Merawat manisnya gula di Kota Sragen
Didirikan pada tahun 1883, Pabrik Gula (PG) Mojo adalah satu-satunya dari dua belas pabrik gula di Solo Raya yang masih beroperasi. Kehadirannya telah mengubah nasib tanah Sragen Utara yang terkenal kering dan tandus. Sejak era kolonial, para petani telah menanam harapan di lahan ini, mengubahnya dari pasif menjadi sumber kehidupan produktif. Kini, sekitar 4.000 hektare lahan tebu, yang sebagian besar terletak di wilayah utara, menjadi urat nadi yang menghidupi pabrik ini.
Transisi dari masa lalu ke masa kini tidak bisa lepas dari sebuah pesan. Sebuah pesan dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara IV terpampang di salah satu sudut PG Mojo: "Pabrik Iki Openono Sanajan Ora Nyugihi Nanging Nguripi" yang artinya, "Rawatlah pabrik ini, meski tak membuat kaya, ia menghidupi."
Kalimat sederhana itu mengandung makna yang mendalam. PG Mojo adalah entitas yang lebih dari sekadar bisnis; ia adalah sumber kesejahteraan masyarakat, simbol kemandirian bangsa, dan jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini.
Pabrik gula itu kini dikelola oleh PT Sinergi Gula Nusantara atau lebih sering dikenal dengan sebutan Sugar Co yakni Holding Perkebunan yang ditugaskan untuk mengelola seluruh Pabrik Gula yang ada di lingkungan PTPN Group.
Melalui kerja sama dengan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Sragen, para petani dan pabrik berbagi hasil melalui sistem bagi hasil yang telah lama diterapkan. Kemitraan ini bukan sekadar transaksi, melainkan fondasi ekonomi yang kokoh, di mana keberhasilan pabrik juga menjadi keberhasilan petani.
Meski diterpa tantangan, PG Mojo terus menunjukkan optimisme ekonomi. Dengan target giling 300.000 ton tebu dan produksi gula sekitar 21.000 ton di tahun 2025, jauh lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya, pabrik ini membuktikan bahwa ia bukan hanya bertahan, tetapi juga berkembang.
Sebelumnya pabrik tersebut menggiling tebu 180.000 ton pada tahun 2023 dan naik menjadi 265.000 ton pada tahun 2024.
Kenaikan kemampuan giling tersebut, secara langsung juga berdampak positif pada realisasi produksi gula dari 12.000 ton gula pada tahun 2003 menjadi 17.500 ton gula pada tahun 2024.
Angka-angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan dari peningkatan pendapatan bagi petani, penyerapan tenaga kerja, dan perputaran uang di masyarakat.
Namun, sebelum roda-roda industri di PG Mojo berputar, sebuah ritual sakral digelar: Cembreng.
Puncaknya adalah tradisi manten tebu atau pengantin tebu. Dua batang tebu terbaik, Bagus Damar Kaloka dan Rara Madu Retno, diperlakukan layaknya mempelai. Keduanya diarak mengelilingi pabrik, sebuah penghormatan terhadap alam yang telah memberikan hasil melimpah.
Ritual ini bukan sekadar perayaan, melainkan wujud rasa syukur dan permohonan agar proses giling berjalan lancar, memastikan hasil panen yang optimal.
PG Mojo adalah cerita tentang ketahanan ekonomi, dedikasi, dan sebuah warisan yang tak boleh pudar.
Foto dan Teks : Mohammad Ayudha
Editor: Fanny Octavianus
Pewarta: Mohammad Ayudha | Editor:
Disiarkan: 24/05/2025 23:43