Saat Majikan Bersujud Pada Budaknya

Wasit Howard Webb melihat jam tangannya mendekati menit ke 95 extra time. Wasit plontos asal Inggris itu hanya menunggu waktu beberapa detik lagi untuk meniup peluit menyudahi pertandingan. Spanyol masih berharap kesempatan terakhir saat Jesus Navas mengambil tendangan penjuru. Juara Eropa 2008 itu masih tertinggal 0-1 dari Swiss lewat lewat gol Gelson Fernandes di menit 52.

Sayang ,sepakan Navas jatuh ke pelukan penjaga gawang Diego Benaglio dan Howard meniup peluitnya. Offisial Swiss berhamburan ke lapangan merayakan kemenangan, kontras dengan reaksi pelatih tim matador Vicente Del Bosque yang langsung menundukkan kepala.

Swiss menorehkan sejarah untuk pertama kalinya mengalahkan La Furia Roja dalam 19 pertemuan mereka. Meskipun mendominasi pertandingan dengan penguasaan bola 63 persen berbanding 37 persen, matador melempem dan tak mampu membobol tembok pertahanan Swiss. Mereka harus menghadapi kenyataan tersungkur di pertandingan pertama grup H.

Swiss, pasukan dari pegunungan Alpen, terkesan tak mau kualat saat berhadapan dengan Spanyol. Mereka sadar lawan yang dihadapi adalah sekumpulan pandito dan mereka hanyalah para kawulo. Mereka nrimo diserang terus menerus dan legowo untuk tetap bertahan sambil sesekali menunggu kelengahan lawan. Sang dirigen Ottmar Hitzfeld memberikan wejangan, untuk mengalahkan hawa nafsu menyerang Spanyol, yang diperlukan hanyalah konsentrasi dan pintar mengambil kesempatan.

"Taktik kami adalah memiliki dua lini yang sangat solid di belakang penyerang karena tidak ingin membuang energi memperebutkan bola. Kami bahkan tidak berusaha memberikan lawan tekanan hingga mendekati kotak penalti karena dengan kemampunan teknis mereka, pemain saya pasti bisa dilewati. Jika anda bermain menyerang menghadapi Spanyol hasilnya adalah kekalahan., tutur mantan pelatih Bayern Munchen itu.

Nasib yang sama menimpa tim Panser Jerman yang harus bertekuk lutut di hadapan Serbia, negara yang baru merdeka tahun 2006. Serbia berhasil mempermalukan pasukan Joachim Loew satu gol tanpa balas. Gol Milan Jovanovic pada babak pertama memberikan kemenangan bersejarah dan membuka peluang bagi tim yang diasuh oleh Radomir Antic untuk terus bersaing di grup D.

"Ini jelas menambah tekanan kami untuk lolos ke babak 16 besar, karena kami memiliki kemampuan dan keteguhan untuk terus melaju, kami sedikit gugup hari ini., ujar Loew yang mengisyaratkan sebuah kepanikan.

Kemenangan Serbia atas Jerman dapat diibaratkan sebagai budak yang mbalelo pada majikannya. Sebagai balita, negara yang dipimpin Boris Tadic ini tak bisa lepas dari donor negara lain, salah satunya adalah Jerman. Selama beberapa tahun terakhir, pemilik Mercedes itu telah menginvetasikan sekitar 600 juta euro untuk pengembangan hubungan bilateral. Jerman juga salah satu pendukung utama bergabunganya Serbia ke Uni Eropa. Namun, kemurahan hati Jerman tersebut seperti "tak berbalas" di panggung sepakbola.

Budak "Beli Orlovi" atau "Elang Putih" tidak canggung menghadapi sang majikan. Mereka tak mau diperintah, didikte dan tidak sedikitpun sungkan ketika menyerang. Mereka menutup rapat-rapat pintunya saat diserang dan membiarkan pemain Jerman frustasi. Lihat saja Miroslave Klose yang tidak sungkan-sungkan menjegal lawan dan akhirnya diusir dari lapangan. Beberapa menit kemudian, Jovanovic berhasil menjebol gawang Jerman. Saat tim Panser mendapat kesempatan menyamakan kedudukan, Lukas Podolski tampak linglung. Ekesekusi penaltinya mudah dibaca dan akhirnya digagalkan kiper Vladimir Stojkovic.

"Kami sekarang bisa menentukan nasib kami sendiri, Ini adalah kemenangan bagi mereka yang tahu bagaimana merayakan kemenangan," ucap Antic sesuai laga itu.

Itulah penggalan dua episode dari drama "pertarungan kasta" sepakbola dunia. Kasta tertinggi yang diwakili Spanyol dan Jerman akhirnya bersujud di hadapan pasukan 'budak' Swiss dan Serbia. Mereka memberikan pelajaran berharga bahwa nama besar bukan jaminan kesuksesan. Dan bahwa arogansi akan berujung kepada penderitaan.

Kini para budak berhak menentukan takdir mereka sendiri. Bukan menyerahkan nasib begitu saja di tangan para majikan. Pertentangan kelas tidak berlaku di atas rumput yang sama hijaunya dan di bawah matahari yang sama teriknya. Itulah dunia egaliter bernama sepakbola.

prasetyo utomo
Pewarta Foto Antara dan penikmat sepakbola

(Foto: Antara/Reuters/Howard Burditt)

Pewarta: Prasetyo Utomo | Editor:

Disiarkan: 20/06/2010 08:27