Melodi kemandirian dari balik tembok Lamoria

Seorang warga binaan berjalan memasuki hunian di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Lamoria, Bandung, Jawa Barat.
Warga binaan berjalan di area lapangan Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Lamoria, Bandung, Jawa Barat.
Warga binaan berlatih tari di unit pembekalan tari di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Lamoria, Bandung, Jawa Barat.
Warga binaan memotong rambut rekannya saat pembinaan di unit pos kerja salon Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Lamoria, Bandung, Jawa Barat.
Warga binaan menyelesaikan pesanan batik di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Lamoria, Bandung, Jawa Barat.
Warga binaan mengikuti pelatihan menjahit di unit pembinaan pos kerja menjahit Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Lamoria, Bandung, Jawa Barat.
Warga binaan belajar bahasa Jerman di unit pembekalan kepribadian Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Lamoria, Bandung, Jawa Barat.
Warga binaan menyelesaikan pembuatan kue puff tape di unit pos kerja tata boga dapur Lembaga Pemasyarakatan (lapas) Perempuan Kelas IIA Lamoria, Bandung, Jawa Barat.
Seorang warga binaan menunjukkan kue puff tape di unit pos kerja tata boga dapur Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Lamoria, Bandung, Jawa Barat.
Sebuah papan tulis berisi catatan menu harian dan daftar stok kue puff tape tergantung di unit pos kerja tata boga dapur Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Lamoria, Bandung, Jawa Barat.
Warga binaan antre mengambil makanan di area lapangan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Lamoria, Bandung, Jawa Barat.
Seorang warga binaan menggunakan fasilitas telepon video daring di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Lamoria, Bandung, Jawa Barat.
Seorang warga binaan melihat keluar dari balik jeruji di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Lamoria, Bandung, Jawa Barat.
Seorang warga binaan mencuci tangan di dekat mural integritas di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Lamoria, Bandung, Jawa Barat.

Pagi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas IIA Bandung atau populer disebut Lapas Mojang Priangan (Lamoria) tak lagi identik dengan kesuraman. Di atas lahan seluas 9.120 m², ratusan warga binaan perempuan menyambut hari dengan senyum, alunan musik Sunda, dan harapan baru.

Saat ini Lamoria menampung 414 warga binaan, 60 persen di antaranya tersandung kasus narkotika, sisanya tindak pidana umum. Sesuai UU No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, Lamoria menjalankan fungsi pembinaan yang mengedepankan pengayoman, pembimbingan, dan pemenuhan hak asasi manusia.

Untuk mewujudkan itu, Lamoria memiliki 12 unit pemberdayaan atau pos kerja yang masing-masing diisi 10–15 warga binaan. Program ini menjadi bekal kemandirian jelang masa bebas.

Begitu memasuki area lapangan, alunan musik tradisional Sunda mengiringi gerakan tari dari para peserta unit tari. Di sisi lain, antrean warga binaan mengular untuk sarapan. Ada pula yang bergegas melepas sepatu menuju ruang kerja masing-masing.

Di unit salon, gunting bergerak lincah memotong rambut, seolah memotong masa lalu. Di sebelahnya, mesin jahit dan jarum rajut tak henti berputar, merajut asa baru. Terdengar pula suara dialog bahasa Jerman, Inggris, dan Mandarin dari unit bahasa asing. Sementara di ruang batik, hanya tetesan canting yang memecah keheningan saat motif tulis dan cap lahir dari tangan-tangan yang pernah salah langkah.

Aroma manis tape, mentega, dan gula menguar dari dapur tata boga. Di sana lahir Puff Tape Lamoria, kue khas yang kini menjadi produk unggulan nasional. Terpilih sebagai salah satu Pilot Project Branding oleh Kementerian Hukum dan HAM, kue ini dijual langsung oleh pegawai lapas hingga melalui lokapasar (marketplace).

“Warga binaan yang boleh ikut program harus sudah menjalani sepertiga masa pidana dan berkelakuan baik,” jelas Kepala Lapas Perempuan Kelas IIA Bandung, Gayatri Rachmi Rilowati, yang menjabat sejak Februari 2025. Ia menambahkan, setiap warga binaan di unit produktif berhak mendapat premi dari hasil penjualan produk atau jasa. Premi itu menjadi tabungan atau dipakai memenuhi kebutuhan sehari-hari selama di lapas.

Dengan pendampingan instruktur profesional, semua program dirancang agar warga binaan mampu bersaing di dunia luar dengan skill dan kualitas tinggi.

“Bagi mereka, ini adalah kebebasan pertama yang mereka rasakan, kebebasan untuk berdaya dan berdikari dari balik jeruji,” tutup Gayatri.

Di Lamoria, jeruji besi tak lagi hanya membatasi, tapi juga menjadi saksi lahirnya melodi kemandirian para mojang Priangan yang siap pulang dengan kepala tegak.

Foto dan teks: Novrian Arbi

Editor: R. Rekotomo

Pewarta: Novrian Arbi | Editor:

Disiarkan: 28/11/2025 09:41