Gairah Generasi Platinum Portugal
Carlos Brum, Jorge Franco dan beberapa pendukung Portugal lainnya duduk santai di depan van mereka. Mercedes Benz buatan tahun 1980 yang mereka bawa dari Portugal itu dipoles warna merah hijau lengkap dengan pernak perniknya. Sebuah meja bulat dan dua kursi digelar di samping mobil itu. Mereka "mondok" di Fan Zone menunggu laga perempatfinal Portugal vs Ceko sambil menyesap anggur merah.
Brum adalah seorang pemilik toko grosir, sementara Franco, pengusaha hotel. Mereka melakukan perjalanan lebih dari 3.300 km dari Lisabon ke Warsawa dan tinggal hampir sebulan di ibukota Polandia itu. Tujuan mereka jelas, ingin menyaksikan tim kesayangannya berlaga di Piala Eropa 2012.
Sementara di stadion National Stadium, Warsawa, Luis Figo terlihat duduk manis di kursi VIP menyaksikan para juniornya bertarung. Pemain yang menjadi simbol generasi emas (Geração de Ouro) Portugal angkatan 91 itu tampak memakai jersey Portugal warna hijau bernomor 7 dengan balutan blazer biru tua. Tak jelas apakah nama yang tercetak di jersey itu "FIGO" atau "RONALDO". Duduk di sebelahnya adalah legenda hidup Seleccao Das Quinas, Eusebio, yang tampak sehat usai menjalani operasi kanker.
Keduanya tak terlihat cemas meski berkali-kali sepakan Cristiano Ronaldo menerpa tiang gawang. Namun ketenangan itu meledak saat CR7 menjebol gawang Petr Cech di menit 79. Dengan spontan Figo berdiri dan merayakan gol itu secara bersemangat. Eusebio pun ikut terhanyut, lupa bahwa beberapa bulan lalu, ia harus terbaring di rumah sakit berjuang melawan sakaratul maut.
Usai laga, mata Eusebio berkaca kaca. Dia tidak bisa menyembunyikan perasaan hatinya. "Saya sangat senang melihat permainan mereka. Portugal tidak terlalu diperhitungkan, namun, mereka berhasil lolos ke semifinal. Setelah berhasil memenangi laga, saya memeluk Luis Figo dan tak sanggup menahan air mata karena terharu," katanya.
Eusebio adalah pemain terhebat yang pernah dimiliki Portugal. Menurut para pengagumnya, kemampuan "The Black Panther" itu adalah gabungan dari Ronaldo dan Figo. Kehebatannya memuncak di level klub saat membawa Benfica menjadi kampiun Eropa pada awal 1960-an. Saking berharganya Eusebio, penguasa Portugal saat itu, Jenderal Salasar, melarangnya bergabung ke Inter Milan.
Antusiame Brum, euforia Figo dan air mata Eusebio mewakili sebuah penantian panjang. Harapan atas sebuah gelar prestisius yang juga dinantikan 10 juta orang Portugis. Harapan itu digantungkan kepada sosok pelatih muda Paulo Bento dan generasi platinum miliknya. Generasi yang dianggap terbaik dari yang terbaik. Selain sang superstar Ronaldo, Bento punya Nani, Raul Miereles, Pepe dan Fabio Contentrao yang menjadi amunisi andalannya mengarungi pertarungan menuju tahta Eropa tertinggi.
Perjalanan "The Seleccao" menuju perhelatan akbar sepakbola Eropa kali ini tak begitu mulus. Mereka bermain imbang tanpa gol melawan Polandia dan Macedonia, serta kalah 1-3 di kandang sendiri dari Turki, hanya seminggu sebelum putaran final Piala Eropa 2012 dimulai. Hasil itu sempat memicu pesimisme dan meruntuhkan kepercayaan diri Portugal. Apalagi di laga perdana fase grup, mereka dikalahkan Jerman 0-1. Lengkap sudah alasan untuk tidak mengunggulkan Portugal.
Ronaldo cs berada di Grup B, yang dijuluki "grup neraka" karena di sana ada Jerman, Belanda dan Denmark. Permainan buruk mereka di laga-laga awal, membuat Portugal menuai banyak kritik. Terlebih-lebih kepada Ronaldo, karena top scorer Liga Spanyol itu belum juga menyarangkan sebiji gol pun ke gawang lawan.
Bahkan saat Portugal berhasil mengalahkan Denmark, sinar Ronaldo meredup. Justru pemain pengganti, Silvestre Varela, yang mendapatkan pujian karena mencetak gol penentu. Bintang Real Madrid itu akhirnya bersinar lagi usai mencetak dua gol saat mempecundangi Belanda, sekaligus membawa The Seleccao ke fase knock out.
Gairah Ronaldo cs meluap-luap saat memastikan lolos ke semifinal usai meredam Ceko. Mereka pun "pede" menghadapi saudara tuanya dari semenanjung Iberia, Spanyol. Partai yang digadang-gadang bakal jadi "El Clasico" itu memunculkan optimisme di skuad Portugal. Gaya Portugal mirip Real Madrid dengan permainan efektif dan serangan balik cepat. Sedangkan La Furia Roja masih mengandalkan tiki-taka dan ball possession yang mirip Barcelona.
Para pemain Barca seperti Gerard Pique, Xavi Hernandez, Sergio Busquets dan Cesc Fabregas menjadi tulang punggung tim besutan Vicente del Bosque. Kendati ada sejumlah pemain Madrid di sana, seperti Iker Casillas, Alvaro Arbeloa, Sergio Ramos dan Xabi Alonso, pengaruh The Catalans terasa lebih kental di skuad Spanyol.
"Portugal adalah salah satu tim terkuat. Mereka bertahan dengan baik dan mematikan saat melakukan serangan balik. Mereka mirip Real Madrid dan kami harus berada dalam bentuk terbaik," ujar Fabregas kepada The Sun.
Penyerang sayap Manchester United, Nani, mengemban misi khusus untuk laga melawan Spanyol. Dia ingin membayar kepercayaan yang diberikan pelatih Bento kepadanya. "Dia membuat saya sadar jika saya diinginkan di sini, seperti sekarang ini, saya harus melakukan sejumlah perubahan. Dia mempercayai saya."
Bento merupakan orang yang menemukan bakat Nani dan mengajaknya bergabung dengan akademi sepakbola Sporting Lisbon, sebelum kemudian diboyong ke Manchester. Bisa jadi Nani akan menjadi pemain kunci saat laga semifinal kontra Spanyol itu. Tak dipungkiri lagi, CR7 akan mendapat pengawalan ekstra ketat dari bek Spanyol dan diberi sedikit ruang untuk berkreasi.
Pasukan Portugal hanya perlu optimis dan meredam rasa takut melawan Spanyol. Sejauh ini mereka telah membuktikan mampu bertahan menghadapi seleksi alam lapangan hijau. Hanya tekad dan gairah yang mampu mewujudkan kemenangan generasi platinum itu. Inilah saat terbaik mereka untuk meraihnya.
Prasetyo Utomo
pewarta foto, penikmat sepakbola
Foto: Bintang Portugal Cristiano Ronaldo saat merayakan kemenangan timnya atas Ceko di laga perempatfinal Piala Eropa 2012 di stadion National, Warsawa (21/6). (Reuters/Peter Andrews)
Pewarta: Prasetyo Utomo | Editor:
Disiarkan: 27/06/2012 08:55