Tuah Wembley untuk Petaka Barca

Kasus "piknik" petinggi korup Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin ke negeri jiran persemakmuran Inggris, skandal esek-esek direktur IMF Strauss Kahn, laga perpisahan bek legendaris Manchester United, Gary Neville, serta farewell Oprah Winfrey Show hadir di sekitar persiapan adu strategi racikan perang Sir Alex (Ferguson) versus Pep (Guardiola) yang bakal bertarung hidup mati di stadion kerabat masyarakat Inggris Wembley, Minggu dinihari nanti. Pertempuran klasik sepanjang 90 menit yang mestinya bakal memanjakan mata dan menanamkan semangat sportivitas, seperti menguap bersama persoalan-persoalan mendasar dalam peta bernegara Republik Indonesia belakangan ini.

Di antara Nazaruddin yang tersandung dugaan korupsi seputar pengadaan fasilitas olahraga persiapan Sukan Asia Tenggara di Palembang, kisruh memalukan yang tak kunjung selesai di seputar kongres PSSI, kiranya cukuplah menjadi latar depan kita kala bersiap menonton final Piala Champions yang menjadi fokus perhatian para pencinta sportivitas sekaligus para penjudi semua kelas di seluruh penjuru dunia. Penghujung dari perhatian kita sepanjang glaiator-gladiator pilihan yang bertarung saling membunuh sepanjang tahun ini. Dengan berbagai drama, termasuk pentas akting dalam partai semifinal Barca melawan bebuyutan abadi mereka, Real Madrid. Maka orang-orang Anglo-Saxon akan diwakili oleh para petarung Manchester United melawan utusan bangsa Iberia, Barcelona, yang kali ini difavoritkan oleh rumah-rumah judi Eropa.

Di samping skandal seks dangkal dari Strauss Kahn di benua harapan Amerika, yang namanya langsung dikubur hidup-hidup di Eropa oleh Nicolas Zarkozy dalam pertarungan calon presiden Perancis, maka skandal yang lebih dangkal versi Nazaruddin di tanah air tampaknya bakal mewarnai realitas masyarakat Indonesia ketika untuk sementara, paling tidak 90 menit, melupakan aib nestapa politik negeri ini, demi puncak laga dinihari nanti. Partai adu gengsi dua kerajaan yang pada suatu waktu dalam kurun sejarah masa lalu saling klaim sebagai penguasa dunia. Inggris dan Spanyol adalah dua kerajaan yang membangun peta sejarah kolonialisme universal seperti torehannya di masa kini. Manu mewakili kerajaan Inggris Raya dan Barcelona menjadi envoy pemberontak dalam kerajaan Spanyol yang selalu gerah dengan keinginan merdeka bangsa Katalunya untuk berpisah dari kerajaan Spanyol.

Di AS sana, ratu talk show Oprah Winfrey menyatakan pensiun dari acara yang dipandunya selama 25 tahun. Artinya farewell Oprah yang menjadi penutup rangkaian acara inspiratif itu, adalah penayangan ke 4.561 dari kurun seperempat abad Oprah yang tak pernah menjadi aktris papan atas itu mengubah haluannya untuk menghadirkan jati dirinya sebagai Oprah Winfrey Show sejak 8 Oktober 1986, yang kemudian menjadi talk show luar biasa terkenal dan begitu dicintai masyarakat global. Dia tak lagi hanya milik AS saja. Suatu image acara yang melambungkannya jauh ke orbit matahari ketimbang obsesinya yang gagal sebagai bintang film, meskipun telah dikatrol habis oleh sahabatnya Steven Spielberg di film Color Purple.

Di stadion Old Trafford, laga perpisahan yang lain juga baru saja usai. Meskipun Manu kalah 1-2 dari Juventus, namun sang bintang Gary Neville tetap sumringah menyambut penghormatan para pendukungnya setelah 20 tahun hanya mengabdi pada satu klub saja, Setan Merah dari Manchester. Matanya berkaca setelah menyalami penonton sambil menggendong dua anak perempuannya. Neville pasti akan menjadi warga istimewa Manu untuk duduk mengenakan jas lengkap di Wembley saat mendukung klubnya bertarung habis-habisan melawan Barca yang di atas kertas lebih superior dari mereka.

Oprah dan Neville adalah dua contoh yang berbanding terbalik dari Nazaruddin dan Strauss Kahn yang sesungguhnya adalah pecundang murahan dalam peradaban modern ini. Dua klub yang bertarung juga adalah puncak dari laga yang sekaligus mempertandingkan semangat sportivitas sebagai dakwah dunia olahraga. Sir Alex pusing tujuh keliling karena fans menuntutnya untuk wajib menang. Final di Wembley adalah laga puncak yang menguntungkan Barca, karena beban psikologis lebih dirasakan para kru dan pemain Manu. Kapan lagi Manu bisa memanfaatkan faktor Wembley sebagai peluang yang seksi untuk dipersunting Sir Alex?

Menilik materi pemain head-to-head, maka Barca sedikit lebih unggul. Jika hanya Mou yang sanggup meredam mereka, maka Sir Alex pasti telah menyiapkan racikan khusus secara mandiri dan jitu. Pep pasti kesulitan menjaga motivasi pemainnya karena semangat menang sebelum laga adalah baksil yang bakal membunuh mereka. Faktor Wembley bakal menjadi berkah buat Manu. Carrick dan Macheranno di Barca akan membuktikan itu demi kejayaan kerajaan Inggris. Demi itulah Van der Saar dituntut untuk membuktikan diri sebelum pensiun setelah laga maut nanti. Juga Ryan Giggs yang dirundung persoalan pribadi seperti kasus Strauss-Kahn. Akankah Manchester United rules the waves? Ini London bung, tak ada kisah manis untuk Barcelona.

Oscar Motuloh
Kurator GFJA, penikmat sepakbola

(Foto: REUTERS/Eddie Keogh, AFP/Lluis Gene)

Pewarta: Oscar Motuloh | Editor:

Disiarkan: 28/05/2011 07:52