Harmoni pelestarian adat Kutai dalam tradisi Nutuk Beham

Sejumlah warga menumbuk padi ketan di dalam lesung saat berlangsungnya rangkaian tradisi Nutuk Beham
Foto udara suasana dari Desa Kedang Ipil, Kecamatan Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Sejumlah alu yang digunakan untuk menumbuk padi ketan dalam tradisi Nutuk Beham
Warga mengurai padi ketan seusai disangrai dalam rangkaian tradisi Nutuk Beham
Sejumlah catatan dari penyumbang padi ketan dari sembilan RT tercatat di papan yang terletak di Balai Adat Desa Kedang Ipil.
Seorang warga berpose dengan alu saat berlangsungnya tradisi Nutuk Beham
Sejumlah warga menumbuk padi ketan dalam rangkaian tradisi Nutuk Beham
Sejumlah warga menyangrai padi ketan dalam kuali secara bersamaan dalam rangkaian tradisi Nutuk Beham mur.
Sejumlah piring berisi beham, kue dari ketan yang diolah dengan kelapa dan gula merah dalam rangkaian tradisi Nutuk Beham
Warga menyajikan beham, kue dari ketan yang diolah dengan kelapa dan gula merah ke dalam piring plastik saat tradisi Nutuk Beham
Sejumlah warga dan tamu undangan makan bersama dalam rangkaian tradisi Nutuk Beham

Tung tung tung tung tung… 



Suara rampak alu yang dihantamkan ke lesung bersautan di Balai Adat Desa Kedang Ipil, Kecamatan Kota Bangun Darat, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.



Dengan penuh keakraban, puluhan warga lintas generasi menghaluskan gerabah beras ketan di lima lesung besar yang disusun berjajar di balai adat yang juga mereka sebut sebagai Odah Njemoran atau rumah panggung.



Alu berbahan kayu ulin seberat 2-4 kilogram yang ditumbuk berulang kali ke lesung berbahan kayu ipil membuat peluh keringat keluar dari dahi maupun badan mereka. Namun, itu tidak menyurutkan suasana kehangatan para warga dalam aktivitas yang menjadi rangkaian tradisi Nutuk Beham.



Nutuk Beham yang berarti menumbuk padi ketan, menjadi tradisi tahunan yang dilakukan oleh masyarakat Suku Kutai Adat Lawas usai masa musim panen raya padi gunung.



Sebelum ada penumbukan secara bersama-sama itu, masyarakat Kutai Adat Lawas yang terdiri di sembilan RT tersebut menyumbangkan sebanyak 1.732 kilogram gabah padi ketan hasil panen mereka. Setelah terkumpul, gabah-gabah itu direndam hingga tiga hari untuk selanjutnya ditumbuk, dimasak, serta dimakan secara bersama-sama.



Tradisi yang berlangsung selama tiga hari itu tidak hanya menjadi sebuah perayaan. Nutuk Beham juga menjadi upaya menjaga warisan leluhur mereka sekaligus sebuah momentum para masyarakat setempat untuk menjaga harmoni kerukunan di antara warga.



“Semua proses ini bukan hanya kerja fisik, tapi juga batin. Kami meyakini bahwa roh-roh nenek moyang hadir bersama kami di balai adat,” kata Tajudin Nur, tokoh masyarakat dan mantan ketua adat setempat.



Bagi mereka juga Nutuk Beham menjadi simbol keberkahan dan rasa syukur kepada Tuhan atas limpahan rezeki dan alam.



Dengan semangat tak adanya henti, harmoni warga dalam Nutuk Beham bukan hanya mempertahankan tradisi, tapi juga menyampaikan pesan bahwa selama desa masih memelihara budaya, jati diri mereka sebagai Suku Kutai Adat Lawas akan tetap hidup.





Foto dan teks: M Risyal Hidayat



Editor: Zarqoni Maksum



 



 

Pewarta: M Risyal Hidayat | Editor:

Disiarkan: 19/07/2025 14:26