Wangi “emas hijau” dari kaki Gunung Kerinci
Suara mesin pemetik teh mengiringi langkah cepat para pekerja di hamparan hijau perkebunan Teh Kayu Aro kaki Gunung Kerinci, Jambi yang berada pada ketinggian 3.805 mdpl. Setiap enam hari seminggu, puluhan pekerja memanen pucuk daun teh terbaik dari perkebunan teh tertinggi di Indonesia tersebut.
Satu per satu potongan pucuk daun dimasukkan ke dalam kantong kain merah. Kemudian dipindahkan ke dalam beberapa kebat jaring hitam untuk ditimbang dan diangkut ke pabrik.
Perkebunan teh yang telah berusia satu abad itu saat ini dikelola PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV Region 4 yang sebelumnya bernama PTPN VI.
Manajer Unit Usaha Kayu Aro PTPN IV Region 4 Delvi menyebutkan, PTPN IV Region 4 selalu berkomitmen untuk menjaga kualitas teh hitam itu mulai dari proses panen di kebun sampai ke proses pengolahannya di dalam pabrik. “Cara dan waktu panen serta durasi pengolahan akan mempengaruhi kualitas akhir,” katanya.
Dia menambahkan, meski pabrik yang telah beroperasi sejak 1925 tersebut telah berjalan menggunakan mesin, khusus untuk penyeleksian mutu, aroma, dan rasa tetap dilakukan secara manual untuk mempertahankan nilainya.
“Ini tanaman berharga kami. Setiap tingkatan mutu harus melewati uji rasa dan aroma. Dan itu masih dilakukan secara manual. Lewat orang, bukan mesin,” kata dia.
Saat ini pabrik memiliki lima petugas khusus untuk pelaksanaan uji laboratorium yang bertanggung jawab menjaga mutu teh.
“Selama proses pengolahan, daun-daun teh akan mengalami perubahan rasa dan warna karena terpengaruh perbedaan suhu saat proses fermentasi. Di situlah uji laboratorium diperlukan untuk memisahkan rasa masing-masing daun,” ungkap Delvi.
Teh Kayu Aro memiliki enam cita rasa, meliputi broken orange pecco (BOP), pecco fanning (PF), broken tea (BT), broken pecco (BP), dan dust.
“Emas hijau” yang ditanam di ketinggian 1.400- 1.700 mdpl, di medan berembun Kayu Aro itu masih menjadi primadona hingga saat ini.
Pada tahun 2025, PTPN IV Region 4 menargetkan dapat memproduksi sebanyak 25 juta kilogram teh atau dua juta kg lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada puncak musim panen, atau biasa terjadi pada periode November-Desember termasuk pada 2025, perkebunan teh seluas 2.126 hektare itu bisa menghasilkan 100 ton teh basah per hari.
Perkebunan tersebut telah mengekspor teh hitam berkualitas tinggi ke berbagai negara, terutama ke Malaysia, Pakistan, dan China. Ekspor teh ini menunjukkan tren positif dalam beberapa tahun terakhir, dengan nilai ekspor mencapai lebih dari Rp40 miliar pada tahun 2022 dan terus meningkat. PTPN IV Regional 4 berfokus pada produksi teh premium yang dipasarkan ke pasar dunia, meskipun produknya kurang populer di pasar domestik.
Teh Kayu Aro telah lama dikenal sebagai teh kegemaran Ratu Belanda dan Inggris. Namanya telah harum hingga ke Eropa dan Amerika Serikat.
“Sebentar lagi kita akan memasuki musim puncak itu. Dan sekaligus momentum perayaan 1 abad teh Kayu Aro. Tahun spesial yang kami jadikan sebagai pelecut semangat untuk mencapai laba maksimal pada akhir tahun nanti,” kata Delvi.
Pengelola perkebunan teh di kaki Gunung Kerinci tersebut berharap kebun teh yang pada tahun ini berusia seabad itu akan terus berumur panjang dan bisa menyebarkan wangi teh produksinya yang berkualitas ke berbagai penjuru dunia.
Foto dan teks : Wahdi Septiawan
Editor : Wahyu Putro A
Pewarta: Wahdi Septiawan | Editor:
Disiarkan: 31/10/2025 22:46