Menghalau keterbatasan di tengah Laut Jawa
Kepulauan Masalembu merupakan sebuah kecamatan yang terbagi ke dalam tiga gugusan pulau, yaitu Pulau Masalembu, Pulau Masakambing dan Pulau Karamian yang secara adminsitratif masuk ke dalam Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Secara geografis wilayah perairannya di laut jawa bagian timur, yang terletak di antara pulau-pulau seperti Madura, Kalimantan, dan Sulawesi. Secara lebih spesifik, perairan ini berada di utara Kabupaten Sumenep, Jawa Timur dan merupakan pertemuan antara Laut Jawa, Laut Flores, dan Selat Makassar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 sebanyak 25.550 jiwa menghuni empat wilayah desa di kepulauan tersebut. Dari puluhan ribu jiwa warga itu terdapat tiga etnis yang secara turun temurun hidup berdampingan saling melengkapi, yakni Suku Madura, Bugis, dan Mandar. Masyarakat setempat menyambung hidup dengan bertani, berkebun, beternak, berdagang, membuat perahu, menjadi teknisi perahu serta menjadi nelayan.
Letaknya yang terpencil itu membuat masyarakat dihadapkan dengan sejumlah keterbatasan, terutama dalam hal energi. Untuk memenuhi kebutuhan listrik misalnya, masyarakat masih mengandalkan sejumlah mesin generator diesel milik perseorangan untuk kemudian dialirkan ke rumah-rumah warga, dengan iuran sesuai pemakaian, selain itu untuk kebutuhan daya kecil setiap warga memanfaatkan panel-panel surya berkapasitas kecil.
Sedangkan warga yang memiliki kemampuan ekonomi lebih dan sadar dengan energi terbarukan, mereka berinvestasi dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berdaya besar secara mandiri, untuk kemudian dialirkan ke sejumlah rumah kerabatnya. Pemanfaatan tenaga surya itu sebagai simbol kemandirian mereka dalam penggunaan energi terbarukan.
Hal tersebut selaras dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) yang menyebut energi surya sebagai salah satu kontributor utama untuk mengejar bauran energi terbarukan 23 persen pada 2025, dan 31 persen pada 2050, terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Angin segar pernah berembus tatkala adanya rencana proyek PLTS Komunal PT PLN (Persero) digagas. Namun, sejak 2019 hingga 2025 belum juga terealisasi.
Sementara itu, berdasarkan data sementara yang dihimpun Jaringan Masyarakat Peduli Pesisir dan Pulau Kecil (JMP3K) mencatat bahwa hasil tangkapan berbagai jenis ikan seperti tongkol, tenggiri, jaket, layang, cakalang, kembung, kerapu dan kakap pada periode Juli-November 2025 mencapai sekitar 3.200 ton untuk Pulau Masalembu saja, di luar kebutuhan pangan dan belum termasuk dua pulau lainnya. Jumlah tersebut untuk dijual ke Pulau Jawa dan Pulau Kalimantan melalui sejumlah pengepul di darat maupun di laut.
Di tengah keterbatasan dan hambatan yang ada, nelayan Masalembu tetap bersyukur dengan merawat tradisi turun temurun Petik Laut atau Rokat Tase' sebagai ritus adat nelayan Masalembu. Sebuah simbol kesakralan nelayan dan masyarakat setempat dalam menghargai laut yang telah memberikan segala sumber daya alamnya bagi kehidupan masyarakat. Masyarakat berharap, Kepulauan Masalembu bisa menjadi salah satu kepulauan dengan potensi perikanan tangkap yang melimpah serta berkelanjutan.
Selain Rokat Tase', rasa syukur itu pun tercermin pada upaya mereka dalam menghalau keterbatasan, salah satunya dengan memanfaatkan tenaga surya sebagai simbol kemandirian penggunaan energi terbarukan.
Kendati demikian, masyarakat sangat berharap PLTS komunal PT PLN dapat segera terealisasi, dan juga program BBM Satu Harga di wilayah 3T yang sudah dicanangkan Kementerian ESDM sejak tahun 2017 di Indonesia, agar juga bisa diterapkan di Kepulauan Masalembu secara adil. Seperti yang sering digaungkan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam pidato-pidatonya, bahwa segala bentuk program negara adalah demi untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, bukan untuk kepentingan kalangan kelompok tertentu.
Foto dan teks oleh: Aji Styawan
editor: zarqoni maksum
Pewarta: Aji Styawan | Editor:
Disiarkan: 23/12/2025 16:08