BERMAIN BOLA API DUNIA

Api tampaknya masih menjadi simbol yang disepakati dewan juri kontes fotografi jurnalistik paling bergengsi sedunia, World Press Photo (WPP) 2018, sebagai perlambang kondisi global yang keras, penuh intrik dan kebencian sepanjang tahun 2017. Ketua Dewan Juri WPP tahun ini, Magdalena Herrera dari Geo France mengumumkan karya Ronaldo Schemidt berjudul "Venezuela Crisis" sebagai foto terbaik versi WPP untuk tahun ini. Foto karya pewarta foto Agence Presse France (AFP) berusia 47 tahun ini sebelumnya menyabet penghargaan pertama untuk kategori Spot-News.

Imaji yang dramatis ini memang menggetarkan sebagai sebentuk peristiwa yang direkam dari bentrokan pengunjuk rasa dengan polisi anti huru hara di Caracas, Venezuela, menentang Presiden Nicolás Maduro. Pengunjuk rasa yang mengenakan masker anti gas hitam tersulut api ketika bom molotov jatuh di tangki bensin sebuah sepeda motor milik pengawal nasional dan meledak di dekatnya.

Dalam wawancara dengan British Journal of Photography pada Februari silam, Schemidt "Semuanya hanya butuh beberapa detik, jadi aku tidak tahu apa yang kujepret. Aku tersentuh oleh naluri, kejadiannya berlangsung sangat cepat. Aku terus memotret sampai saya menyadari apa yang sedang terjadi. Ada seseorang yang sedang berlari ke arahku."

Pria itu kemudian dapat diidentifikasi sebagai José Víctor Salazar Balza (28). Beruntung bagi Balza, dirinya dapat diselamatkan, meskipun sekujur tubuhnya mengalami luka bakar stadium 1-3.

Imaji fotografi jurnalistik pada hakekatnya membawa pesan seketika pada saat kita menatap sebentuk karya yang menjadi representasi sebuah peristiwa. Kekerasan di Venezuela pasca kematian Hugo Chavez yang populis itu dapat terasa auranya bagi dunia, karena sulit ditemukan pojok dunia di satu negara yang lolos dari angkara dan kebencian dalam beragam wujudnya.

Foto serupa dengan sudut pandang yang berbeda menyabet juara ketiga kategori Spot News. Rupanya Schemidt tak sendirian memotret dalam peristiwa itu. Sejawatnya dari AFP, pewarta foto Juan Barreto, meraih penghargaan itu untuk fotonya dari subyek dan peristiwa yang persis sama.

"Foto klasik perlawanan yang secara visual mencolok dan memiliki energi. Kerangka Schemidt sangat khas, gambar tunggal yang lebih kuat daripada milik rekannya, Barretto," kata Herrera. "Foto terbaik harus menceritakan sebuah peristiwa, yang cukup penting, juga harus membawa pertanyaan, empati dan seyogyanya menunjukkan sudut pandang tentang apa yang terjadi di dunia tahun ini."

Kerusuhan di Venezuela terjadi menyusul pengumuman rencana kontroversial presiden Maduro untuk merevisi sistem demokrasi dengan membentuk Majelis Konstituante sebagai pengganti Majelis Nasional yang dipimpin oposisi. Suatu keputusan yang pada dasarnya dilakukan untuk mengkonsolidasikan kekuatan legislatif bagi kepentingan dirinya sendiri. Para pemimpin oposisi menyerukan protes massal untuk menuntut pemilihan presiden lebih awal. Bentrokan yang pecah pada tanggal 3 Mei 2017 itu diwarnai dengan kobaran api dan lemparan batu dari pengunjuk rasa yang banyak mengenakan tudung, masker dan masker gas.

Imaji karya Schemidt ini memang belum dapat disetarakan dengan pengorbanan Thich Quang Duc, seorang bikhu Mahayana Vietnam yang mengorbankan jiwa dengan cara membakar diri di salah satu jalan raya protokol kota Saigon (sekarang Ho Chi Minh) menyusul unjuk rasa memprotes pemerintah Vietnam Selatan yang melakukan persekusi terhadap umatnya di negeri yang tengah bergolak itu. Peristiwa yang terjadi pada 11 Juni 1963 dan direkam oleh kamera pewarta foto AP, Malcolm W.Browne (AS), itu hingga detik ini masih terngiang sebagai imaji mengerikan yang pernah terjadi. Gaungnya tak dapat dihilangkan dari ingatan otak kecil kita sepanjang hayat dikandung badan.

Simbolik keganasan api, juga terlukis dalam peristiwa, lagi-lagi dari Vietnam, pada tanggal 8 Juni 1972. Kala itu, kamera Nick Ut menangkap raut histeris seorang gadis cilik bernama Phan Kim Phuc, yang berlari ketakutan ke arah kamera di latar belakang terlihat api yang membakar desa tempat tinggalnya. Bidikan Ut, seorang pewarta foto lokal yang bekerja untuk Associated Press (AP), itu menjelaskan betapa kekerasan selalu berulang menumpang sejarah dalam kantung-kantung waktu yang berbeda. Perlambang api, seperti juga mawar dan kamboja, adalah representasi yang selalu hadir dan siap kembali kapanpun untuk memperlihatkan kepandiran manusia.

Ronaldo Schemidt sendiri adalah pewarta foto kelahiran Caracas, Venezuela, tahun 1971. Dia memutuskan pindah ke Meksiko untuk belajar fotografi dan bekerja di sejumlah media kecil di sana, padahal tahun 2003 dia baru belajar menjadi mahasiswa antropologi di Universidad Central of Venezuela. Sejak tahun 2004, dia bekerja sebagai fotografer lepas untuk AFP dan pada tahun 2006 ia bergabung dengan biro AFP Mexico City sebagai staf fotografer. Schemidt meliput olahraga, konflik sosial dan kekerasan untuk perdagangan narkoba.

Selain meliput berita internasional, Schemeidt telah meliput beberapa peristiwa paling penting di Venezuela dalam beberapa tahun terakhir, termasuk kematian Presiden Hugo Chávez pada tahun 2013, pemilihan Presiden Nicolás Maduro, perkembangan krisis politik dan ekonomi dan konflik sosial berdarah di antara pemerintah dan lawannya. Dia juga pernah meliput peristiwa penting global seperti kematian Fidel Castro di Kuba pada tahun 2016, Piala Dunia 2014 di Brasil dan bencana alam di Meksiko. Selain diundang sebagai pengajar fotografi jurnalistik di berbagai kampus di Amerika Selatan dan Tengah, dia pun berpartisipasi dalam beberapa pameran fotografi individual dan kolektif di National Autonomous University of Mexico.

Anggota dewan juri, Whitney C. Johnson, yang juga wakil direktur fotografi National Geographic, memberikan komentarnya. "Ini benar-benar simbolis. Pria itu, dia memiliki topeng di wajahnya. Dia datang tak hanya mewakili dirinya yang sedang terbakar, tetapi semacam gagasan tentang pembakaran Venezuela."

Imaji kekerasan serupa ini tentu bukan perwakilan suara dewan juri WPP belaka. Dia merupakan juga peringatan bagi negeri manapun di muka bumi, termasuk bangsa Indonesia yang bersiap melakukan perhelatan politik serentak tahun ini dan akan mencapai klimaksnya saat pilpres digelar 2019 mendatang. Tahun politik di alam demokrasi yang dangkal dan primitif.

oscar motuloh
wartawan Antara

Foto: potongan screenshot situs WorldPressPhoto.org

Pewarta: Oscar Motuloh | Editor:

Disiarkan: 13/04/2018 17:53