Jerman dan Finalis Negeri Kolaps

Raut ketegangan luar biasa tampak pada wajah pelatih gaek "La Furia Roja", Vicente del Bosque, begitu kiper Portugal Rui Patricio berhasil menepis tembakan menyilang eksekutor penalti pertama Spanyol, Xabi Alonso, di stadion Donbass Arena, Donetsk, Ukraina pada laga semifinal yang mempertemukan derbi Iberia antara sang juara bertahan Spanyol versus bebuyutan sejarah mereka, Portugal, Kamis dinihari.

Wajah del Bosque dan mimik kecewa Alonso seperti punya kisahnya sendiri. Adu penalti adalah perjalanan nasib. Del Bosque mungkin membayangkan bahwa suratan semifinal adalah kehancuran tim favorit sang juara bertahan, sementara Alonso barangkali mengkhayalkan dirinya sebagai pahlawan yang meloloskan Spanyol ke semifinal dengan dua golnya, tiba-tiba jadi pecundang seperti bek Inggris Ashley Cole yang zakelijk sepanjang turnamen namun terpuruk sebagai pesakitan begitu tembakannya dapat ditaklukkan oleh benteng Italia yang tangguh, Gigi Buffon.

Untungnya masih ada Iker Casillas, yang dengan kalem menatap mata gelandang serang Joao Coutinho, sang algojo pertama Portugal, dalam posisi tertinggal satu gol. Coutinho tampak ragu-ragu berdiri menatap jala Casillas sebelum akhirnya berlari menembakkan bola sekencangnya, namun tetap berhasil diblok keluar oleh intuisi luarbiasa Casillas. Dengan cerdas kamera lalu menyorot wajah lega del Bosque dan Alonso yang menatap udara dengan mata berkaca. Untuk sekejap, nasib mereka seperti diselamatkan peri berkostum kuning yang juga kapten timnas Spanyol. Di belakang rombongan pemain Portugal, el kapitano yang arogan Cristiano Ronaldo tampak menarik nafas panjang sebagai perlambang kepedihan melihat kegagalan Coutinho. Pelatih Paolo Bento mendaftarkan namanya sebagai penembak ke-lima yang diprediksi bakal menentukan takdir laga.

Selanjutnya, detik-detik yang merontokkan syaraf berlangsung seolah jam pasir yang menetes satu persatu ke tabung waktu. Tetesan penderitaan batin, yang begitu lambat sampai Godot pun barangkali enggan menantinya. Ketika tembakan keras algojo Portugal, Bruno Alves, bek sentral yang bertubuh tinggi besar, hanya menyentuh mistar atas gawang Casillas, maka nasib Portugal berbalik tergeletak di ujung tanduk.

Paolo Bento hanya menatap pasrah saat penembak ke empat Spanyol, gelandang serang mereka, Cesc Fabregas berdiri, siap berduel dalam jarak 12 pas. Patricio berkonsentrasi penuh karena jika gagal, maka Portugal dinihari itu juga langsung masuk keranda untuk siap dimakamkan. Sementara Fabregas menanggung beban semua harapan orang Spanyol. Matanya menyiratkan tekad membara saat dia melepaskan tembakan yang akhirnya tak mampu dihalau Patricio. Fans Spanyol berjingkrak-jingkrak kegirangan. Ronaldo berdiri bengong di tengah lapangan bersama rekan-rekanya yang tertunduk lesu. Ronaldo ternyata bukan eksekutor penentu takdir Portugal. Dia hanya ujung tombak biasa yang nasibnya telah ditentukan oleh takdir sepakbola yang terkadang kejam dan tidak pilih tebu.

Sementara suara stadion membahana oleh fans Spanyol, di lapangan anak-anak "Gang Tiki-Taka" tak melakukan eforia berlebihan. Mereka seperti menenggang rasa kepedihan atas jiran bebuyutan yang beberapa pemain intinya berasal dari klub Real Madrid. Casillas segera menghampiri bek Portugal Pepe dan menghiburnya, Ramos memeluk Ronaldo yang tentu sangat kecewa, karena dia tahu Piala Eropa kali ini bukanlah panggungnya. Bek sayap Alvaro Arbeloa mendatangi Alonso yang meredakan ketegangan dengan menghampiri keluarganya yang tentu tetap berpihak padanya di tribun terdekat dengan bench Spanyol. Ronaldo kemudian terlihat menghilang di antara bahana mars, pekik dan yel Spanyol yang terus mengelukan timnas mereka karena sukses melenggang ke partai final yang bakal digelar pada 2 Juli dinihari nanti di stadion Olympic Kiev melawan pemenang Jerman vs Italia yang akan ditentukan Jumat dinihari nanti di Stadion Nasional Warsawa, Polandia.

Juara grup neraka, Jerman, satu-satunya tim yang memperoleh nilai maksimal pada setiap lga yang dimainkannya, bakal menghadapi lawan setimpal yang lebih licin dan berbahaya dari seluruh lawan-lawan yang pernah dihadapi Jerman sejauh ini. Apalagi Italia yang telah berlayar sejauh ini bakal tampil dengan segala daya seperti biasanya, untuk lolos dari lubang jarum.

Lupakan Italia yang berlaga di babak penyisihan. Apalagi seperti saat mereka tampil begitu terseok dan renta ketika melawan Irlandia. Namun waktu menggiring mereka tampil lebih baik. Cederanya Giorgia Chielini dan Thaiago Motta tak membuat panik Cesare Prandelli yang bisa menurunkan pemain-pemain mudanya.

Kala dua tim spesialis turnamen ini saling berhadapan, maka kita juga dapat menikmati racikan taktik Prandelli vs Joachim Loew yang canggih untuk memenangkan pertempuran. Kita bisa menyebut maestro lapngan tengah Italia sebagai telah senja, namun Prandelli menitipkan pesan yang membuatnya tampil seperti sepuluh tahun silam. Laga perpanjangan waktu melawan Inggris membuktikan staminanya yang terjaga. Yang jelas sejauh ini, Pirlo telah berlaga sepanjang 390 menit, sementara jenderal lapangan tengah Mesut Oezil baru menjalani durasi laga sepanjang 348 menit.

Sejarah telah membuktikan bahwa kedua negeri memiliki atlet dengan semangat nasionalisme yang tinggi. Jika teripih menjadi anggota timnas negara masing-masing maka profesionalisme mereka yang materialistik di klub akan berbalik menjadi pengabdian untuk kesebelasan nasional mereka. Sejauh ini Loew beruntung bisa merotasi pemainnya dengan baik. Sehingga lawan, termasuk Prandelli, pasti bimbang memprediksi starting eleven Jerman.

Menghadapi trio Thomas Mueller-Lukas Podolski-Mario Gomez atau trisula mematikan Schurrle-Marco Reus-Miroslav Klose perlu "counter" yang khusus pula. Jadi saat Loew sibuk meracik timnya yang trengginas, agresif dan cerdas itu, Loew juga harus bersyukur bahwa tim Der Panzer juga dilengkapi dengan semangat kamikaze yang tinggi, sehingga laga semifinal ini pastilah sungguh-sungguh terbuka dan menegangkan.

Dua negeri fasis yang bersekutu pada Perang Dunia II tersebut kini hidup dalam kesemrawutan ekonomi zona Uni Eropa yang sangat mematikan. Setelah Yunani kehilangan asa karena ditelan Jerman dan mengembalikan mereka ke realita ekonomi pasar yang kolaps, maka Italia juga punya peluang yang sama untuk diperlakukan seperti itu oleh Jerman yang sejatinya adalah "nakhoda" gerbong ekonomi zona ekonomi Euro itu. Belum lagi pengadilan Italia tengah memeriksa kasus pengaturan skor ala Maggiapoli yang kini tengah melanda sepakbola Italia.

Jika Jerman menang, maka mereka juga harus berhadapan dengan timnas Kerajaan Spanyol yang tengah berjuang keluar dari degradasi kebangkrutan yang fatal secara negara. Jadi dengan beban profesionalisme yang berat, zona ekonomi Uni Eropa dan skandal Maggiopoli jilid dua pasti akan mengukuhkan semangat Italia untuk menang. Jikapun usaha tersebut belum tercapai, pencapaian Italia sampai di sini pun adalah suatu prestasi yang luar biasa menjelang Piala Dunia 2014 yang bakal di gelar di Brasil. Sementara Der Panzer tampaknya akan menuntaskan laga ini sebagai target strategis Jerman atas nama ambisi Loew yang membutuhkan mahkota dari turnamen seprestisius Piala Eropa 2012 setelah berkali-kali gagal.

oscar motuloh

Foto: Para pemain Spanyol merayakan kemenangan mereka atas Portugal usai laga semifinal Piala Eropa 2012 di Donbass Arena, Donetsk (27/6). (Reuters/Charles Platia)

Pewarta: Oscar Motuloh | Editor:

Disiarkan: 28/06/2012 18:21