan Uruguay tanpa daya juang, pers dan fans Les Bleus mulai mengkawatirkan anggota tim berlogo ayam jantan hadir di Piala Dunia tanpa determinasi yang memadai untuk bertempur dalam kostum tim nasional Perancis. Kritik ringan sampai yang memaki-maki berhamburan dari jejaring interaktif dan media massa secara luas, bahkan saking paniknya kapten Patrice Evra, bek arogan dari Manchester United yang kerap mengeluarkan pernyataan pedas menyebutkan jangan-jangan mereka melempem karena para WaGs Perancis tak ada di sekitar mereka.

Pernyataan nyeleneh Evra ternyata ditanggapi dengan serius oleh PSSI-nya Perancis, FFF, melalui wakil presidennya, Noel le Graet, seperti yang dikutip Daily Mail dan dilansir koran olahraga TopSkor, .Saya memilih para istri ataupun pasangan berada di Afsel, karena secara psikologis ini akan lebih baik buat para pemain. Ini seperti kehidupan sehari-hari, Anda akan lebih merasa lebih nyaman dengan adanya perempuan di samping Anda.. Sesungguhnya kata Daily Mail lagi, FFF memang merencanakan inisiatif mendatangkan WaGs para anggota tim Ayam Jantan itu jika Perancis meluncur ke perempat final.

Mereka memang manja dan mudah ngambek, kata Daily Mail lagi. Mungkin ketimbang malu-maluin negara, maka FFF mempercepat kehadiran para belahan jiwa para pemain Perancis tersebut ke Afrika Selatan sebelum laga menentukan melawan Meksiko. Meski di atas kertas Meksiko berada di bawah standar kualitas Perancis, namun sikap waspada toh tak ada salahnya untuk diantisipasi. Semangat berapi-api, motivasi kokoh, daya juang tinggi untuk menghancurkan lawan mungkin akan muncul sebagai ekses dari kebijakan yang manusiawi sekaligus mengandung hormon itu, barangkali demikian pikiran Noel le Graet. Kali ini bukan menurut Daily Mail.

WaGs alias "wives and girlfriends" sebenarnya istilah tabloid di Inggris untuk para istri dan kekasih para selebritis sepakbola anggota timnas Tiga Singa yang kehadirannya selalu jadi pemanis dalam kolom gosip di suratkabar, baik yang kuning ekstrim, ataupun yang kuning lunak. Pertama kali digunakan pada Piala Dunia 2006, ketika itu timnas Inggris yang dilatih Sven Goran Eriksson berpangkalan di Baden-Baden, Jerman. Mirip seperti di Dharma Pertiwi, istri ketua selalu jadi pemimpin, maka jadilah Posh alias Victoria Becham yang memimpin sejawatnya seperti Elen Rives (Frank Lampard), Cheryll Tweedy (Ashley Cole) dan Coleen McLoughlin (Wayne Rooney) untuk sekadar jalan-jalan atau shopping sementara para suami atau pasangan mereka konsentrasi berlatih menjelang laga.

Kehadiran para bidadari Inggris secara bersamaan di Baden-Baden tentulah juga menyertakan ratusan lalat-lalat media yang siap membungkus cerita dan citra perihal mereka. Jadilah mereka pusat perhatian yang tentu menyita pemberitaan di samping kegiatan lapangan hijau. Tabloid gosip mana yang peduli dengan World Cup-nya? Mereka tentu lebih senang mengabarkan apa saja belanjaan Alex Curran kemarin, minyak wangi apa yang dibeli Posh hari ini, atau pakaian dalam apa yang kira-kira akan dikoleksi Coleen Rooney besok lusa. Mereka berseliweran di jalan-jalan kota itu saja, sudah cukup bagi para paparazzi dan pekerja infotainment untuk memperoleh santapan lezat buat tabloidnya.

Saking tak ada lagi kambing hitam yang bisa diajukan untuk menutupi kegagalan Inggris di perempat final, jadilah WaGs yang gemulai-jelita itu sebagai tumbalnya. Mereka dianggap biang keladi berantakannya tim Inggris karena para pemain pasti terpecah konsentrasinya demi mengurusi kehadiran mereka. Bagaimana bisa Inggris sampai bisa kalah dalam adu penalti dengan kesebelasan Portugal kalau bukan karena konsentrasi yang tak lagi fokus. Itu sebabnya Fabio Capello mencanangkan tak ada WaGs dalam tim Tiga Singa di Piala Dunia Afrika Selatan. Sementara karena seringnya akronim WaGs itu digunakan maka dia menjadi kosakata setengah resmi yang digunakan untuk para istri dan kekasih pesepakbola anggota tim nasional. Bukan hanya untuk Inggris saja.

Nah, setelah kehadiran WaGs Perancis di markas tim Ayam Jantan itu, maka mereka turun laga melawan Meksiko yang tidak diunggulkan, di Stadion Peter Mokaba, Polokwane. Perancis harus merebut angka tiga angka penuh demi prospeknya di grup A. Di hadapan 35.370 penonton, harapan Noel le Graet ternyata lebih pahit dari buah simalakama. Dia hanya bisa nelangsa. Para pemain Perancis ternyata hanya selebritis sepakbola. Tak ada motivasi, tak ada determinasi, tak ada daya juang. Meskipun babak pertama masih "kacamata", namun Meksiko yang sekelas di bawah mereka, bermain makin menjadi di babak kedua, apalagi bek kiri Carlos Salcido tampil gemilang dan melalui arealnya dia merobek-robek kesombongan ayam jantan berseragam biru itu. Patrice Evra yang berjaya di Manchester United itu hanya jadi bek sayap ayam kampung malam itu.

Sampai satu umpan Rafael Marques berhasil dimanfaatkan penyerang muda Javier Hernandes yang bulan depan akan bergabung dengan Manchester United, untuk menaklukkan kiper Hugo Lloris. Perancis ketinggalan 0-1 pada menit ke 64. Evra gagal total mengangkat moril rekan-rekannya yang terlalu keberatan nama. Frank Ribery yang jadi striker pelapis hanya berlarian mondar-mandir ke sana ke mari tanpa dukungan berarti dari rekan-rekannya. Raymond Domenech, pelatih berambut putih berwajah badut sirkus itu, hanya dapat berteriak-teriak dari pinggir lapangan. Tak berarti. Kredibilitas kes Ayam Jantan yang menjuarai Piala Dunia 1998 dan runner-up Piala Dunia 2006 itu tiba-tiba seperti kesebelasan Ayam Sayur yang menyerahkan diri untuk disembelih. Mereka benar-benar tamat setelah pemain paling veteran dalam kes Meksiko Cuauhtemoc Blanco dengan dingin mengeksekusi penalti pada menit ke-79.

Kami tinggal mengharapkan ada keajaiban, kata pelatih Raymond Domench dengan mimik tenang namun memendam kekecawaan yang sangat ketika TF1 mewawancarainya usai laga yang sangat buruk itu. .Pertarungan yang buruk. Sangat memalukan jika kami tak mampu memenangkan satu saja partai," keluh Florent Malouda yang cemerlang di Chelsea. Sekarang mereka terperangkap dalam penentuan takdir yang diputuskan oleh orang lain. Penantian yang barangkali saja akan membangkitkan kembali harga diri mereka sebagai atlet utama Perancis, atau menjadi pecundang kasta paling rendah seperti saat mereka menduduki urutan buncit penyisihan grup, bahkan tanpa mampu mencetak satu gol pun ketika mempertahankan gelar juara dunia mereka di Korea-Jepang 2002.

Tak kalah jeleknya adalah penampilan Inggris, salah satu favorit juara Piala Dunia kali in. Tim Tiga Singa justru benar-benar tak bergigi saat hanya mampu bermain "kacamata" dengan kesebelasan underdog Aljazair di hadapan 64.000 penonton di Green Point Stadium, Sabtu dinihari. Kedua tim turun dengan kiper baru, karena kebetulan Robert Green (Inggris) dan Faouzi Chaouchi (Aljazair) sebelumnya melakukan blunder gara-gara ulah Jabulani yang nakal. Inggris menurunkan Davy James yang kini berusia 40 tahun dan Aljazair menampilkan Rais M.Bolhi yang bermain di Slavia Sofia.

Inggris seperti juga Perancis adalah timnas yang sarat dengan bintang-bintang kejora yang tak kunjung bersinar hingga laga tersebut. Fabio Capello yang saking frustrasinya bolak-balik di bench meneriaki anak buahnya yang luarbiasa melempem diiringi koor cemooh dari fans Inggris sendiri. Untung kebisingan jutaan lebah vuvuzela mereduksi suara tak puas itu. Lini tengah Inggris tak berfungsi sehingga Rooney harus naik turun mencari bola. Masih beruntung Inggris tak kalah, karena Aljazair yang tersungkur pada laga perdana mereka, bermain dengan improvisasi dan semangat juang yang tinggi. Apalagi bek kiri Aljazair, Nadir Belhadj, yang bermain untuk Portsmouth, hadir cemerlang, bahkan seorang diri dia mampu membuat lini belakang Inggris, khususnya Glen Johnson, kelabakan luar biasa.

Bakal adakah Blues for Les Bleus and the Three Lions pekan depan? Kini Perancis dan Inggris, sama-sama berada di ujung jurang. Perancis akan menghadapi partai hidup-mati melawan tuan rumah Bafana-Bafana yang tentu sangat berambisi menghujam mereka dengan tikaman maut di dada, karena hanya kemenangan yang akan mengantar mereka ke babak enambelas. Sementara Inggris juga wajib menang atas Slovenia jika masih ingin berbicara ke babak selanjutnya. Dari kondisi terpuruk begini, masihkah publik Inggris harus menyalahkan WaGs Tiga Singa ompong yang kali ini tak mampir di Afrika Selatan ? Atau komplain wakil presiden FFF yang mestinya bisa menuntut Evra dan kawan-kawan "Kok tak ada tajinya? Mana jenggernya?", meskipun WaGs mereka telah dihadirkan.

oscar motuloh
kurator Galeri Foto Jurnalistik Antara

(Foto: Antara/Reuters/Benoit Tessier)

Pewarta: Oscar Motuloh | Editor:

Disiarkan: 19/06/2010 12:05