Nikel, “jantung baru” dunia modern

Sejumlah pekerja mengamati layar komputer di ruang operator di area smelter PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan
Pekerja menunjukkan hasil tes kualitas air yang telah diolah di kolam pengendapan di fasilitas pengelolaan air limpasan tambang milik PT Vale Indonesia (kanan) dan air yang belum diolah (kiri)
Pekerja menunjukkan biji nikel mentah di area smelter PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan
Pekerja melakukan komunikasi melalui handy talky di area smelter PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan
Pekerja menggunakan alat berat mengangkut biji nikel mentah di area smelter PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan
Sejumlah operator dump truck mengangkut slag atau limbah nikel untuk dibawa ke tempat penampungan khusus Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di area smelter PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan
Pekerja menggunakan pakaian tahan api saat mengeluarkan biji nikel dari tanur dalam proses furnace di smelter PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan
Pekerja menunjukkan biji nikel matte di smelter PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan
Suasana pertambangan nikel dengan latar belakang smelter milik PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan
Wartawan mengambil foto alur pembentukan limpasan air tambang nikel milik PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan
Bibit tumbuhan yang ada di Taman Kehati Sawerigading Wallacea kawasan bekas pertambangan nikel PT Vale Indonesia di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan
Pekerja mengamati bibit tumbuhan yang ada di Taman Kehati Sawerigading Wallacea kawasan bekas pertambangan nikel PT Vale Indonesia di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan
Pekerja mengamati pepohonan Hutan Himalaya di kawasan bekas pertambangan nikel PT Vale Indonesia di Sorowako, Sulawesi Selatan
Petugas memberi makan sejumlah rusa yang ditangkarkan di Taman Kehati Sawerigading Wallacea kawasan bekas pertambangan nikel PT Vale Indonesia di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan
Kawasan hutan himalaya bekas tambang nikel milik PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan

Di dunia modern, nikel mungkin tidak sepopuler emas atau minyak. Namun di balik ukuran atomnya yang kecil, logam berwarna keperakan ini menyimpan kekuatan besar. Ia menjadi bahan utama baja tahan karat, baterai kendaraan listrik, hingga komponen satelit. Tanpa nikel, ponsel canggih, mobil listrik, atau turbin angin yang kini menjadi simbol energi bersih mungkin tak akan pernah ada.

Menariknya, sebagian besar nikel dunia berasal dari tanah air  Indonesia. Menurut data U.S. Geological Survey (2024), Indonesia menempati peringkat pertama dunia dalam cadangan dan produksi nikel, menyumbang lebih dari 40 persen pasokan global. Dari Sulawesi hingga Halmahera, logam ini disebut sebagai “minyak baru” di era transisi energi.

Salah satu pemain utama di balik sejarah panjang industri nikel Indonesia adalah PT Vale Indonesia Tbk. Didirikan pada 1968 dengan nama PT Inco, perusahaan ini merupakan hasil kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan perusahaan asal Kanada.

Tambang utamanya berlokasi di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, kawasan dengan bentang alam indah di tepi Danau Matano. Dari sinilah bijih nikel laterit ditambang dan diolah menggunakan teknologi pirometalurgi dan peleburan menjadi produk akhir berupa nikel dalam matte dengan kadar nikel sekitar 78 persen yang diekspor ke pabrik baja dan baterai di berbagai negara.

PT Vale beroperasi di bawah Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang berlaku hingga 28 Desember 2035, mencakup area konsesi seluas 118.017 hektare meliputi meliputi Sulawesi Selatan (70.566 hektar), Sulawesi Tengah (22.699 hektar) dan Sulawesi Tenggara (24.752 hektar). Namun perjalanan Vale bukan hanya soal produksi logam, melainkan juga tentang bagaimana industri tambang bisa berjalan seiring dengan pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat.

Begitu aktivitas tambang selesai, PT Vale tidak membiarkan lahannya gersang. Perusahaan ini menanam ribuan pohon endemik Sulawesi seperti Eboni (Diospyros Celebica), Dengen (Dillenia serata), Uru (Emerillia tsiampacca), Agathis (Agathis celebica), Kaloju (Caralia braciata), dan Bitti (Vitex coffasus) untuk memulihkan kondisi tanah serta mencegah erosi.

Hingga April 2025, Vale telah mereklamasi 3.819 hektare lahan di Sulawesi Selatan, Tengah, dan Tenggara. Tak kurang dari 5,1 juta pohon telah ditanam, dan 2 juta bibit pohon lokal disemai di fasilitas pembibitan di tiga area operasional. Sebagian kawasan bekas tambang kini berubah menjadi hutan muda dengan pepohonan setinggi enam meter dan keanekaragaman hayati yang mulai kembali.Langkah ini menunjukkan bahwa industri tambang bisa memberi manfaat ekonomi tanpa mengorbankan ekosistem.

Lebih dari 99,7 persen tenaga kerja PT Vale Indonesia adalah warga negara Indonesia, dan sekitar 83 persen berasal dari Kabupaten Luwu Timur. Di antara mereka, ada sosok inspiratif bernama Kartini, wanita kelahiran Sorowako, 21 April 1984.

Kartini memilih jalan hidup yang tak biasa  menjadi operator dump truck raksasa Caterpillar (CAT) 777 seberat hampir 100 ton. Ia menjadi simbol perjuangan kesetaraan gender di dunia tambang. Saat ini, sekitar 50 perempuan bekerja sebagai operator alat berat di area tambang Vale angka yang tergolong besar di industri pertambangan nasional.

Kini, arah industri nikel Indonesia bergeser ke hilirisasi, yaitu mengolah bahan mentah menjadi produk bernilai tinggi. Pada semester pertama 2025, produksi nikel matte PT Vale meningkat dua persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu  dari 33.691 ton menjadi 35.584 ton. Perusahaan menargetkan produksi hingga 71.234 ton pada akhir 2025.

PT Vale juga menjadi pionir pembangunan pabrik pengolahan nikel berteknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching) yang merupakan proyek proyek Indonesia Growth Project (IGP) di Pomalaa, Sulawesi Tenggara (senilai USD 4,5 miliar bersama Ford dan Huayou),  dan Morowali, Sulawesi Tengah (USD 2 miliar bersama GEM Co. Ltd), dan Sorowako Limonite, Sulawesi Selatan (USD 2,3 miliar bersama Huayou). Proyek-proyek tersebut diperkirakan menciptakan lebih dari 12.000 lapangan kerja hingga akhir tahun 2025.

Teknologi ini memungkinkan pemanfaatan bijih nikel kadar rendah untuk menghasilkan bahan baku baterai lithium-ion, tulang punggung kendaraan listrik masa depan. Indonesia pun bersiap menjadi pusat penting dalam rantai pasok global baterai kendaraan listrik (EV).

Foto dan teks : Nova Wahyudi

Editor : Yusran Ucang

Pewarta: Nova Wahyudi | Editor:

Disiarkan: 22/11/2025 12:28